23 June 2008

orang AKKBB tidak mau masuk sorga


Oleh : Redaksi 22 Jun 2008 - 10:30 pm

Oleh Ihsan Tandjung
imageRupanya insiden Monas 1 Juni 2008 kemarin bukan sekedar bentrokan antara entitas Front Pembela Islam (FPI) melawan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Bahkan secara kasat mata sebenarnya memang bukan FPI yang hadir di lokasi, melainkan Laskar Islam yang terdiri atas aneka elemen Ummat Islam, termasuk di dalamnya ada FPI. Media massa-lah (terutama yang berideologi sekularis-liberalis) yang mengecilkan kelompok Laskar Islam menjadi sekedar FPI. Seolah elemen ummat Islam yang hadir saat itu di Monas hanya satu elemen yang dikesankan tidak berarti, yaitu FPI. Baiklah, bagi kita tidak masalah apakah yang hadir hanya FPI atau memang himpunan aneka elemen Ummat Islam, yang penting mereka mewakili ummat Islam. Mereka adalah kumpulan manusia yang tidak ragu sedikitpun menunjukkan identitas ke-Islam-an diri.

اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

"Saksikanlah, bahwa kami adalah kaum muslimin (orang-orang yang berserah diri kepada Allah)."(QS Ali Imran ayat 64)

Sedangkan kumpulan manusia yang berhimpun di bawah bendera AKKBB tidak memiliki suatu identitas yang jelas dan terang. Yang pasti di lapangan saat itu mereka tiba-tiba menggelar spanduk profokatif di antaranya berbunyi: TOLAK SKB AHMADIYAH. Suatu hal yang sangat nyata akan mudah sekali menyulut emosi muslim manapun yang sadar dan peduli dengan masalah pemeliharaan aqidah ummat Islam. Sudah jelas bahwa ummat Islam memang sedang menanti-nanti (dengan menahan kegeraman dan kemarahan) terbitnya SKB pemerintah soal Ahmadiyah yang sampai saat itu tidak kunjung muncul. Jadi jangankan kawan-kawan FPI, sedangkan muslim mananpun akan mudah tersulut amarahnya bila ada sekelompok orang yang justru melontarkan profokasi mendukung Ahmadiyah padahal selama ini orang-orang Ahmadiyah telah melakukan penodaan terhadap kemurnian ajaran Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam.

Tapi sudahlah, kita tidak perlu menyesali apa yang telah terjadi pada hari itu. Namun yang menarik setelah dikaji dan diteliti rupanya AKKBB ini menaungi banyak LSM yang pada umumnya memiliki satu kesamaan, yakni: (1) Pada umumnya menyuarakan hal-hal yang bersifat pemikiran liberalis dan sekularis. Yakni pemikiran-pemikiran yang sangat didukung fihak penguasa dunia modern Barat yang sangat khawatir dengan bangkitnya kesadaran Islam Kaaffah di negeri-negeri kaum muslimin mayoritas. Lalu (2) sebagian besar perjalanan LSM-LSM tersebut didanai oleh fihak asing terutama Amerika dan negara-negara Barat lainnya. Sehingga mereka sering dijuluki sebagai organisasi proyek. Artinya organisasi yang baru bergerak bila ada proyek yang tersedia pendanaannya. Bilamana tidak ada dana maka ia nganggur alias berhenti beraktifitas.

Dengan kata lain bisa kita simpulkan bahwa AKKBB merupakan payung dari berbagai organisasi yang berperan sebagai komprador alias antek bagi kepentingan Barat liberal-sekuler (baca: anti Islam). Dan jika demikian keadaannya menjadi jelaslah bagi kita -dan siapapun yang masih berakal sehat dan berhatinurani- mengapa mereka begitu getol membela keberadaan Ahmadiyah di negeri ini. Sebab Ahmadiyah sendiri merupakan organisasi bentukan negara kerajaan Inggris pada masa penjajahan Inggris di anak benua India. Ia dibentuk oleh Inggris sebagai upaya devide et empera antar sesama orang yang mengaku muslim di India. Lalu diorbitkanlah seorang Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang pemimpin ummat Islam bahkan sebagai nabi baru dengan ajaran baru sesudah Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam.

Hal ini sangat selaras dengan pesan Nabi shollallahu 'alaih wa sallam sebagai berikut:

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
"Ruh-ruh manusia tersusun laksana prajurit yang berbaris. Mana yang saling kenal (cocok/sesuai/se-ideologi) akan saling berpadu. Dan mana yang saling mengingkari akan berselisih/berpisah." (HR Al-Bukhary 11/117)

Dalam interaksi sosial setiap orang akan cenderung berhimpun dengan orang yang dirasa sejenis dengan dirinya, terutama dalam hal ideologi. Orang mu'min cenderung bersahabat dengan sesama mu'min. Orang sekularis-liberalis cenderung hanya mau bersahabat dengan sesama sekularis-liberalis. Ini merupakan kaedah dasar pergaulan di masyarakat. Itulah sebabnya sangat penting bagi siapapun untuk menentukan siapa sahabatnya.

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
"Seseorang akan mengikuti agama/keyakinan sahabat karibnya. Maka hendaklah setiap orang memperhatikan siapa yang menjadi sahabatnya." (HR Ahmad 17/107)

Jika seseorang ingin tahu siapa sebenarnya dirinya, maka ia tinggal lihat siapa yang selama ini menjadi sahabatnya. Bila sahabat-sahabatnya adalah orang yang disiplin dan rajin sholat lima waktu berjamaah di masjid, jujur, berjiwa sosial, berakhlak mulia, santun, maka kurang lebih begitu pulalah gambaran dirinya. Sebaliknya, bila sahabat-sahabatnya adalah ahli maksiat, koruptor, pembohong, suka menyakiti dan menzalimi orang, malas beribadah, maka begitulah kurang lebih gambaran dirinya. Demikian pula Allah subhaanahu wa ta'aala gambarkan tentang orang-orang yang berakrab bahkan berkonsultasi dan memohon pertolongan dan bantuan kepada kalangan ahli Kitab, yahudi dan nasrani.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS Al-Maaidah ayat 51)

Dalam ayat di atas Allah subhaanahu wa ta'aala bahkan menyamakan orang yang mengaku beriman sebagai identik dengan ahli Kitab bilamana mereka suka menjadikan kalangan yahudi dan nasrani sebagai wali (pemimpin, pelindung dan penolong). Kelompok AKKBB sangat suka kepada Barat yang didominasi oleh ahli Kitab. Berarti mereka telah mendurhakai Allah subhaanahu wa ta'aala dan RasulNya Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam. Kalau kita ingat kembali hadits Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam di bawah ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى (البخاري
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu 'alaih wa sallam bersabda: "Semua ummatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan (tidak mau)." Para sahabat bertanya: "Siapa orang yang tidak mau itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Siapa yang taat kepadaku ia masuk surga, dan siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia sungguh tidak mau." (HR Bukhary 22/248)

Kesimpulannya hanya satu: Semua organisasi di bawah payung AKKBB tidak mau masuk surga Allah subhaanahu wa ta'aala di akhirat kelak...! (eramuslim)

orang AKKBB tidak mau masuk sorga


Oleh : Redaksi 22 Jun 2008 - 10:30 pm

Oleh Ihsan Tandjung
imageRupanya insiden Monas 1 Juni 2008 kemarin bukan sekedar bentrokan antara entitas Front Pembela Islam (FPI) melawan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Bahkan secara kasat mata sebenarnya memang bukan FPI yang hadir di lokasi, melainkan Laskar Islam yang terdiri atas aneka elemen Ummat Islam, termasuk di dalamnya ada FPI. Media massa-lah (terutama yang berideologi sekularis-liberalis) yang mengecilkan kelompok Laskar Islam menjadi sekedar FPI. Seolah elemen ummat Islam yang hadir saat itu di Monas hanya satu elemen yang dikesankan tidak berarti, yaitu FPI. Baiklah, bagi kita tidak masalah apakah yang hadir hanya FPI atau memang himpunan aneka elemen Ummat Islam, yang penting mereka mewakili ummat Islam. Mereka adalah kumpulan manusia yang tidak ragu sedikitpun menunjukkan identitas ke-Islam-an diri.

اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

"Saksikanlah, bahwa kami adalah kaum muslimin (orang-orang yang berserah diri kepada Allah)."(QS Ali Imran ayat 64)

Sedangkan kumpulan manusia yang berhimpun di bawah bendera AKKBB tidak memiliki suatu identitas yang jelas dan terang. Yang pasti di lapangan saat itu mereka tiba-tiba menggelar spanduk profokatif di antaranya berbunyi: TOLAK SKB AHMADIYAH. Suatu hal yang sangat nyata akan mudah sekali menyulut emosi muslim manapun yang sadar dan peduli dengan masalah pemeliharaan aqidah ummat Islam. Sudah jelas bahwa ummat Islam memang sedang menanti-nanti (dengan menahan kegeraman dan kemarahan) terbitnya SKB pemerintah soal Ahmadiyah yang sampai saat itu tidak kunjung muncul. Jadi jangankan kawan-kawan FPI, sedangkan muslim mananpun akan mudah tersulut amarahnya bila ada sekelompok orang yang justru melontarkan profokasi mendukung Ahmadiyah padahal selama ini orang-orang Ahmadiyah telah melakukan penodaan terhadap kemurnian ajaran Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam.

Tapi sudahlah, kita tidak perlu menyesali apa yang telah terjadi pada hari itu. Namun yang menarik setelah dikaji dan diteliti rupanya AKKBB ini menaungi banyak LSM yang pada umumnya memiliki satu kesamaan, yakni: (1) Pada umumnya menyuarakan hal-hal yang bersifat pemikiran liberalis dan sekularis. Yakni pemikiran-pemikiran yang sangat didukung fihak penguasa dunia modern Barat yang sangat khawatir dengan bangkitnya kesadaran Islam Kaaffah di negeri-negeri kaum muslimin mayoritas. Lalu (2) sebagian besar perjalanan LSM-LSM tersebut didanai oleh fihak asing terutama Amerika dan negara-negara Barat lainnya. Sehingga mereka sering dijuluki sebagai organisasi proyek. Artinya organisasi yang baru bergerak bila ada proyek yang tersedia pendanaannya. Bilamana tidak ada dana maka ia nganggur alias berhenti beraktifitas.

Dengan kata lain bisa kita simpulkan bahwa AKKBB merupakan payung dari berbagai organisasi yang berperan sebagai komprador alias antek bagi kepentingan Barat liberal-sekuler (baca: anti Islam). Dan jika demikian keadaannya menjadi jelaslah bagi kita -dan siapapun yang masih berakal sehat dan berhatinurani- mengapa mereka begitu getol membela keberadaan Ahmadiyah di negeri ini. Sebab Ahmadiyah sendiri merupakan organisasi bentukan negara kerajaan Inggris pada masa penjajahan Inggris di anak benua India. Ia dibentuk oleh Inggris sebagai upaya devide et empera antar sesama orang yang mengaku muslim di India. Lalu diorbitkanlah seorang Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang pemimpin ummat Islam bahkan sebagai nabi baru dengan ajaran baru sesudah Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam.

