30 July 2011

Perubahan Perilaku Jason Perez Membuat 55 Orang Terdekatnya Ikut Menganut Islam


Perubahan Perilaku Jason Perez Membuat 55 Orang Terdekatnya Ikut Menganut Islam
Jason Perez

Sabtu, 30 Juli 2011 14:15 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Tayangan The New Muslim Cool sangat menyentuh publik Amerika Serikat. Di dalamnya berisi tentang pengalaman rohani salah satu rapper negeri itu, Jason Perez - namanya menjadi Hamza Perez setelah masuk Islam dan pandangannya tentang agama.

Ada satu kutipan satir tapi membuat publik terhenyak tentang betapa SARA di AS mulai memprihatinkan adalah, "Anda seorang ayah tunggal, sekarang Anda menikah lagi, jadi Anda seorang pria yang sudah menikah, Anda muslim, Anda orang Amerika, Anda Puerto Rika, kau dari the hood, Anda seorang seniman, Anda rapper ... terdengar seperti mimpi terburuk Amerika!"

Berikut ini wawancara islamicbulletin.com dengan Jason:

Islamicbulletin: Bisakah Anda ceritakan sedikit tentang diri Anda?

Jason: Saya lahir di Brooklyn, NY. Saya dibesarkan di sebuah proyek perumahan di seberang jalan masjid. Ibu saya membesarkan saya di sana. Setelah saya besar, kami pindah ke Puerto Rico, dan setelah itu kami pindah bolak-balik antara Massachusetts dan Puerto Rico.

IB: Dapatkah Anda menceritakan sedikit tentang pendidikan agama Anda?

J: Ya, ibu saya Katolik. Tapi, nenek saya di Puerto Rico adalah Pembaptis. Selama sekolah, saya selalu di sekolah Katolik.

IB: Bagaimana Anda bisa berpindah menjadi Muslim?

J: Saya memiliki seorang teman bernama Louie Ekuador. Kami tumbuh bersama, dan kemudian kami terlibat dalam penjualan narkoba bersama-sama. Saya adalah pencari kebahagiaan sebagai orang muda, tetapi saya tidak pernah menemukannya. Saya mencoba kehidupan jalanan dan obat-obatan tapi itu hanya membuat saya lebih tertekan. Meskipun kita menghasilkan uang, tidak memberi kita rasa atau kepuasan kebahagiaan. Suatu hari, ia berjalan dengan masjid, dan dia duduk di tangga. Seorang Muslim mendekatinya dan bertanya apa yang dia lakukan di sana dan mulai berbicara kepadanya tentang Islam. Dan dia akhirnya menjadi seorang Muslim. Kami tahu masjid ini karena kami dibesarkan di jalan, tapi, kami tak pernah tahu tentang Muslim dan ajarannya. Satu-satunya hal yang kita tahu tentang mereka adalah bahwa mereka membunuh kambing. Jadi, dalam masyarakat, masjid mereka lebih dikenal sebagai tempat dimana kambing dibunuh. Jadi kita akrab dengan gedung tetapi tidak benar-benar tahu tentang apa yang terjadi di dalamnya. Louise berakhir menjadi Muslim dan sempat menghilang selama 40 hari. Dia pergi dengan Jamaah Tabligh (komunitas guru Islam) menyebarkan Islam.

Namanya pun berubah, menjadi Lukman. Suatu hari Lukman datang berpakaian serba putih dengan seorang syekh bernama Iqbal. Kami sedang bermain dadu, minum, dan merokok saat itu. Tiba-tiba aku melihat sisi berbeda darinya. Ia terlihat lebih bercahaya. Saya bisa melihat perubahan dalam dirinya. Saya pikir, sesuatu yang serius telah terjadi dalam hidupnya. Jadi, saya meninggalkan orang lain yang minum dan merokok dan berjalan ke arah mereka. JDi sana, syekh bertanya apakah aku percaya bahwa hanya ada satu Allah. Aku berkata, "Ya." Dan kemudian dia bertanya apakah saya percaya pada Nabi Muhammad. Terus terang, saya tak pernah tahu tentang Muhammad SAW, tapi saya melihat cahaya dalam karakter dan wajah Luqman teman saya, jadi saya percaya. Saat itu juga saya minta dituntun mengucapkan syahadat, di pinggir jalan. Adik saya yang menyaksikan, ikut pula bersyahadat.

IB: Bagaimana orangtua Anda bereaksi terhadap Anda yang menerima Islam?

J: Keluarga saya awalnya kesal. Tetapi setelah mendapatkan kami bebas dari narkoba dan jauh dari kegiatan berbahaya lainnya, mereka menyukainya. Ibu saya sangat mendukungnya. Dia pikir itu sangat positif. Saya pun menjadi lebih peduli padanya;  Saya  membantu dalam urusan rumah tangga, dan melakukan apapun yang dimintanya. Dulu sebelum menjadi Muslim, saya tak pernah peduli padanya. Perubahan dalam diri saya membuat kakak saya menjadi Muslim juga. Kemudian salah satu teman saya menjadi Muslim. Lebih dari 55 orang yang kita kenal menjadi Muslim. Kami kembali ke tempat yang sama kita gunakan untuk menjual obat-obatan dan memasang tanda yang mengatakan, "Heroin membunuh kamu dan Allah menyelamatkan Anda!" Jadi, Anda tahu, banyak dari mereka dipengaruhi oleh Lukman. Termasuk saya.

T: Apakah Anda pernah menemukan masalah dengan penerimaan Islam Anda?

J: Pada awalnya, karena saya merek baru Muslim, saya pikir saya harus mendengarkan setiap apa yang dikatakan seorang Muslim. Saya benar-benar tidak ada arah. Beberapa orang mengajarkan saya untuk melihat Muslim lain dan mengkritik umat Islam lain yang berjanggut panjang dan 'pakaian aneh' mereka. Sampai kemudian di satu titik: mengkritik orang menjadi lebih sering sementara mengingat Allah menjadi sedikit. Aku mulai kehilangan rasa manis yang saya alami ketika saya pertama kali menjadi Muslim. Kemudian saya melewati sebuah transformasi besar; hanya melihat kesalahan diri dan bukan kesalahan orang.

IB: Apakah Anda melihat kesamaan antara Islam dan agama-agama lain?

J: Ya, tentu saja. Ini semua terhubung. Saya tahu siapa Yesus, saya melihat gambar yang dikaitkan dengannya, tapi saya tidak benar-benar tahu tentang Yesus selain Natal, dan ayat-ayat yang kita baca diarahkan kepada kita oleh para imam dan pendeta. Kadang-kadang saya merasa kini saya menjadi pengikut Kristus dengan cara yang lebih baik setelah saya menjadi Muslim. Isa adalah Nabi-nya, bukan Tuhan.

T: Apa dampak yang Islam telah pada kehidupan Anda?

J: Islam telah membuka mata saya untuk kesalahan saya sendiri. Sebelumnya, saya punya hal yang disebut nafs. Saya tidak tahu tentang nafs. Islam membuat saya sadar bahwa, di jalanan, Anda selalu mencari musuh. Dan Islam mengajarkan saya bahwa, dalam rangka untuk menemukan musuh saya, saya harus melihat di cermin. Musuh saya adalah diri saya sendiri; nafsu saya.

Redaktur:
Siwi Tri Puji B
Sumber: islamicbulletin.com, new muslim

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/07/30/lp4xha-perubahan-perilaku-jason-perez-membuat-55-orang-terdekatnya-ikut-menganut-islam

28 July 2011

Saat Bertugas di Perang Teluk, Abdal Malik Rezeski Terkesan Kesalehan dan Sikap Rendah Hati Muslim

Saat Bertugas di Perang Teluk, Abdal Malik Rezeski Terkesan Kesalehan dan Sikap Rendah Hati Muslim
Abdal Malik Rezeksi

Kamis, 28 Juli 2011 13:07 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Ia adalah warga New York kelas menengah sekaligus perwira dalam Angkatan Darat Amerika Serikat (AS). Pada 1991 ia dengan senang hati bergabung melayani negara dalam tugas di Perang Teluk I.