Hal ini sangat selaras dengan pesan Nabi shollallahu 'alaih wa sallam sebagai berikut:

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
"Ruh-ruh manusia tersusun laksana prajurit yang berbaris. Mana yang saling kenal (cocok/sesuai/se-ideologi) akan saling berpadu. Dan mana yang saling mengingkari akan berselisih/berpisah." (HR Al-Bukhary 11/117)

Dalam interaksi sosial setiap orang akan cenderung berhimpun dengan orang yang dirasa sejenis dengan dirinya, terutama dalam hal ideologi. Orang mu'min cenderung bersahabat dengan sesama mu'min. Orang sekularis-liberalis cenderung hanya mau bersahabat dengan sesama sekularis-liberalis. Ini merupakan kaedah dasar pergaulan di masyarakat. Itulah sebabnya sangat penting bagi siapapun untuk menentukan siapa sahabatnya.

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
"Seseorang akan mengikuti agama/keyakinan sahabat karibnya. Maka hendaklah setiap orang memperhatikan siapa yang menjadi sahabatnya." (HR Ahmad 17/107)

Jika seseorang ingin tahu siapa sebenarnya dirinya, maka ia tinggal lihat siapa yang selama ini menjadi sahabatnya. Bila sahabat-sahabatnya adalah orang yang disiplin dan rajin sholat lima waktu berjamaah di masjid, jujur, berjiwa sosial, berakhlak mulia, santun, maka kurang lebih begitu pulalah gambaran dirinya. Sebaliknya, bila sahabat-sahabatnya adalah ahli maksiat, koruptor, pembohong, suka menyakiti dan menzalimi orang, malas beribadah, maka begitulah kurang lebih gambaran dirinya. Demikian pula Allah subhaanahu wa ta'aala gambarkan tentang orang-orang yang berakrab bahkan berkonsultasi dan memohon pertolongan dan bantuan kepada kalangan ahli Kitab, yahudi dan nasrani.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS Al-Maaidah ayat 51)

Dalam ayat di atas Allah subhaanahu wa ta'aala bahkan menyamakan orang yang mengaku beriman sebagai identik dengan ahli Kitab bilamana mereka suka menjadikan kalangan yahudi dan nasrani sebagai wali (pemimpin, pelindung dan penolong). Kelompok AKKBB sangat suka kepada Barat yang didominasi oleh ahli Kitab. Berarti mereka telah mendurhakai Allah subhaanahu wa ta'aala dan RasulNya Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam. Kalau kita ingat kembali hadits Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam di bawah ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى (البخاري
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shollallahu 'alaih wa sallam bersabda: "Semua ummatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan (tidak mau)." Para sahabat bertanya: "Siapa orang yang tidak mau itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Siapa yang taat kepadaku ia masuk surga, dan siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia sungguh tidak mau." (HR Bukhary 22/248)

Kesimpulannya hanya satu: Semua organisasi di bawah payung AKKBB tidak mau masuk surga Allah subhaanahu wa ta'aala di akhirat kelak...! (eramuslim)

FPI: Sebuah Keniscayaan (tamat)


Katagori : Artikel - Opini & Aspirasi
Oleh : Redaksi 18 Jun 2008 - 10:30 pm

FPI: Sebuah Keniscayaan
(Bagian terakhir dari dua tulisan)
Oleh Ir. Muhamad Umar Alkatiri
Mantan Napol Kasus Peledakan BCA

FPI adalah organisasi tanpa badan hukum yang lahir spontan. Mereka yang ikut mendeklarasikan FPI hampir seratus persen adalah orang-orang yang tidak punya pengalaman berorganisasi. Bahkan ketika dideklarasikan, para pencetusnya tidak pernah berfikir akan punya cabang di berbagai daerah. Kenyataannya, cabang-cabang FPI tumbuh di berbagai daerah.

Ini artinya FPI memang dibutuhkan. Kebutuhan itu dilahirkan oleh sikap pemerintah dan aparat hukum yang berat sebelah, juga akibat sikap kalangan Kristen yang arogan dan mau menang sendiri. Kebutuhan itu juga dilahirkan oleh media massa yang hampir seluruhnya dimiliki fundamentalis sekuler yang anti agama, namun sok tahu dengan agama, dengan mempublikasikan pemikiran-pemikiran 'progresif' yang sesungguhnya menawarkan kesesatan bukan kedamaian.

Salah seorang deklarator FPI Habib Rizieq pernah mengatakan, "Kalau semua petani menanam padi dan tak ada yang memberantas hama, maka bersiaplah menerima panen yang gagal. Kalau semua petani memberantas hama dan tak ada yang menanam padi maka bersiaplah tidak makan. Kedua pekerjaan itu harus dilakukan secara harmonis. Demikian juga amar ma'ruf dan nahi munkar, keduanya harus ada yang melakukan. Karena itu harus ada rakyat yang bekerja untuk membangun negeri dan harus ada polisi yang menjaga keamanan rakyat. Dan sebagai negara dengan mayoritas Islam maka di Indonesia harus ada pula umat Islam yang menjaga keamanan agama Islam. Untuk itulah FPI didirikan. Semoga ini menjadi pembagian tugas harmonis yang saling menguatkan."

Pernyataan Rizieq bukan tanpa alasan. Aparat penegak hukum tak berbuat semestinya ketika ada yang melecehkan Islam. Misalnya, kasus pelecehan yang dilakukan Gus Dur, yang pernah mengatakan bahwa Al-Qur'an merupakan kitab suci paling porno. Ketika itu, sekitar pertengahan Juni 2006, gabungan ulama Madura, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta bersama dengan beberapa pimpinan ormas Islam, mendatangi Mabes Polri di Jakarta, mengadukan Gus Dur kepada Kepolisian terkait dengan penodaan terhadap Al-Quran. Namun, Gus Dur tidak pernah dimasukkan ke dalam sel karena pelecehannya itu, meski sejumlah ulama sudah melaporkannya.

Masih banyak ucapan dan perbuatan orang-orang sealiran Gus Dur yang gemar memprovokasi dan melecehkan agama Islam. Tapi, nyaris tak terjerat hukum. Syafii Maarif di Republika berkali-kali menulis dengan nada menyindir dan melecehkan, bahkan Maarif pernah menggunakan istilah preman berjubah untuk menyerang lawan ideologisnya. Maarif juga pernah menelikung pemikiran buya HAMKA ketika ia membahas soal tafsir buya HAMKA terhadap surat Al-Baqarah ayat 62 dan surat Al-Maidah ayat 69 (harian Republika, rubrik Resonansi, Selasa, 21 Nopember 2006).

Ini sangat aneh. Maarif yang mantan Ketua PP Muhamadiyah lebih condong membela kekafiran berfikir, dan hal itu difasilitasi oleh harian Republika yang katanya koran umat Islam. Bila Maarif dilaporkan ke polisi, ia tidak bisa dijerat hukum. Lalu ke mana kegeraman umat Islam itu dapat disalurkan? Barangkali, FPI telah menjadi pilihan sebagai salah satu salurannya.

Kalau Republika saja berani memfasilitasi tulisan-tulisan yang seperti itu, apalagi harian Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Majalah Tempo, Seputar Indonesia, Rakyat Merdeka, Indopos, Jawa Pos, dan sejumlah koran lainnya yang masih satu group dengan Kompas dan Jawa Pos.


Kelompok Liberal menolak RUU-APP

Koran dan majalah itu, sangat gigih menentang aspirasi umat Islam. Ketika RUU APP diperjuangkan, mereka memposisikan diri secara tegas, yaitu menentang. Begitu juga ketika Perda Syari'ah digulirkan, mereka juga ikut-ikutan menentang.

Demikian halnya ketika aspirasi umat Islam meminta Ahmadiyah dibubarkan mereka juga menentang.

Apa yang menjadi pendirian media massa itu jelas sebuah provokasi. Apalagi ditambah dengan provokasi sejumlah orang yang berpaham sepilis, seperti Syafii Anwar (ICIP), Ahmad Suaedy (The Wahid Institute), Guntur Romly (JIL) yang pernah mewawancarai Gus Dur, dan menghasilkan pelecehan berupa pernyataan "Al-Qur'an merupakan kitab suci paling porno" yang disampaikan Gus Dur, sebagaimana pernah dipublikasikan pada situs JIL.

Ketiga nama di atas, tercantum di dalam petisi AKKBB yang dimuat berbagai media. Dan… Subhanallah, Allahu Akbar…, ketiganya ternyata menjadi korban kekerasan yang dilakukan massa Laskar Islam.

Padahal, saya yakin massa Laskar Islam (yang di dalamnya terdapat laskar FPI) sama sekali tidak tahu siapa yang mereka pukuli itu.

Mereka tidak kenal wajah Syafii Anwar yang membela Ahmadiyah melalui berbagai wawancara dan tulisannya. Mereka tidak kenal wajah Ahmad Suaedy dari The Wahid Institute yang tulisannya amat sangat membela Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya. Mereka juga tidak kenal Guntur Romli aktivis JIL yang produktif menelurkan tulisan-tulisan penyesatan. Dari ketiga nama tadi, Guntur Romli yang paling parah, sehingga hampir seluruh wajahnya berbalut perban.

Untung saja, Gus Dur dan Dawam Raharjo tidak hadir di Monas 01 Juni 2008 lalu. Kalau saja mereka hadir, entahlah apa yang akan terjadi. Mungkin lebih parah dari Guntur Romli. Logikanya, Guntur Romli saja yang tidak dikenal massa sudah sedemikian bonyok, apalagi Gus Dur dan Dawam Raharjo?

Salah satu tulisan Ahmad Suaedy di situs The Wahid Institute berjudul Kasus Ahmadiyah dan Problematika Kebangsaan di Indonesia, ia membahas (membela) Ahmadiyah dengan alasan yang tidak ada kaitannya dengan akidah. Seolah-olah para penolak Ahmadiyah itu adalah orang-orang yang menganut Wahhabi dan takut tersaingi oleh Ahmadiyah. Dua alinea tulisan Suaedy sebagai berikut:

imagePasang naiknya penyerangan dan kekerasan terhadap Ahmadiyah dan juga aliran-aliran Islam tertentu, tampaknya tidak terpisah dari perkembangan internasional, yaitu kian eratnya hubungan kelompok-kelompok Islam tertentu dengan negara-negara yang dominan di dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Sebagaimana diketahui umum, OKI didominasi negara-negara kaya minyak di Timur Tengah yang memiliki kepentingan menyebarkan Islam sesuai dengan cara pandang mereka, yang pada umumnya Wahabi, ke seluruh dunia.