Tahun berikut ia dikirim ke Pakistan, dimana ia bertemu orang saleh dan terkesan dengan mereka. "Mereka baik, orang-orang rendah hati yang mencoba menjalankan ibadah dengan taat," tuturnya.

Ia mulai belajar Islam pertama karena didorong oleh rasa ingin tahu, lalu keluar dari keyakinan. Tepat di akhir tahun, ia menjadi seorang Muslim.

"Ayah saya seorang Yahudi, ibu saya Kristiani," tutur Abdal Malik Rezeski yang tinggal di Dallas. "Islam adalah agama pertama yang masuk akal bagi saya."

Islam adalah salah satu agama yang tumbuh cepat di Amerika. Salah satu penyebab adalah pertambahan imigran dan angka kelahiran yang tinggi di kalangan mereka. Namun seiring waktu, justru lebih banyak warga asli Amerika yang beralih ke Islam.

Mereka tertarik dengan aturan moral ketat yang diusung Islam, sistem keyakinan yang sebenarnya serupa dengan Yudaisme dan Nasrani. Kemiripan itu, menurut ulama, memudahkan langkah-langkah untuk mempraktekan dan beralih ke Islam.

"Pesan langsung mengenai Tuhan, jauh lebih mudah dipahami ketimbang konsep Trinitas, ujar Jane Smith, seorang pakar studi Islam di Hartford Seminary.

Mayoritas warga Amerika yan beralih, 64  persen adalah Afrika-Amerika, demikian menurut The Mosque Report, sebuah kajian nasional yang dilakukan empat organisasi Muslim. Salah satunya adalah Share Muhammed, 48, yang sejak kecil rajin mendatangi gereja kulit hitam.

"Yang langsung menarik perhatian saya dari Islam adalah saya tidak melihat rasisme," ujarnya. Di masjid, wanita itu mengaku bertemu dengan banyak imigran dari penjuru dunia dan kemajemukan Amerika.

Sekitar 6 juta Muslim tinggal Amerika Serikat. The Mosque Report memperkirakan sekitar 30 persen jamaah adalah mualaf.

Namun tak seorang pun tak pasti berapa mualaf di sana karena Muslim tidak mencatat informasi itu. Mereka mengatakan hal itu juga cukup sulit karena orang kerap beralih memeluk Islam tanpa keterlibatan masjid.

"Bagi Muslim, itu adalah antara diri anda dan Tuhan," ujar seorang pakar sosiologi agama, Dr. Behrooz Ghamari-Tabrizi, di Georgia State University. "Sementara dalam Yahudi dan Kristen, anda harus mengikuti ritual formal."

Seperti yang dialami Rezeksi, di hari ia memutuskan memeluk Islam, ia mencari teman-teman Pakistannya. Dengan keberadaan mereka ia mengucapkan dua kalimat syahadt. "Tiada Tuhan selain Allah (swt) dan Muhammad adalah rasul-Nya."

Begitu mengkaji Al Qur'an, kitab suci Muslim, ia mengaku kian tertarik lebih dalam dengan agama tersebut.

"Dengan Islam saya bisa melihat ramuan bagaimana agar berhasil menjalani kehidupan saat ini dan kehidupan masa nanti." ujarnya. "Tidak hanya panduan praktikal mengenai perceraian dan bagaimana memperlakukan anak yatim, tetapi juga petunjuk spiritual yang memaparkan apa Tuhan itu dan bagaimana kita seharusnya berhubungan dengan-Nya."

Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Dallasnews.com

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/07/28/lp14zv-saat-bertugas-di-perang-teluk-abdal-malik-rezeski-terkesan-kesalehan-dan-sikap-rendah-hati-muslim

27 July 2011

Tak Sakit Hati Sempat Dicurigai Jadi Pelaku Peledakan, Umat Muslim Norwegia Ikuti Acara Perkabungan Nasional


Tak Sakit Hati Sempat Dicurigai Jadi Pelaku Peledakan, Umat Muslim Norwegia Ikuti Acara Perkabungan Nasional
Menteri Luar Negeri Norwegia, Jonas Gahr Store memberikan kata sambutan dalam acara doa bersama bagi korban penembakan di masjid Oslo


Rabu, 27 Juli 2011 12:15 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, OSLO - Mereka berbaur. Seorang pria berambut pirang, tiba-tiba mendatangi Iman al-Kofi, wanita kelahiran Irak yang sehari-hari mengenakan cadar, dan memeluknya. Keduanya sesenggukan, menangis.

Kofi ada di lautan manusia warga Oslo yang melakukan upacara berkabung bagi para korban tewas penembakan brutal di Pulau Utoya.

Kofi, yang  temannya kini ada dalam perawatan intensif dengan tiga lubang bekas peluru di tubuhnya, sempat menjadi 'tersangka' saat bom meledak di oslo. Saat itu, media mulai mengarahkan telunjuknya pada kaum Muslim sebagai pelaku peledakan. Ia ditatap dengan pandangan curiga oleh para tetangganya.

Dalam pembantaian Jumat, satu orang kerabatnya turut menjadi korban.

Sama dengan Kofi, imigran Muslim lainnya mengatakan mereka telah diperlakukan sama saat bom mengguncang Oslo. Namun begitu diketahui pelakunya adalah seorang Kristen fanatik ultra kanan, Anders Breivik Behring, perlakuan berubah 180 derajat.

"Jika itu adalah Muslim, mereka akan menyalahkan semua orang asing dan membenci kita semua," kata salah seorang imigran asal Asia, menambahkan bahwa ia datang ke jantung kota Oslo untuk berduka dengan puluhan ribu orang lainnya.

Muslim di Norwegia mengatakan mereka berbagi rasa sakit dengan rekan-rekan Kristen mereka setelah pembantaian itu, di mana Breivik menembak mati puluhan pemuda, terutama remaja, di sebuah pulau liburan dan membom sebuah gedung pemerintah Oslo, menewaskan total 93 orang.

Norwegia dari semua latar belakang bersatu untuk mengutuk tindakan itu. Pemimpin Muslim mengatakan mereka berharap ke depan Norwegia akan memiliki kondisi yang lebih baik untuk hubungan antar ras.

Muslim mengatakan bahwa mereka merasa lega bahwa pasang naik sentimen anti-imigran dan anti-Muslim di Eropa tidak diberi momentum baru.

"Kami seolah berkata 'Puji Tuhan itu bukan seorang Muslim'," kata imigran asal Aljazair, Tariq Mahmoud, 23, yang berada di sebuah masjid di Oslo ketika jendela masjid tiba-tiba terbuka dengan keras terimbas daya ledak bom  Breivik.

"Tentu saja kami takut. Kami pikir mereka akan menekan kami," kata Khaled Mohammed, teman Tariq.

Seorang imam di Norwegia menyatakan ada angin baru dalam hubungan antar etnis di negara itu setelah kejadian itu. "Saya memiliki harapan besar bahwa ini akan mengubah Norwegia pada arah yang positif. Setiap orang bersatu, terlepas dari warna, latar belakang budaya, etnisitas. Kita semua terpengaruh, kita semua terluka," kata Najeeb Naz Ur Rehman, seorang imam terkemuka yang berbasis di Norwegia.

Menteri Luar Negeri Jonas Gahr Store memuji masjid-masjid di oslo yang melakukan doa bersama bagi para korban serangan. Ia bahkan menghadiri upacara di sebuah masjid bagi korban berondongan peluru  Breivik.