Mereka juga berambisi untuk menjadi representasi dunia Islam dibanding wilayah lain dan kelompok Islam lain manapun. Ahmadiyah adalah salah satu aliran Islam yang memiliki kepemimpinan (Amir) dunia yang berkedudukan di London. Struktur organisasi internasional yang kuat dan kepercayaan belahan dunia kepada Ahmadiyah yang cukup meyakinkan, menjadikan negara-negara dominan di dalam OKI kuatir. Mereka berupaya keras menindas aliran Islam yang menjadi pesaing mereka, terutama secara internasional
.


imageBukan cuma Ahmad Suaedy yang membela Ahmadiyah dengan landasan yang tidak jelas. Ada juga tulisan Imam Ghazali Said dengan judul Membela Ahmadiyah yang Dizalimi : "GAI dan JAI, setelah saya melakukan studi terhadap kitab Tadzkirah, testimoni, interogasi, dan dialog dengan para tokoh dan kaum awam pengikut JAI, ternyata mereka tidak keluar dari kriteria muslim dan mukmin di atas. Karena itu, saya konsisten mengikuti nurani dan kajian ilmiah untuk "Membela JAI" tanpa mempertimbangkan akan dibenci kelompok muslim yang menyesatkan Ahmadiyah atau tidak." (Jawa Pos, Senin, 28 Apr 2008)

Namun sampai kini, publik tidak pernah membaca kajian ilmiah karya Imam Ghazali Said yang dijadikan landasan membela Ahmadiyah. Apakah kajian ilmiahnya itu reliable, valid atau tidak, kita tidak tahu. Kita juga tidak tahu, apakah dia mempunyai kompetensi dan kualifikasi untuk melakukan kajian ilmiah terhadap Ahmadiyah?

Kalau kajian ilmiahnya memang benar ada, silakan disajikan ke publik, kemudian dibandingkan dengan hasil pemantauan Bakor Pakem yang dikeluarkan 16 April 2008 lalu. Bandingkan juga dengan hasil temuan fakta-fakta kebohongan Ahmadiyah yang ada di LPPI. Berani?

Harian Kompas dan sebagainya, memang sudah bisa dipastikan akan selalu memposisikan diri menentang aspirasi umat Islam, dan cenderung membela kekafiran sebagaimana dijajakan kaum sepilis. Jangankan Kompas, harian Seputar Indonesia yang baru memasuki tahun ketiga saja, sudah berani memprovokasi dengan menampilkan tulisan penganut sepilis di hariannya itu. Antara lain, Ayu Utami yang mengisi kolom tetap bertajuk Kodok Ngorek, di halaman 13 Seputar Indonesia Minggu.

Sebagai contoh, kita ambil tiga tulisan Ayu Utami di harian Seputar Indonesia Minggu, beberapa saat sebelum ia cuti melahirkan. Yaitu, edisi 20 April 2008, edisi 27 April 2008 dan edisi 4 Mei 2008.

Pada edisi 20 April 2008, Ayu Utami memberi judul tulisannya dengan hal-hal yang berbau agama, yaitu "Sekte Poligami". Padahal, yang dilaporkannya adalah sebuah sekte yang menganut paham seks bebas, dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan poligami yang dikenal umat Islam. Yaitu, Commune Friedrichshof yang didirikan oleh Otto Muhl di tahun 1972 (di Austria), dan sekte Yearning for Zion yang saat ini sedang populer di Texas.

Mengapa Ayu Utami yang nggak ngerti agama, dan mungkin anti agama ini, menggunakan istilah-istilah yang berbau agama (poligami) untuk sebuah tulisan yang isinya tidak ada kaitan dengan agama? Mengkaitkan istilah poligami dengan seks bebas ala binatang seperti dilakoni kedua sekte tadi, jelas sebuah pelecehan terhadap agama dan umat Islam.

Lebih jauh, di akhir tulisannya yang melecehkan istilah poligami itu, Ayu Utami tampak membela Ahmadiyah. Perlu diketahui, nama Ayu Utami ini termasuk berbanjar di iklan petisi AKKBB yang dipublikasikan media massa.

Dari semangatnya memilih istilah poligami untuk ditubrukkan dengan sekte seks bebas ala binatang, maka kita bisa menarik kesimpulan, Ayu Utama anti poligami, membenci poligami, dan sebagainya.

Semangat anti poligaminya itu juga terasa ketika ia menulis di harian yang sama, edisi 27 April 2008, dengan judul Ibu Kita. Isinya, menggambarkan sikap teguh ibunda Chairil Anwar (sastrawan Angkatan 45) yang rela memilih kehidupan yang tak pasti karena sang suami menikah lagi.

Semakin terasa lagi, ketika Ayu Utami menorehkan penanya untuk menyusun tulisan berjudul Adopsi, di harian yang sama, edisi 4 Mei 2008. Isinya sebenarnya cukup mulia, ia menawarkan alternatif, bagi mereka yang gemar punya anak banyak, mengapa tidak ditempuh dengan jalan adopsi.

Tapi, Ayu Utami tidak sekedar menawarkan gagasannya yang mulia itu, ia juga mengambil contoh sambil menyindir (bahkan terkesan melecehkan):

… Ada pula –nah, yang ini bukan teman– yang dengan sengaja beristri banyak dan beranak sangat banyak. Seperti Tuan F dari suatu "organisasi", yang tujuannya mau mengalahkan iblis dunia, Amerika Serikat. Tuan F ini, agaknya setiap kali bersetubuh membayangkan akan menaklukkan AS. Ada nalar juga kepada Tuan F ini (bukan dengan bintang tiga F***, melainkan empat). Soalnya, dari urutan populasi terbanyak dunia, Indonesia nomor 4, sementara AS nomor 3.


Siapa yang dimaksud Ayu Utami dengan Tuan F tadi? Tak lain adalah Fauzan Al-Anshari, sedangkan "organisasi" yang dimaksudnya adalah Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Fauzan Al-Anshari, pria kelahiran Yogyakarta, 2 September 1966 ini memang beristri empat. Sedangkan jumlah anaknya mencapai 20 orang lebih. Ia tinggal di Jatinegara Timur III No. 26 Jakarta Timur 13350 (Tel./Fax : 021-8517718, HP 0811 100 138).

Apa kepentingan Ayu Utami dengan nada miring menjadikan Fauzan sebagai ilustrasi (negatif) tulisannya yang membela ledakan penduduk? Kalau Ayu Utami benar-benar mengerti kebebasan berekspresi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, mengapa pula ia harus 'risih' dan 'repot' dengan pendirian orang lain yang beristri banyak dan beranak banyak? Apalagi, Ayu Utami sampai menuliskan sederet kalimat yang tergolong sarkas: "…Tuan F ini, agaknya setiap kali bersetubuh membayangkan akan menaklukkan AS."

Ternyata, kebebasan berekspresi dan berpendapat yang diterapkan Ayu Utami adalah termasuk bebas mengejek orang lain yang tidak sepaham dengannya. Dari sini saja, kita sudah bisa simpulkan, bahwa mereka yang mengusung tema kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, kebebasan beragama dan berkeyakinan itu, ternyata adalah orang-orang yang tidak bisa menerima pendirian orang lain yang berbeda dengan mereka. Mereka ingin setiap orang sama satu selera dengan mereka. Bila tidak sama, maka orang itu akan diolok-olok dengan berbagai istilah. Siapa yang sebenarnya tidak toleran dan kekanak-kanakan?

Kalau ejekan, olok-olok, dan provokasi itu dibalas dengan pukulan dan pentungan ala FPI apakah ini adil? Jelas adil, karena kekerasan dibalas dengan kekerasan juga. Maksudnya, kekerasan (intelektual) dibalas dengan kekerasan (fisik).

Cobalah sekali-kali anda buat tulisan yang mengolok-olok, mengejek dan memprovokasi Mike Tyson dengan pena anda. Kemudian ketika Tyson marah, berikan jawaban, "Mike, you punya hak jawab. Bikinlah tulisan yang membantah hal itu." Apakah Tyson akan menulis sanggahan? Belum tentu. Yang pasti dia akan menghampiri anda dan menyarangkan pukulannya ke wajah anda hingga bonyok. Soalnya, Mike Tyson khan nggak bisa nulis. Tentu sangat tidak fair orang yang tidak bisa nulis –cuma bisa nonjok– disuruh nulis. Ya khan?

Kalau saja Mike Tyson itu adalah warga negara Indonesia, boleh jadi dia akan bergabung ke dalam laskar FPI atau Laskar Islam pimpinan Munarman. Kalau itu terjadi, kita harus menerima hal itu sebagai sebuah keniscayaan.

18 June 2008

FPI: Sebuah Keniscayaan

(Bagian pertama dari dua tulisan)
Oleh Ir. Muhamad Umar Alkatiri
Mantan Napol Kasus Peledakan BCA

Keberadaan FPI dan tindakan anarkis yang melekat padanya adalah sebuah keniscayaan, sesuatu yang sulit ditolak, karena ia lahir dari sebuah sistem yang memang tidak adil.

FPI lahir karena aparat resmi yang seharusnya menjalankan nahimunkar, tidak bekerja sebagaimana mestinya. Malahan, mereka menjadi bagian dari kemungkaran itu sendiri. Seperti, menjadi backing tempat pelacuran, tempat perjudian, dan aneka kemaksiatan lainnya. Ini alasan pertama. Alasan kedua, kualitas kemaksiatan-kemungkaran semakin meningkat, bahkan lebih leluasa dibanding negara paling liberal sekalipun. Indonesia, belasan tahun yang lalu cuma jadi daerah lintasan narkoba, kini bahkan sudah menjadi pabrik terbesar ekstasi dan aneka obat-obatan psikotropika lainnya, tidak hanya untuk kawasan Asia Tenggara.

Di negara liberal, tempat berlangsungnya kegiatan maksiat dibatasi hanya pada lokasi-lokasi tertentu, dan usia pengunjung diawasi ketat. Di Indonesia, di setiap kecamatan (bahkan kelurahan) bisa ditemui tempat maksiat, yang bisa dikunjungi anak-anak usia sekolah setingkat SMP. Begitu juga dengan peredaran VCD porno dan berbagai material pornografi lainnya, dapat diperoleh dengan mudah di setiap pasar atau pertokoan, yang bisa dengan mudah diakses anak-anak di bawah umur, apalagi dengan harga terjangkau (hanya beberapa ribu rupiah saja).



Alasan ketiga, media massa selalu menampilkan sosok FPI yang sedang beraksi dengan kekerasan. Mereka sama sekali tidak pernah menyoroti peristiwa sebelumnya. Yaitu, ketika FPI menulis surat kepada Kapolda atau DPRD dan lain-lain agar suatu tempat maksiat segera ditutup, tidak diberitakan. Begitu juga ketika FPI bernegosiasi dengan pemilik tempat hiburan. Bahkan ketika laskar FPI diserang lebih dulu, media massa tak berminat meliputnya. Barulah ketika FPI membalas, liputan media massa begitu luas, kemudian diikuti oleh berbagai komentar dan caci maki.

Ini jelas tidak adil. Kondisi seperti inilah yang melahirkan ormas seperti FPI. Setuju atau tidak, mau atau tidak mau, FPI akan lahir juga. Artinya, FPI dilahirkan oleh sistem sosial yang diskriminatif. Kalau toh FPI berhasil dibubarkan, maka akan lahir berbagai 'FPI' lainnya. FPI dan berbagai 'FPI' lainnya akan hilang, bila sistem yang tidak adil juga hilang, aparat resmi yang bertugas menjalankan nahimunkar, berfungsi sebagaimana mestinya.

FPI telah menjadi 'kebutuhan' bagi sebagian masyarakat (Islam). Tanyakan hal ini kepada masyarakat jalan Ketapang, Jakarta Pusat. Penduduk jalan Ketapang yang mayoritas Betawi dan Muslim ini, sering jengkel atas arogansi preman Ambon Kristen (beberapa di antaranya Batak Kristen) yang menjadi centeng berbagai tempat hiburan (maksiat) di sekitarnya. Pasca 'perang terbuka' antara puluhan laskar FPI dengan sekitar hampir tiga ratus preman centeng itu, yang terjadi di penghujung tahun 1998, kini warga di jalan Ketapang merasa lebih tenang dan bermartabat.

Puluhan laskar FPI yang jumlahnya tidak seimbang dengan ratusan preman centeng kala itu, berhasil menewaskan sekitar 15 orang preman penjaga tempat maksiat. Dari peristiwa Ketapang ini telah menjadi pemicu terjadinya tragedi pembantaian terhadap umat Islam di Ambon sejak Januari 1999. Preman Ambon Kristen yang terdesak di Ketapang lari pulang kampung dan mengobarkan perang 'saudara' di sana. Bersamaan dengan itu, sejak Desember 1998, terjadi kasus Poso, yang intinya pembantaian terhadap umat Islam juga.

Pada kasus Poso dan Ambon , yang memulai tragedi adalah umat Kristen, namun jusru umat Islam-lah yang dituding membantai umat Kristen. Media massa nasional dan internasional memposisikan umat Islam yang mayoritas membantai umat Kristen yang minoritas. Padahal, yang terjadi kebalikannya, yaitu anarki minoritas terhadap mayoritas.

Dari kondisi seperti ini, yang dibutuhkan umat Islam bukan cuma FPI tetapi juga Laskar Jihad, Laskar MMI dan JI (Jamaah Islamiyah). Sebab, pemerintah dan aparat penegak hukum kurang memihak kepada umat Islam.

Umat Islam disuruh berdamai, padahal biang terjadinya konflik horizontal ini adalah umat Kristen. Bahkan korban terbanyak dari kasus Ambon dan Poso adalah umat Islam. Bagaimana mungkin pihak yang terzalimi diminta menahan diri?




Kelompok Liberal menolak RUU-APP

Belum sembuh luka-luka umat Islam akibat pembantaian umat Kristen pada Kasus Poso (sejak Desember 1998) dan Ambon (sejak januari 1999), ternyata luka itu tergores lagi melalui sikap umat Kristen dan umat non Muslim lainnya yang tanpa dasar yang jelas menolak RUU APP bersama-sama dengan para fundamentalis sekuler dan kaum sepilis. Begitu juga dengan sikap umat Kristen yang menolak Perda syariah. Ini jelas bagian dari provokasi umat Kristen tehadap umat Islam. Namun yang disalahkan justru umat Islam.

Boleh jadi, kasus Bom Malam Natal 2000, adalah puncak kemarahan umat Islam yang diwakili fundamentalis JI (Jama'ah Islamiyah), sebagai reaksi atas terjadinya kasus Poso dan Ambon, yang intinya merupakan praktek muslim cleansing terencana di dua daerah tersebut. Namun umat Kristen tidak juga mawas diri, mereka terus dengan sikap pongahnya menantang umat Islam.

Terbukti, kini mereka ikut-ikutan menentang pembubaran Ahmadiyah. Padahal, kasus Ahmadiyah adalah murni kasus pelanggaran akidah umat Islam, tidak ada hubungannya dengan akidah umat Kristen dan umat non Muslim lainnya.

Kalau Indonesia mau damai, pertama, jangan hanya mencari kambing hitam, menyalahkan FPI, MMI, HTI, JI, dan sebagainya yang dituding sebagai Islam garis keras, Islam fundamentalis. Tapi pemerintah harus bisa menampung aspirasi umat Islam. Memang umat Islam yang mayoritas (silent majority) tidak banyak bersuara sebagaimana minoritas nyaring yang didukung berbagai media massa. Namun boleh jadi, mereka merasa terbela dengan adanya kalangan Islam fundamentalis. Buktinya, polling pembubaran FPI yang dilakukan beberapa pihak antara lain SCTV, menunjukkan hasil yang tak terduga: suara mereka yang menolak FPI dibubarkan lebih besar dari yang setuju.

Yang kedua, umat non Muslim jangan memulai tragedi berdarah seperti di Poso dan Ambon. Namun kalau sudah berani memulai pertikian, maka harus konsekuen menerima segala resiko yang timbul. Jangan pula menantang-nantang umat Islam dengan kedok kebangsaan, kebebasan beragama dan berkeyakinan, seta kebhinekaan dan pluralisme. Umat Islam sangat tahu, bahwa itu semua hanya kedok untuk menutupi hajat memerangi Islam. Naluri memerangi Islam yang ada di dalam diri umat non Islam harus dibuang jauh-jauh. Sebab umat Islam tidak akan pernah takut dengan tantangan umat non Islam.

Masalahnya, umat Islam seringkali berada dalam situasi dilematis. Didiamkan saja, tambah ngelunjak. Kalau disikapi dengan santun, mereka tidak juga mau berhenti menantang-nantang, bahkan terus memprovokasi. Sehingga ketika ilalang kering sudah terbakar, maka yang terjadi adalah anarki. Kalau sudah begini, maka media massa nasional dan internasional pun menjadikannya bahan publikasi memojokkan Islam.

Ketiga, media massa juga jangan menjadi sumber provokasi. Selain harus bersikap profesional dan memenuhi etika jurnalistik, media massa juga jangan sok tahu dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama. Kasus pemuatan foto Munarman mencekik anggotanya sendiri, yang oleh Koran Tempo ditulis mencekik anggota AKKBB, menunjukkan bahwa profesionalitas Koran Tempo masih rendah. Bambang Harimurty dan Goenawan Mohamad terbukti tidak profesional, bahkan terkesan emosional.

Provokasi media massa seperti Koran Tempo, Majalah Tempo, Kompas, Media Indonesia, Jawa Pos, Indo Pos, Rakyat Merdeka, Sinar Harapan, Suara Pembaruan dan Seputar Indonesia, yang gemar memuat pemikiran-pemikiran kalangan liberal, sebaiknya dihindari sama sekali. Sejak tahun 1970-an Majalah Tempo, Kompas dan Sinar Harapan sudah menjajakan pemikiran-pemikiran liberal, tentu dengan harapan akan tumbuh budaya pemikiran Islam yang pluralis, sehingga kondusif membangun kedamaian. Kenyataannnya, meski sudah bermilyar kata ditulis Cak Nur dan Gus Dur, konflik horizontal tetap saja terjadi.

Karena, akar masalahnya bukan di situ. Penyebab konflik horizontal bukan karena adanya pemikiran ke-Islam-an yang tekstual, puritan atau fundamentalistis, tetapi karena adanya ketidak adilan yang sudah berlangsung sejak awal kemerdekaan. Jadi media massa jangan sok tahu dengan diagnosanya yang keliru.

Keempat, pemerintah juga harus tegas dan adil, bila kekerasan fisik sebagaimana dilakukan FPI dan Laskar Islam bisa menyebabkan komandannya masuk penjara, maka kekerasan berkedok intelektual juga harus diproses secara hukum. Gus Dur amat sangat sering melakukan kekerasan seperti ini. Begitu juga dengan Syafii Maarif di harian Republika. Kalau Habib Rizieq dan Munarman diproses secara hukum, maka mereka yang namanya tercantum di dalam petisi AKKBB sebagaimana dimuat berbagai media massa, harus juga diproses secara hukum.

Kalau pemerintah tetap saja membiarkan AKKBB bebas dari proses hukum, padahal mereka menjadi penyebab konflik horizontal, ini sama saja dengan menyuburkan potensi radikalisme, anarkisme, fundamentalisme di kalangan masyarakat yang sudah geram.

FPI tidak akan punah selama kondisi yang memungkinkannya eksis tetap terjaga. Pemerintah bisa membubarkan FPI, namun 'FPI' lainnya akan lahir menggantikan. Pemerintah bisa saja mengeliminasi Habib Rizieq atau Baasyir, namun dalam waktu amat singkat akan lahir Rizieq dan Baasyir yang baru.

Yang harus dilakukan pemerintah adalah bersikap tegas. Bubarkan Ahmadiyah, bubarkan JIL, dan aneka kesesatan lainnya. Juga, suruh umat non Islam tutup mulut dan jangan ikut campur persoalan umat Islam. Selama ini mereka terbukti selalu mencari gara-gara, menantang perang dan memprovokasi. Mereka tidak toleran.

Dari insiden Monas, pemerintah seharusnya menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran berharga. Jangan sampai terulang lagi. Kalau yang marah hanya FPI, masih mending, paling yang mereka bawa cuma pentungan. Coba, kalau yang marah dari kalangan JI (Jamaah Islamiyah), berapa banyak lagi kasus peledakan akan terjadi? (bersambung..)

catatan redaksi : Liberalisasi Islam or Islamisasi Liberal??
image

imageAhmad Dhani seorang keturunan Yahudi adalah salah satu tokoh penting dalam program Libforall Indonesia. (Semua harus Liberal). Sebuah agenda Zionist dinegeri Muslim Terbesar Indonesia.

cek situsnya di
http://www.libforall.org/indonesia/programs-indo-program.html

Selamatkan Generasi Muslim dari bahaya Liberalism

17 June 2008

Membongkar Jaringan AKKBB (Tamat)

Oleh : Redaksi 13 Jun 2008 - 4:00 pm
Katagori : Counter Liberalisme

Strategi yang dilakukan kelompok liberal dan juga para sekutunya di Indonesia untuk menghancurkan gerakan-gerakan Islam—termasuk Front Pembela Islam (FPI), adalah dengan dua cara utama: Strategi Izharul Islam, yakni berpura-pura sebagai bagian dari kelompok umat Islam Indonesia namun dari “dalam” menghancurkan Islam itu sendiri. Dalam sejarah negeri ini, strategi Izharul Islam telah diperkenalkan oleh seorang orientalis Yahudi Belanda bernama Snouck Hurgronje yang berpura-pura menjadi seorang Muslim namun dikemudian hari terbukti bahwa Hurgronje merupakan musuh dalam selimut. Demikianlah yang dikerjakan kaum liberal di Indonesia.

Strategi kedua adalah dengan memecah-belah umat Islam Indonesia (devide et Impera). Mereka memecah umatan tauhid ini dengan istilah-istilah kaum pembaharu dan kaum tradisional, kaum radikal dan kaum moderat, Islam liberal dan Islam Literal, bahkan Jaringan Rahmatan Alamin (maksudnya “Islam” yang berbaik-baik dengan Zionis-Yahudi seperti halnya Abdurrahman Wahid dan kawan-kawan) berhadapan dengan Jaringan Terorisme.

Suatu istilah yang keji yang dipakai secara terang-terangan di situs libforall.com


Guna meracuni opini publik maka senjata utama mereka adalah media massa, baik cetak (majalah, koran, tabloid, dan aneka penerbitaan buku), radio, situs dan aneka milis, maupun teve. Serangan media massa jaringan liberal ini secara kasar terlihat sekali dalam memberitakan apa yang terjadi setelah peristiwa bentrokkan di Monas, 1 Juni 2008.