Redaktur:
Siwi Tri Puji B
Sumber: Reuters

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/07/27/loz7xa-tak-sakit-hati-sempat-dicurigai-jadi-pelaku-peledakan-umat-muslim-norwegia-ikuti-acara-perkabungan-nasional

Berhasil Atasi Prasangka Buruk, Richard Beuchamp Total Menerima Islam

Berhasil Atasi Prasangka Buruk, Richard Beuchamp Total Menerima Islam
Ilustrasi

Rabu, 27 Juli 2011 12:39 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Richard Beauchamp duduk di area parkir memandng para Muslim keluar Masuk. Ia tak pernah sekalipun memasuki masjid dan ia gugup

Begitu berhasil mengumpulkan keberanian untuk masuk, ia disambut hangat. Lelaki itu mengaku dibesarkan dalam tradisi Baptis, namun ia sangat tertarik Islam.

"Mereka luar biasa baik," ujar Beauchamp, 36 tahun, warga asal Irving. "Mudah sekali untuk kembali datang ke sana," tuturnya.

Pada kunjungan berikut bertepatan dengan pelaksanaan shalat Jumat. Beuchamp tidak tahu sama sekali cara Muslim beribadah. Ia pun hanya duduk dan melihat. Hampir semua pria berdiri di lantai. "Kursi hanya digunakan untuk orang tua yang tak sanggup berdiri." ungkapnya. "Saat itu saya larut dalam doa sehingga hampir tidak memperhatikan sekitar."

Apa yang membuat ia tertarik kepada Islam. Rupanya saat usia muda, Beuchamp sudah kecewa dengan Kristen. Ia tidak memahami bagaimana Kristiani meyakini satu Tuhan dan Trinitas sekaligus bersamaan.

Perjalanannya menuju Islam adalah pencarian seorang diri, sesuatu yang umum terjadi pada warga Amerika yang beralih ke Muslim. Ia menemukan Islam lewat buku bahkan sebelum bertemu dan menjalin hubungan dengan seorang Muslim.

Dalam kunjungan rutin ke masjid selama satu tahun, ia meyakini telah menemukan rumah spritual di dalam Islam. Namun Beuchamp menyadari menjadi Muslim berarti mengubah total seluruh gaya hidupnya.

"Saya saat itu memiliki gaya hidup seperti warga Amerika lain berusia 20-an," tuturnya. "Saya keluar ke club malam, minum dan bergaul bebas dengan para wanita. Sebagai muslim kini saya tak bisa lagi bebas bergaul dan bepergian seenaknya dengan teman wanita. Yang pasti saya tak bisa minum lagi."

Saat beralih, ia mendapati respon temannya ternyata jauh lebih keras ketimbang tanggapan kedua orangtuanya. "Gaya hidup saya berubah banyak dan sulit bagi teman saya untuk menerima," ujarnya. "Namun ketika saya membaca tulisan teman-teman Muslim lain, justru kian sulit untuk menengok kebelakang," tuturnya.

Tak dipungkiri oleh Beuchamp, saat tumbuh besar ia memiliki pandangan kelam tentang Muslim. Itu pun sedikit menghambat peralihannya. Cerita-cerita mengenai revolusi Iran, kekerasan dan penangkapan warga Amerika sebagai sandera yang kadang dibunuh di Timur-Tengah membuat ia curiga.

"Benar-benar perjuangan untuk mengatasi prasangka yang telah saya miliki" ungkapnya. Namun pengalaman pertama berkunjung ke masjid langsung mendobrak semua pandangan negatif tadi. "Say menyaksikan orang-orang yang begitu beriman, tulus dan penuh kasih sayang." tuturnya.

Pada 2006, Beucham pergi ke Indonesia untuk menikahi seorang wanita. Ia mengenalnya lewat sebuah situs kontak jodoh di Internet. "Ia wanita yang baik dan taat," ujarnya.