Mereka beramai-ramai berusaha keras membentuk opini publik bahwa FPI harus dibubarkan karena meresahkan masyarakat, radikal, bahkan disebut sebagai ‘barisan preman berjubah’. Di sisi lain mereka menayangkan aneka liputan tentang bagaimana tertindasnya kelompok sesat Ahmadiyah. Mereka sama sekali tidak memuat sejumlah fakta bahwa AKKBB sebenarnya menyalahi rute aksi di hari tersebut, memprovokasi dan menantang FPI terlebih dahulu, bahkan ada peserta demonya yang membawa-bawa senjata api.

Padahal bisa dibayangkan, andaikata yang membawa senjata api itu salah seorang anggota FPI, maka dalam waktu sekejap pasti dunia internasional sudah mengetahuinya, bahkan tidak mustahil Kedubes AS akan segera menekan SBY untuk menangkap si pelaku.Dan SBY segera memerintahkan Kapolri untuk menurunkan Pasukan Elit Polri Densus 88 untuk memburunya.

Apa yang dilakukan media massa pro-liberal ini sesungguhnya mengikuti arahan yang sudah ditulis oleh Cheryl Bernard dari think-tank Zionis Amerika (kelompk Neo-Con di mana salah satu pentolannya adalah Paul Wolfowitz, si Zionis-Yahudi Gedung Putih, teman dekat Abdurrhaman Wahid) bernama Rand Corporation dalam artikelnya yang berjudul “CIVIL DEMOCRATIC ISLAM, PARTNERS, RESOURCES, AND STRATEGIES”. Inilah artikelnya:

STRATEGI: PECAH BELAH KELOMPOK ISLAM
Langkah pertama melakukan klasifikasi terhadap umat Islam berdasarkan kecenderungan dan sikap politik mereka terhadap Barat dan nilai-nilai Demokrasi.


Pertama : Kelompok Fundamentalis: menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat kontemporer. Mereka menginginkan sebuah negara otoriter yang puritan yang akan dapat menerapkan Hukum Islam yang ekstrem dan moralitas. Mereka bersedia memakai penemuan dan teknologi modern untuk mencapai tujuan mereka.

Kedua : Kelompok Tradisionalis: ingin suatu masyarakat yang konservatif. Mereka mencurigai modernitas, inovasi, dan perubahan.

Ketiga: Kelompok Modernis: ingin Dunia Islam menjadi bagian modernitas global. Mereka ingin memodernkan dan mereformasi Islam dan menyesuaikannya dengan zaman.

Keempat : Kelompok Sekularis: ingin Dunia Islam untuk dapat menerima pemisahan antara agama dan negaradengan cara seperti yang dilakukan negara-negara demokrasi industri Barat, dengan agama dibatasi pada lingkup pribadi.

STRATEGI BELAH BAMBU DAN ADU DOMBA
Setelah membagi-bagi umat Islam atas empat kelompok itu, langkah berikutnya yang penting yang direkomendasi Rand Corporation adalah politik belah bambu. Mendukung satu pihak dan menjatuhkan pihak lain, berikutnya membentrokkan antar kelompok tersebut. Upaya itu tampak jelas dari upaya membentrokkan antara NU yang dikenal tradisionalis dengan ormas Islam yang Barat sering disebut Fundamentalis seperti FPI, HTI, atau MMI.

Hal ini dirancang sangat detil. Berikut langkah-langkahnya:

Pertama, Support the modernists first (mendukung kelompok Modernis) dengan,

image
  1. Menerbitkan dan mengedarkan karya-karya mereka dengan biaya yang disubsidi,

  2. Mendorong mereka untuk menulis bagi audiens massa dan bagi kaum muda,

  3. Memperkenalkan pandangan-pandangan mereka dalam kurikulum pendidikan Islam,

  4. Memberikan mereka suatu platform publik

  5. Menyediakan bagi mereka opini dan penilaian pada pertanyaan-pertanyaan yang fundamental dari interpretasi agama bagi audiensi massa dalam persaingan mereka dengan kaum fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki Web sites, dengan menerbitkan dan menyebarkan pandangan-pandangan mereka dari rumah-rumah, sekolah-sekolah, lembaga-lembaga, dan sarana yang lainnya.

  6. Memposisikan sekularisme dan modernisme sebagai sebuah pilihan “counterculture” bagi kaum muda Islam yang tidak puas.

  7. Memfasilitasi dan mendorong kesadaran akan sejarah pra-Islam dan non-Islam dan budayannya, di media dan di kurikulum dari negara-negara yang relevan.

  8. Membantu dalam membangun organisasi-organisasi sipil yang independent, untuk Mempromosikan kebudayaan sipil (civic culture) dan memberikan ruang bagi rakyat biasa untuk mendidik diri mereka sendiri mengenai proses politik dan mengutarakan pandangan-pandangan mereka.


Kedua, Support the traditionalists against the fundamentalists : Mendukung kaum tradisionalis dalam menentang kaum fundamentalis. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain,

image
  1. Menerbitkan kritik-kritik kaum tradisionalis atas kekerasan dan ekstrimisme yang dilakukan kaum fundamentalis; mendorong perbedaan antara kaum tradisionalis dan fundamentalis.

  2. Mencegah aliansi antara kaum tradisionalis dan kaum fundamentalis.

  3. Mendorong kerja sama antara kaum modernis dan kaum tradisionalis yang lebih dekat dengan Kaum modernis.

  4. Jika memungkinkan, didik kaum tradisionalis untuk mempersiapkan diri mereka untuk mampu melakukan debat dengan kaum fundamentalis. Kaum fundamentalis secara retorika seringkali lebih superior, sementara kaum tradisionalis melakukan praktek politik „Islam pinggiran” yang kabur. Di tempat-tempat seperti di Asia Tengah, mereka mungkin perlu untuk dididik dan dilatih dalam Islam ortodoks untuk mampu mempertahankan pandangan mereka.

  5. Menambah kehadiran dan profil kaum modernis pada lembaga-lembaga tradisionalis.

  6. Melakukan diskriminasi antara sektor-sektor tradisionalisme yang berbeda. Mendorong orang-orang dengan ketertarikan yang lebih besar atas modernisme, seperti pada Mazhab Hanafi, lawan yang lainnya. Mendorong mereka untuk membuat isu opini-opini agama dan mempopulerkan hal itu untuk memperlemah otoritas dari penguasa yang terinspirasi oleh paham Wahhabi yang terbelakang. Hal ini berkaitan dengan pendanaan. Uang dari Wahhabi diberikan untuk mendukung Mazhab Hambali yang konservatif. Hal ini juga berkaitan dengan pengetahuan. Bagian dari Dunia Islam yang lebih terbelakang tidak sadar akan kemajuan penerapan dan tafsir dari Hukum Islam.

  7. Mendorong popularitas dan penerimaan atas Sufisme.


Ketiga, Confront and oppose the fundamentalists: Mengkonfrontir dan menentang kaum fundamentalis. Langkah-langkahnya antara lain:

image
  1. Menentang tafsir mereka atas Islam dan menunjukkan ketidak akuratannya.

  2. Mengungkap keterkaitan mereka dengan kelompok-kelompok dan aktivitas-aktiviats illegal.

  3. Mengumumkan konsekuensi dari tindakan kekerasan yang mereka lakukan.

  4. Menunjukkan ketidak mampuan mereka untuk memerintah, untuk mendapatkan perkembangan positif atas negara-negara mereka dan komunitas-komunitas mereka.

  5. Mengamanatkan pesan-pesan ini kepada kaum muda, masyarakat tradisionalis yang alim, kepada minoritas kaum muslimin di Barat, dan kepada wanita.

  6. Mencegah menunjukkan rasa hormat dan pujian akan perbuatan kekerasan dari kaum Fundamentalis, ekstrimis dan teroris. Kucilkan mereka sebagai pengganggu dan pengecut, bukan sebagai pahlawan.
  7. Mendorong para wartawan untuk memeriksa isu-isu korupsi, kemunafikan, dan tidak bermoralnya lingkaran kaum fundamentalis dan kaum teroris.

  8. Mendorong perpecahan antara kaum fundamentalis.


Keempat, Secara selektif mendukung kaum sekuler:

image
  1. Mendorong pengakuan fundamentalisme sebagai suatu musuh bersama, mematahkan aliansi dengan kekuatan-kekuatan anti Amerika berdasarkan hal-hal seperti nasionalisme dan ideology kiri.
  2. Mendorong ide bahwa agama dan Negara juga dapat dipisahkan dalam Islam dan bahwa Hal ini tidak membahayakan keimanan tapi malah akan memperkuatnya. Pendekatan manapun atau kombinasi pendekatan manapun yang diambil, kami sarankan bahwa hal itu dilakukan dengan sengaja dan secara hati-hati, dengan mengetahui beban simbolis dari isu-isu yang pasti; konsekuensi dari penyesuaian ini bagi pelaku-pelaku Islam lain, termasuk resiko mengancam atau mencemari kelompok-kelompok atau orang-orang yang sedang kita berusahah bantu; dan kesempatan biaya-biaya dan konsekuensi afiliasi yang tidak diinginkan dan pengawasan yang tampaknya pas buat mereka dalam jangka pendek.


KELEMAHAN UMAT ISLAM INDONESIA
Umat Islam Indonesia sebenarnya kuat, kompak, dan berjuang menegakkan Islam dengan ikhlas, bahkan jika perlu nyawa pun jadi taruhannya. Hanya saja, kelemahan yang paling mendasar adalah umatan tauhid ini tidak memiliki media massa yang kuat, apakah itu koran atau stasiun teve.

Dan amat disayangkan pula, sebagian pemimpin umat ini sekarang sudah banyak yang dijangkiti penyakit wahn, yakni cinta dunia melebihi kecintaannya pada akherat, sehingga membeli mobil mewah seperti Bentley yang satu unitnya miliaran rupiah mampu, tapi membuat satu harian untuk kemashlahatan umat, mengaku tidak mampu. Padahal Bentley tidak akan bisa dibawa ke liang kubur.

Mudah-mudahan Allah SWT memberikan umatan tauhid ini seorang pemimpin yang sungguh-sungguh menegakkan dan menghidup Islam, bukan malah hidup dengan menunggangi umat Islam. Amien Ya Allah! (Tamat/Rizki/eramuslim)

“Demi Kebebasan, Membela Kebathilan!”

Oleh : Redaksi 16 Jun 2008 - 7:00 pm

Oleh : Adian Husaini.
imageMasih ingat Lia Eden? Dia mendakwahkan dirinya sebagai Jibril Ruhul Kudus. Lia, yang mengaku mendapat wahyu dari Allah, pada 25 November 2007, berkirim surat kepada sejumlah pejabat negara. Kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Bagir Manan, Lia berkirim surat yang bernada amarah. ”Akulah Malaikat Jibril sendiri yang akan mencabut nyawamu. Atas Penunjukan Tuhan, kekuatan Kerajaan Tuhan dan kewenangan Mahkamah Agung Tuhan berada di tanganku,” tulis Lia dalam surat berkop ”God’s Kingdom: Tahta Suci Kerajaan Eden”.

Jadi, mungkin hanya ada di Indonesia, ”Malaikat Jibril” berkirim surat lengkap dengan kop surat dan tanda tangannya, serta ”berganti tugas” sebagai ”pencabut nyawa".

Maka, saat ditanya tentang status aliran semacam ini, MUI dengan tegas menyatakan, ”Itu sesat.” Mengaku dan menyebarkan ajaran yang menyatakan bahwa seseorang telah mendapat wahyu dari Malaikat Jibril, apalagi menjadi jelmaan Jibril adalah tindakan munkar yang wajib dicegah dan ditanggulangi. (Kata Nabi saw: ”Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemunkaran, maka ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, ubah dengan lisan. Jika tidak mampu, dengan hati. Dan itulah selemah-lemah iman”).

imageAda sejumlah fatwa yang telah dikeluarkan MUI tentang aliran sesat ini. Ahmadiyah dinyatakan sesat sejak tahun 1980. Pada tahun 2005, keluar juga fatwa MUI yang menyatakan bahwa paham Sekularisme, Pluralisme Agama dan Liberalisme, bertentangan dengan Islam dan haram umat Islam memeluknya. Tugas ulama, sejak dulu, memang memberikan fatwa. Tugas ulama adalah menunjukkan mana yang sesat dan mana yang tidak; mana yang haq dan mana yang bathil.

Tapi, gara-gara menjalankan tugas kenabian, mengelarkan fatwa sesat terhadap kelompok-kelompok seperti Lia Eden, Ahmadiyah, dan sejenisnya, MUI dihujani cacian. Ada yang bilang MUI tolol. Sebuah jurnal keagamaan yang terbit di IAIN Semarang menurunkan laporan utama: ”Majelis Ulama Indonesia Bukan Wakil Tuhan.”. Ada praktisi hukum angkat bicara di sini, ”MUI bisa dijerat KUHP Provokator.” Seorang staf dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dalam wawancaranya dengan jurnal keagamaan ini menyatakan, bahwa:

”MUI kan hanya semacam menjual nama Tuhan saja. Dia seakan-akan mendapatkan legitimasi Tuhan untuk menyatakan sesuatu ini mudharat, sesuatu ini sesat. Padahal, dia sendiri tidak mempunyai kewenangan seperti itu. Kalau persoalan agama, biarkan Tuhan yang menentukan.” Ketika ia ditanya, ”Menurut Anda, Sekarang MUI mau diapakan?” dia jawab: ”Ya paling ideal dibubarkan.” (Jurnal Justisia, edisi 28 Th.XIII, 2005)


Majalah ADIL (edisi 29/II/24 Januari-20 Februari 2008), memuat wawancara dengan Abdurrahman Wahid (AW):

Adil: Apa alasan Gus Dur menyatakan MUI harus dibubarkan?

AW: Karena MUI itu melanggar UUD 1945. Padahal, di dalam UUD itu menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat dan kemerdekaan berbicara..

Adil: Mengapa MUI tidak melakukan peninjauan atas konstitusi yang isinya begitu gamblang itu?

AW: Karena mereka itu goblok. Itu saja. Mestinya mereka mengerti. Mereka hanya melihat Islam itu sebatas institusi saja. Padahal Islam itu adalah ajaran.

Adil: Apa seharusnya sikap MUI terhadap kelompok-kelompok Islam sempalan itu?

AW: Dibiarkan saja. Karena itu sudah jaminan UUD. Harus ingat itu.


Perlu dicatat, bahwa Ketua Umum MUI saat ini adalah K.H. Sahal Mahfudz yang juga Rais Am PBNU. Wakil Ketua Umumnya adalah Din Syamsuddin, yang juga ketua PP Muhammadiyah. Hingga kini, salah satu ketua MUI yang sangat vokal dalam menyuarakan kesesatan Ahmadiyah dan sebagainya adalah KH Ma’ruf Amin yang juga salah satu ulama NU terkemuka.

imageSejak keluarnya fatwa MUI tentang Ahmadiyah dan paham Sepilis tahun 2005, berbagai kelompok juga telah datang ke Komnas HAM, menuntut pembubaran MUI. Salah satunya adalah Kontras, yang kini dikomandani oleh Asmara Nababan. Kelompok-kelompok ini selalu mengusung paham kebebasan beragama. Puncak aksi mereka dalam aksi dukungan terhadap Ahmadiyah dilakukan pada 1 Juni 2008 di kawasan Monas Jakarta, yang kemudian berujung bentrokan dengan massa Islam yang berdemonstrasi di tempat yang sama.

Dasar kaum pemuja kebebasan untuk menghujat MUI adalah HAM dan paham kebebasan. Bagi kaum liberal ini, pasal-pasal dalam HAM dipandang sebagai hal yang suci dan harus diimani dan diaplikasikan. Dalam soal kebebasan beragama, mereka biasanya mengacu pada pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang menyatakan: ”Setiap orang mempunyai hak kebebasan berpendapat, keyakinan dan agama; hak ini termasuk kebebasan untuk mengubah agamanya atau keyakinan, dan kebebasan baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan yang lain dan dalam ruang publik atau privat untuk memanifestasikan agama dan keyakinannya dalam menghargai, memperingati, mempraktekkan dan mengajarkan.

Deklarasi ini sudah ditetapkan sejak tahun 1948. Para pendiri negara Indonesia juga paham akan hal ini. Tetapi, sangatlah naif jika pasal itu kemudian dijadikan dasar pijakan untuk membebaskan seseorang/sekelompok orang membuat tafsir agama tertentu seenaknya sendiri. Khususnya Islam. Sebab, Islam adalah agama wahyu (revealed religion) yang telah sempurna sejak awal (QS 5:3). Umat Islam bersepakat dalam banyak hal, termasuk dalam soal kenabian Muhammad saw sebagai nabi terakhir. Karena itu, sehebat apa pun seorang Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, radhiyallahu ’anhum, mereka tidak terpikir sama sekali untuk mengaku menerima wahyu dari Allah. Bahkan, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq telah bertindak tegas terhadap para nabi palsu dan para pengikutnya.

Ada batas
imageMasalah semacam ini sudah sangat jelas, sebagaimana jelasnya ketentuan Islam, bahwa shalat subuh adalah dua rakaat, zuhur empat rakaat, haji harus dilakukan di Tanah Suci, dan sebagainya. Karena itulah, dunia Islam tidak pernah berbeda dalam soal kenabian. Begitu juga umat Islam di Indonesia. Karena itulah, setiap penafsiran yang menyimpang dari ajaran pokok Islam, bisa dikatakan sebagai bentuk kesesatan. Meskipun bukan negara Islam, tetapi Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk Islam. Keberadaan dan kehormatan agama Islam dijamin oleh negara. Sejak lama pendiri negara ini paham akan hal ini. Bahkan, KUHP pun masih memuat pasal-pasal tentang penodaan agama. UU No 1/PNPS/1965 yang sebelumnya merupakan Penpres No 1/1965 juga ditetapkan untuk menjaga agama-agama yang diakui di Indonesia.

Bangsa mana pun paham, bahwa kebebasan dalam hal apa pun tidak dapat diterapkan tanpa batas. Ada peraturan yang harus ditaati dalam menjalankan kebebasan. Seorang pengendara motor – kaum liberal atau tidak -- tidak bisa berkata kepada polisi, ”Bapak melanggar HAM, karena memaksa saya mengenakan helm. Soal kepala saya mau pecah atau tidak, itu urusan saya. Yang penting saya tidak mengganggu orang lain.

Namun, simaklah, betapa ributnya sebagian kalangan ketika Pemda Sumbar mewajibkan siswi-siswi muslimah mengenakan kerudung di sekolah. Kalangan non-Muslim juga ikut meributkan masalah ini. Ketika ada pemaksaan untuk mengenakan helm oleh polisi mereka tidak protes. Tapi, ketika ada pemaksaan oleh pemeritah untuk mengenakan pakaian yang baik, seperti mengenakan kerudung, maka mereka protes. Padahal, itu sama-sama menyangkut hak pribadinya. Dalam 1 Korintus 11:5-6 dikatakan:

”Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya.”


Orang-orang Barat, meskipun beragama Kristen, tidak mau mewajibkan kerudung. Bahkan, karena pengaruh paham sekularisme, banyak sekolah di Barat – termasuk di Turki – yang melarang siswanya mengenakan kerudung. Untuk itulah mereka kemudian membuat berbagai penafsiran yang ujung-ujungnya menghilangkan kewajiban megenakan kerudung bagi wanita.

Jadi, karena ingin menerapkan paham kebebasan, maka mereka menolak aturan-aturan agama. Konsep kebebasan antara Barat dan Islam sangatlah berbeda. Islam memiliki konsep ”ikhtiyar” yakni, memilih diantara yang baik. Umat Islam tidak bebas memilih yang jahat. Sedangkan Barat tidak punya batasan yang pasti untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Semua diserahkan kepada dinamika sosial. Perbedaan yang mendasar ini akan terus menyebabkan terjadinya ”clash of worldview” dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dua konsep yang kontradiktif ini tidak bisa dipertemukan. Maka seorang harus menentukan, ia memilih konsep yang mana.

imageKaum Muslim yang masih memegang teguh aqidahnya, pasti akan marah membaca novel The Satanic Verses-nya Salman Rushdie. Novel ini sangat biadab; misalnya menggambarkan sebuah komplek pelacuran di zaman jahiliyah yang dihuni para pelacur yang diberi nama istri-istri Nabi Muhammad saw. Bagi Islam, ini penghinaan. Bagi kaum liberal, itu kebebasan berekspresi. Bagi Islam, pemretelan ayat-ayat al-Quran dalam Tadzkirah-nya kaum Ahmadiyah, adalah penghinaan, tapi bagi kaum liberal, itu kebebasan beragama. Berbagai ucapan Mirza Ghulam Ahmad juga bisa dikategorikan sebagai penghinaan dan penodaan terhadap Islam. Sebaliknya, bagi kaum liberal, Ahmadiyah adalah bagian dari ”kebebasan beragama dan berkeyakinan.” Bagi Islam, beraksi porno dalam dunia seni adalah tercela dan dosa. Bagi kaum liberal, itu bagian dari seni dan kebebasan berekspresi, yang harus bebas dari campur tangan agama.

Kaum liberal, sebagaimana orang Barat pada umumnya, menjadikan faktor ”mengganggu orang lain” sebagai batas kebebasan. Seseorang beragama apa pun, berkeyakinan apa pun, berperilaku dan berorientasi seksual apa pun, selama tidak mengganggu orang lain, maka perilaku itu harus dibiarkan, dan negara tidak boleh campur tangan. Bagi kaum liberal, tidak ada bedanya seorang menjadi ateis atau beriman, orang boleh menjadi pelacur, pemabok, menikahi kaum sejenis (homo/lesbi), kawin dengan binatang, dan sebagainya. Yang penting tidak mengganggu orang lain. Maka, dalam sistem politik mereka, suara ulama dengan penjahat sama nilainya.