Ia berkorespondensi lewat internet dengan wanita itu selama enam bulan lalu terbang ke Indonesia untuk bertemu dengannya dan keluarganya. Ia berada di Indonesia ketika serangan 11 September terhadap menara kembar WTC dan pentagon terjadi.

"Banyak warga Amerika seketika itu memiliki pandangan distorsi terhadap Islam." ujarnya. "Itu sungguh melukai hati saya karena Islam telah membawa rasa damai dan tujuan hidup yang sebelumnya tak pernah saya miliki,"

Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Dallasnews.com

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/07/27/loz91w-berhasil-atasi-prasangka-buruk-richard-beuchamp-total-menerima-islam

21 July 2011

Domenyk Eades: Terpesona Gerakan Sujud

Perjalanan Domenyk Eades: Terpesona Gerakan Sujud
Domenyk Eades

Selasa, 12 Juli 2011 17:05 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Lewat sebuah strategi gerak cepat, pada 2 Agustus 1990, pasukan tentara Irak berhasil mencaplok Kuwait. Lima hari setelah invasi itu, Arab Saudi meminta bantuan kepada Amerika Serikat (AS). Invasi Irak ke negeri petrodolar itu pun melahirkan Perang Teluk ketika pasukan Paman Sam menggelar Operasi Badai Gurun pada 17 Januari 1991.

Perang Teluk telah membetot perhatian masyarakat dunia ketika itu. Tak terkecuali seorang remaja yang ketika itu berusia 17 tahun, Domenyk Eades. Pria yang tumbuh besar di Australia itu kerap menyaksikan dan membaca berita-berita tentang Perang Teluk dari media massa. Ketika mengikuti isu Timur Tengah itulah, ia tertarik untuk mempelajari Islam.
Islam Telah Membuatnya Menjadi Seseorang yang Lebih Baik dan Membimbingnya untuk Membuat Lingkungan Sebagai Tempat yang Lebih Baik
Hidayah Allah SWT mulai menerangi hatinya. Domenyk pun mulai tertarik untuk mempelajari Islam. "Saya ingin melihat sendiri bagaimana sebenarnya Islam itu dan mengapa Islam sangat penting bagi banyak orang di dunia," ujarnya kepada Republika. Untuk mengenal Islam, ia pun pergi ke toko buku dan membeli Alquran yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Selama tiga hari, Domenyk membaca kitab suci umat Islam itu dengan hati-hati. "Itu merupakan sebuah pengalaman yang luar biasa," ungkapnya. Ia pun mulai membandingkan isi Alquran dengan Injil. Menurutnya, banyak karakter dan cerita di dalam Alquran yang juga terdapat di dalam Injil.

Namun, menurut Domenyk, ada sederet hal yang tercantum dalam Injil yang tidak bisa dimengerti. Ia pun mencoba untuk mempelajari Islam lebih dalam lagi. Ketika itu, ia mengaku belum serius untuk menjadi seorang Muslim. "Saya memercayai keberadaan Tuhan dan saya rasa itu cukup," kenangnya.

Domenyk Eades terlahir sebagai seorang Kristiani. Ia mengaku baru mengenal Islam setelah remaja. Ketika masih belia, ia sedikit mengetahui Islam dari beberapa Muslim yang ditemuinya. Namun, mereka pun memiliki pengertian yang sederhana tentang Islam. Ia menyadari banyak kesamaan yang ditemukan antara Kristen dan Islam.

"Keduanya sama-sama memercayai Tuhan dan adanya surga dan neraka," tuturnya. Meski begitu, ia lebih banyak mengetahui hal-hal negatif tentang Islam dari tayangan televisi yang ditonton dan koran yang dibacanya. Meski tumbuh besar sebagai Kristiani yang cukup taat, Domenyk selalu menghormati orang-orang yang berbeda keyakinan dengannya.