Bagi kaum pemuja paham kebebasan, pelacur yang taat hukum (tidak berkeliaran di jalan dan ada ijin praktik) bisa dikatakan berjasa bagi kemanusiaan, karena tidak mengganggu orang lain. Bahkan ada yang menganggap berjasa karena menyenangkan orang lain. Tidak heran, jika sejumlah aktivis AKKBB, kini sibuk berkampanye perlunya perkawinan sesama jenis dilegalkan di Indonesia. Dalihnya, juga kebebasan melaksanakan perkawinan tanpa memandang orientasi seksual. Mereka sering merujuk pada Resolusi Majelis Umum 2200A (XXI) tentang Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Maka, tidak heran, jika seorang aktivis liberal seperti Musdah Mulia membuat pernyataan: ”Seorang lesbian yang bertaqwa akan mulia di sisi Allah, saya yakin ini.” Juga, ia katakan, bahwa ”Esensi ajaran agama adalah memanusiakan manusia, menghormati manusia dan memuliakannya. Tidak peduli apa pun ras, suku, warna kulit, jenis kelamin, status sosial dan orientasi seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa pun agamanya.” (Jurnal Perempuan, Maret 2008).

Apakah kaum liberal juga memberi kebebasan kepada orang lain? Tentu tidak! Mereka juga memaksa orang lain untuk menjadi liberal, sekular. Mereka marah ketika ada daerah yang menerapkan syariah. Mungkin, mereka akan sangat tersinggung jika lagu Indonesia Raya dicampur aduk dengan lagu Gundhul-gundhul Pacul. Mereka juga akan marah jika lambang negara RI burung garuda diganti dengan burung emprit. Tapi, anehnya, mereka tidak mau terima jika umat Islam tersinggung karena Nabinya diperhinakan, Al-Quran diacak-acak, dan ajaran Islam dipalsukan.

Untuk semua itu, mereka menuntut umat Islam agar toleran,”dewasa”, dan tidak emosi. ”Demi kebebasan!”, kata mereka.


Logika kelompok liberal seperti Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dalam membela habis-habisan kelompok Ahmadiyah dengan alasan kebebasan beragama dan berkeyakinan sangatlah absurd dan naif. Mereka tidak mau memahami, bahwa soal Ahmadiyah adalah persoalan aqidah. Sebab, Ahmadiyah sendiri juga berdiri atas dasar aqidah Ahmadiyah yang bertumpu pada soal klaim kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Karena memandang semua agama sama posisinya, maka mereka tidak bisa atau tidak mau membedakan mana yang sesat dan mana yang benar. Semuanya, menurut mereka, harus diperlakukan sama.

Cara pandang kaum ”pemuja kebebasan” semacam itulah yang secara diametral bertentangan dengan cara pandang Islam. Islam jelas membedakan antara Mu’min dan kafir, antara yang adil dan fasiq. Masing-masing ada tempatnya sendiri-sendiri. Orang kafir kuburannya dibedakan dari orang Islam. Kaum Muslim diperintahkan, jangan mudah percaya pada berita yang dibawa orang fasiq, seperti orang yang kacau shalat lima waktunya, para pemabok, pezina, pendusta, dan sebagainya. Jadi, dalam pandangan Islam, manusia memang dibedakan berdasarkan takwa nya.

Jadi, itulah cara pandang para pemuja kebebasan. Jika ditelaah, misi mereka sebenarnya adalah ingin mengecilkan arti agama dan menghapus agama dari kehidupan manusia. Mereka maunya manusia bebas dari agama dalam kehidupan. Untuk memahami misi kelompok semacam AKKBB ini, cobalah simak misi dan tujuan kelompok-kelompok persaudaraan lintas-agama seperti Free Mason yang berslogan ”liberty, fraternity, dan egality”, atau kaum Theosofie yang bersemboyan: “There is no religion higher than Truth.” Jadi, kaum seperti ini punya sandar ”kebenaran sendiri” yang mereka klaim berada di atas agama-agama yang ada. [Depok, 13 Juni 2008/www.hidayatullah.com]

Anarki dan Mengisi Kekebalan Tubuh

Oleh : Redaksi 17 Jun, 08 - 2:20 am

imageAssalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pak Ustad, mungkin bukan wewenang pak ustad untuk menjawab namun hanya mohon saran hubungannya dengan akidah. Suasana memanas saat ini setelah insiden Monas kemarin, ada hal yang ganjil di mana 8000 Banser Anshor mengisi tubuh dengan kekebalan guna siap berperang melawan FPI, Astagfirullah. Dilakukan di Musholla, habis berwudhu' lantas dituliskan rajah bahasa arab di punggung, diberi air, doa-doa dan spiritual lainnya hingga mengetes kekebalan.

Bagaimana pandangan Pak Ustad dari sisi akidah Syariah, kenapa kyai-kyai NU tidak bersuara? Mau dibawa ke mana akidah mereka?

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Nazl

Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

imageSedikit mengomentari insiden di Monas kemarin, kami sampaikan bahwa tidak ada pihak yang paling berbahagia saat ini melihat sesama umat Islam saling bermusuhan dan baku hantam, kecuali iblis laknatullahi 'alaihi.

Inilah momen yang paling membahagiakan Iblis yang sejak zaman nabi Adam 'alaihissalam sudah punya dendam kesumat untuk menimbulkan permusuhan di kalangan anak-anak Adam.

Sudah lama iblis merasakan sesak dada karena melihat umat Islam di negeri ini semakin dekat dengan agama. Sudah lama Iblis sakit hati melihat semakin hari semakin banyak saja para wanita di negeri ini yang menutup aurat dan pakai jilbab.

Sudah lama Iblis kecewa melihat begitu banyak pengajian dan majelis taklim menjamur bukan hanya di desa, bahkan di gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, sehingga orang semakin banyak yang mengenal lebih dalam tentang agamanya.

Sudah lama Iblis tidak pernah tersenyum dan bermuka masam, karena selama ini melihat umat Islam dari berbagai elemen bersatu, melepaskan dan melupakan perbedaan yang kerap menghantui mereka.

Namun pada hari-hari belakangan ini, Iblis bisa kembali menari-nari kegirangan, berputar-putar dan memiringkan badannya ke kanan dan ke kiri diiringi musik. Iblis tertawa lebar, hidungnya mekar, dadanya menggelembung bahagia.

Betapa tidak, karena Iblis akhirnya bisa melihat pemandangan yang sudah lama tidak lagi disaksikannya, yaitu ketika anak cucu Adam memukuli saudaranya sendiri, apapun penyebabnya, lalu orang lain yang tidak tahu urusan lantas ikut-ikutan mau membalaskan dendamnya, maka Iblis dan teman-temannya mulai berpesta.

Musik telah dimainkan, batu dan kayu dilemparkan, dendam kesumat diletupkan, permusuhan semakin menjadi-jadi tanpa bisa dizinakkan. Kita jadi teringat pada firman Allah SWT ketika dahulu mengingatkan bahwa Iblis memang memimpikan hal itu.

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu. (QS. Al-Maidah: 91)

Sikap Umat Islam
Sebagai muslim, tentu kita malu kalau harus ikut kejeblos dengan jebakan-jebakan Iblis yang inginnya memperluas permusuhan dan konflik horizontal di tengah umat Islam.

Padahal sesungguhnya akar masalahnya bukan urusan anarki, melainkan urusan penyimpangan akidah Ahmadiyah yang sejak dulu kesesatannya telah disepakati ulama.

Sayangnya begitu banyak di antara kita sendiri yang jadi korban penggiringan opini media massa milik Iblis atau setidaknya yang mendukung Iblis, yang inginnya ada konflik horizontal. Kami yakin sekali bahwa media adalah kekuatan keempat yang amat berpengaruh di dalam suatu negara. Bahkan terkadang jauh lebih kuat dari seorang Presiden sekalipun.

Apalagi kalau media itu membentuk jaringan dan sama-sama menggiring opini sambil terus memanas-manasi publik untuk melakukan character assasination kepada kelompok tertentu. Masih ditambah dengan kekuatan pihak asing (baca: yahudi) yang juga ingin melumat Islam di negeri ini. Wah, ini memang sangat dahsyat.

Buktinya, saudara-saudara kita di daerah yang kurang informasi objektif sampai harus mengisi tubuh dengan ilmu kebal dan makan gotri pakai pisang. Kalau kita tanya, untuk apa melakukan itu, jawabnya tentu bisa beragam. Tetapi yang paling kuat justru untuk melakukan perbuatan yang jauh lebih anarkis. Sayang sekali.

Masyaallah, kalau pun perbuatan FPI itu dianggap anarkis, pertanyaannya adalah: Apakah anarki itu harus selalu dilawan dengan anarki? Apakah 'kezaliman' dihadapi dengan kezaliman juga? Lalu apa bedanya antara kedua belah pihak itu?

Sekarang sekian orang yang bertanggung-jawab dari perbuatan insiden Monas itu sudah ditangkap polisi, atau tepatnya telah menyerahkan diri dengan komitmen dan bertanggung-jawab. Bahkan Habib Rizik pun juga sudah ditangkap. Lalu mau apa lagi?

Apakah kekerasan memang harus selalu melahirkan kekerasan lainnya? Apakah mengisi ilmu kebal dan bermacam persiapan itu untuk melukai sesama anak Adam? Untuk menyakiti lagi umat Muhammad SAW?

Belum puaskah Iblis kita layani dengan hembusan angin nerakanya, sehingga kita harus terus menerus melakukan semua bisikan jahatnya?

Ilmu Kebal Dalam Perspektif Aqidah Islam
imageKami bukan memusuhi orang yang menggunakan ilmu kebal, namun kalau kita kaji lebih dalam di setiap even peperangan yang dijalankan oleh Rasulullah SAW, maka kita lihat bahwa sepanjang sejarah kita tidak menemukan indikasi beliau SAW menggunakannya.

Padahal kalau dipikir-pikir, Rasulullah SAW pernah diminta oleh para jin muslim untuk mengisi pengajian. Bahkan para shahabat sampai kebingungan mencari beliau SAW.

Ketika hari berganti, tiba-tiba Rasulullah SAW muncul lagi dan beliau mengatakan telah diundang oleh sekumpulan jin yang ingin belajar agama Islam.

Kalau kita pikir secara logika, mengapa beliau SAW tidak minta bantuan jin untuk mengisi para shahabat dengan ilmu kebal sehingga tidak mempan dibacok atau disabet dengan pedang? Mengapa para jin itu tidak ikut perang melawan para kafir Jahiliyah di Medan Badar, Uhud, Khandak dan lainnya?

Jawabnya ada di masa Nabi Sulaiman 'alaihissalam. Beliau adalah nabi terakhir yang diberi kekuasaan dan wewenang untuk memanfaakan bangsa jin oleh Allah SWT. Sepeninggal beliau, para nabi yang lain tidak diberikan wewenang itu. Mereka diminta berjuang di jalan Allah dengan segala resiko fisik.

Maka Nabi Zakaria pun harus mati di gergaji oleh kaumnya yang membangkang. Padahal kalau memang dibolehkan, seharusnya Nabi Zakaria pun minta bantuan jin untuk diberi ilmu kebal agar tidak mempan dibacok.

Seandainya meminta bantuan jin dan mengisi raga dengan ilmu kebal itu dibenarkan secara aqidah, seharusnya Rasulullah SAW tidak perlu patah giginya dan hancur mukanya saat dilempari batu di Thaif. Dan semua peperangan selama 23 tahun di zaman kenabian itu tidak perlu menghasilkan sejumlah syuhada'.

Namun karena aqidah Islam melarang kita meminta bantuan kepada jin, meskipun jin muslim sekali pun, maka kita tidak pernah melihat para mujahidin sepanjang zaman yang pakai ilmu kebal.

Kalau pun ada pertolongan dari Allah, maka pertolongan itu turun dengan sendirinya. Itu adalah karamah yang Allah berikan kepada siapa saja dari para hambanya yang shalih, yaitu yang beraqidah benar, menjalankan hukum halal dan haram secara benar, dan juga selalu menghindari diri dari dosa, kebencian, kebengisan dan dendam.

Para mujahidin sepanjang zaman tidak menang berjihad melawan orang kafir karena ilmu kebal, atau karena diisi dengan amalan tertentu, atau karena dirajah atau diberikan amalan tertentu. Mereka menang karena semata pertolongan Allah. Karena yang mereka lawan adalah orang kafir, bukan sesama umat Islam sendiri.

Karena yang mereka tegakkan adalah kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, bukan kepentingan sesaat, bukan dendam yang tidak jelas, juga bukan kepentingan dan agenda orang-orang di belakang layar.

Itulah jihad yang dilakukan para mujahidin di masa lalu, dan itulah yang dilakukan oleh para pahlawan di negeri kita sendiri. Dengan cara itulah kita melawan Belanda dan Jepang di masa lalu. Jihad kita bukan untuk memukuli sesama muslim karena berbagai persoalan yang tidak jelas, hanya karena dipanasi oleh media yang sangat berat sebelah.

Semoga Allah SWT melindungi kita dari beragam jebakan Iblis yang inginnya kita selalu berseteru dengan sesama muslim. Semoga Allah memadamkan tipu daya Iblis dan memenangkan agama-Nya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Ahmad Sarwat, Lc

16 June 2008

Biang Rusuh Monas ! Wanted, Die Or Live!

Oleh : Redaksi 14 Jun 2008 - 3:30 pm


Proses Hukum Diskriminatif, Habib Rizieq Syihab Cabut BAP

Kasus rusuh Monas, Ahad (1/6) lalu masih menyisakan banyak pertanyaan. Berbagai media massa sekuler, baik itu media cetak maupun teve, tidak lagi terlihat getol memberitakannya. Ini disebabkan pemerintah akhirnya mengeluarkan SKB Tiga Menteri yang memerintahkan agar kelompok sesat Ahmadiyah berhenti melakukan semua kegiatannya (9/6).

Tudingan biang keladi rusuh Monas yang tadinya banyak diarahkan ke FPI pun kini sudah tidak lagi demikian. Banyak tokoh masyarakat maupun pejabat negara yang berbalik menuding AKKBB sebagai pihak yang harus bertanggungjawab. Kapolri Jenderal Soetanto sendiri dalam sebuah kesempatan di depan anggota DPR menyatakan dengan tegas jika rusuh Monas bisa terjadi karena ulah AKKBB sendiri yang menyalahi janji tentang rute aksi demo dan melakukan provokasi kepada massa umat Islam di Monas. “AKKBB sendiri yang cari-cari masalah!” tandas Kapolri (12/6).

Hanya saja, pengusutan atas kasus rusuh Monas yang dilakukan oleh pihak kepolisian terasa sekali berat sebelah alias tidak memenuhi asas keadilan. Ketua FPI Habib Rizieq yang tidak tahu apa-apa, tidak berada di TKP dan tidak memerintahkan penyerangan, ditangkap dan ditahan. Namun tokoh-tokoh AKKBB sampai hari ini masih saja bebas melenggang dalam kebebasan. Jika polisi adil tentu tokoh-tokoh AKKBB juga harus diseret dan dipenjarakan seperti Habib Rizieq. Apalagi organisasi bernama AKKBB merupakan organisasi yang tidak tercatat keberadaannya di Departemen Dalam Negeri alias organisasi ilegal.

Salah satu yang harusnya ditelusuri pihak kepolisian dalam kasus rusuh Monas adalah seorang pria berkostum AKKBB, berada di tengah-tengah massa AKKBB, yang membawa-bawa senjata api dalam aksi unjuk rasa tersebut. Lelaki ini harus dikejar, dijadikan buronan (DPO), dicekal tidak boleh keluar negeri, untuk diseret ke proses hukum karena melakukan perbuatan yang jelas-jelas melanggar hukum.

Beberapa hari lalu, dalam milis-milis di dunia maya, foto lelaki tersebut beredar. Wajahnya jelas dan pistol yang dibawanya pun jelas. Dengan bekal ini seharusnya polisi mampu mengejarnya. Jika perlu polisi harus menyebarkan gambar tersebut, menggambar ulang wajah tersebut dan menyebarkannya ke semua tempat-tempat umum di Indonesia. Gambar-gambar ini harus ditempel di stasiun kereta api, bandara udara, terminal, halte bus, rumah-rumah makan, pelabuhan, kantor-kantor, pangkalan ojek, dan sebagainya.

Agar lebih mudah, harusnya polisi menyeret dahulu tokoh-tokoh AKKBB untuk bertanggungjawab atas aksi demonya kemarin tersebut, sama seperti cara pengusutan polisi terhadap tersangka kasus terorisme. Karena orang yang bawa-bawa senjata api dalam aksi demo yang diklaimnya “aksi damai” sama saja dengan teroris yang berbahaya. Kita tunggu saja polisi mengejarnya, atau jika perlu, umat Islam akan mencarinya sendiri? Die or Live. (rz/eramuslim)

Wanted, Die Or Live!


Proses Hukum Diskriminatif, Habib Rizieq Syihab Cabut BAP

Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab menilai proses hukum insiden Monas sangat diskriminatif.

Selama ini pihak kepolisian hanya mengejar para anggota FPI yang diduga ikut melakukan tindak kekerasan terhadap kelompok AKKBB, tapi mengabaikan pelanggaran-pelanggaran yang juga dilakukan kelompok AKKBB.

Selain itu Habib Rizieq juga menyatakan bahwa penahanan terhadap dirinya tidak fair dan tidak memenuhi rasa keadilan. Untuk itu, ia menyatakan akan mencabut seluruh isi BAP yang telah ditandatanganinya.

Hal itu ditegaskan dalam Surat Pernyataan Habib Rizieq tertanggal 10 Juni 2008. Berikut salinannya Surat Pernyataan Habib Rizieq yang didapat Eramuslim.

Surat Pernyataan

Saya, Hb. Muhammad Rizieq Syihab dengan ini menyatakan KEBERATAN untuk memberi keterangan tambahan bahkan saya MENCABUT seluruh isi BAP yang sudah saya tandatangani sebelumnya, dengan alasan:

  1. Proses Hukum terhadap diri saya dan para aktivis FPI berlangsung tidak fair, tidak transparan dan tidak memenuhi rasa keadilan.


  2. Penahanan terhadap diri saya adalah KEZALIMAN, karena saya selama ini sudah sangat kooperatif dengan kepolisian, antara lain;


    1. Saya ikut mencari Munarman dan tersangka lainnya.

    2. Saya datang ke Polda Metro Jaya dengan kesadaran sendiri, tanpa PANGGILAN apalagi PENANGKAPAN.

    3. Saya ikut membantu kelancaran tugas kepolisian dengan meminta semua aktivis FPI agar tidak menghalangi polisi dalam menggeledah, memeriksa dan menangkap.

    4. Saya telah memberi keterangan yang diperlukan dalam BAP yang sudah saya tandatangani.

  3. Tuduhan terhadap diri saya adalah MENGADA-ADA karena tidak ada yang memenuhi unsur, antara lain;

    1. uduhan Pasal 170 junto 55, padahal saya tidak ada di lokasi kejadian dan tidak pernah menyuruh, dan tidak ada satu pun bukti atau saksi yang menyatakan seperti itu.

    2. Tuduhan Pasal 156, padahal pernyataan saya tentang KESESATAN AHMADIYAH sesuai dengan ajaran AL-QUR'AN dan AL-HADIST serta sejalan dengan fatwa MUI, bahkan merupakan penegakan Perpres No.1 tahun 1965 dan KUHP Pasal 156a tentang PENISTAAN AGAMA.

    3. Tuduhan Pasal 221, padahal saya tidak pernah menyembunyikan siapa pun.

    4. Tuduhan Pasal 351, padahal saya tidak pernah merusak apa pun dan menganiaya siapa pun, karena memang saya tidak ada di tempat kejadian.

  4. Proses hukum INSIDEN MONAS sangat DISKRIMINATIF, buktinya;

    1. Kepolisian sangat sigap dan cepat mencari, menggeledah, menangkap dan memeriksa para tersangka dari FPI, bahkan hingga hari ini penggeledahan rumah-rumah aktivis FPI masih berlanjut.

    2. Dalam pemeriksaan, pihak kepolisian selalu mengarahkan para tersangka sebagai ANGGOTA FPI, padahal saat insiden Monas mereka sebagai anggota KOMANDO LASKAR ISLAM (KLI), sesuai pengakuan mereka sendiri dan PENGAKUAN PANGLIMANYA.

    3. 7 (tujuh) anggota KLI yang ditahan telah dengan sengaja diperiksa sebagai saksi saya tanpa didampingi PENGACARA, dan mereka ditekan serta diarahkan oleh penyidik untuk MENJERAT saya, sesuai dengan pengakuan mereka kepada saya usai diperiksa.

    4. Laporan FPI terhadap AKKBB tidak ditangani sebagaimana mestinya, bahkan PELAPOR yang kami ajukan diperlakukan sebagai TERSANGKA, sehingga mmebuat para saksi tidak berani memberi keterangan.

    5. Tindakan AKKBB memasang iklan di koran, melakukan aksi tanpa izin, membuat provokasi dan menggunakan senjata api, sebenarnya sudah cukup menjadi alasan untuk memeriksa mereka. Apalagi kami telah memberikan daftar 289 nama aktivis AKKBB beserta rekaman video SENJATA API kepada Polda Metro Jaya saat pelaporan.

  5. Demikianlah Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, secara sadar dan tanpa paksaan atau pengaruh pihak mana pun. Dan saya berterimakasih kepada para penyidik saya yang selama ini telah memperlakukan saya dengan baik, sopan, ramah dan manusiawi. Karenanya, saya tidak punya persoalan apa pun dengan mereka.

    Jakarta, 10 Juni, 2008
    Hb. Moh. Rizieq Syihab.

    Lampiran Surat Pernyataan Habib Rizieq Syihab;
    foto eramuslim :
    surat-pernyataan-1.jpg - surat-pernyataan-2.jpg - surat-pernyataan-3.jpg

Translate it by Google Translator