Ia selalu merasa yakin, sangatlah penting bagi seseorang untuk mengikuti sebuah prinsip yang memandu mereka dalam kehidupan. Karena itulah, ia juga sangat meyakini akan keberadaan Tuhan. Domenyk mengetahui bahwa seorang Muslim harus menjalankan perintah agama dan menjalankan ibadah wajib lima kali sehari.

Awalnya, menurut dia, hal itu tampak sangat mengikat dan membatasi. "Seseorang yang berusia 18 tahun tidak suka dibatasi dan diatur," ucapnya. Meski begitu, ia terus membaca dan mempelajari Islam. Domenyk mulai menyadari bahwa Islam tidaklah bermaksud mempersulit hidup umatnya, tetapi justru sebaliknya.

Perlahan tapi pasti, ia mempelajari Islam dan cara membangun hubungan yang kuat dengan Allah SWT. Ia juga mempelajari shalat lima waktu dan berpuasa yang mengubah seseorang dari dalam dan membuatnya menjadi orang yang lebih baik. Ia mengaku, membutuhkan banyak waktu untuk mengerti dengan benar mengenai pelajaran itu.

Hidayah kian menerangi kalbunya. Domenyk mulai melihat pesan positif yang disampaikan Islam sehingga agama yang disebarkan Nabi Muhammad SAW tersebut tak lagi menjadi agama yang asing baginya. Ia mengaku sangat tertarik dengan Islam karena pesan yang dibawa Alquran sangat jelas dan logis.

Ia sangat menyukai bagaimana Alquran memberikan petunjuk untuk hidup yang baik dan bagaimana Islam memberikan pesan yang sangat jelas tentang kesetaraan di antara seluruh umat manusia. "Saya rasa apabila orang-orang benarbenar mengerti tentang Islam, mereka akan melihat bahwa setiap manusia merupakan ciptaan Tuhan dan itu sangatlah berharga," paparnya.

Apabila seseorang memiliki sebuah keyakinan, kata Domenyk, mereka akan memperlakukan orang lain dengan hormat, tidak peduli dari mana mereka berasal dan bagaimana mereka terlihat. Ketika mempelajari Alquran dan Islam, Domenyk mengaku, tidak benar-benar berniat ingin menjadi seorang Muslim.

Hingga akhirnya, ia menemukan pesan di dalam Alquran yang merupakan kelanjutan dari pesan yang diajarkan Yesus. "Saya mulai menyadari apabila saya memercayai Allah dan Muhammad sebagai utusan-Nya, itu berarti saya haruslah menjadi seorang Muslim."

Awalnya, ia merasa ragu dapat mengikuti aturan yang terdapat dalam ajaran Islam. Ia memercayai pesan yang dibawa oleh Islam, tetapi sangat sulit baginya untuk dapat menjalankan shalat lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan. Untuk dapat shalat tepat waktu pun sangat sulit baginya.

Domenyk juga mengkhawatirkan reaksi yang akan muncul dari teman-teman dan keluarganya apabila ia menjadi seorang Muslim. Karena alasan itulah, ia memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi seorang Muslim, meski di dalam hatinya ia sudah memercayai satu Tuhan dan Muhammad sebagai utusan-Nya.

Namun, ia belum merasa siap menghadapi hidup baru sebagai Muslim. Hingga pada suatu hari, Domenyk memutuskan untuk menemui beberapa orang Muslim. Ia pergi ke sebuah masjid di dekat tempatnya tinggal. Pengalamannya saat berada di masjid itu telah membuka hatinya.

Kaum Muslim di masjid itu tahu bahwa dia bukanlah seorang Muslim. Namun, mereka menyambutnya dengan sikap ramah dan mengobrol hingga waktu shalat tiba. Saya seorang Anglo-Australia dan saya memberanikan diri ke sana, tuturnya.

Hatinya tergerak ketika melihat gerakan sujud yang dilakukan jamaah dalam shalat. Pemandangan itu meninggalkan kesan yang mendalam baginya. Hati kecilnya mulai berkata, hidup sebagai Muslim bukanlah hal yang mustahil lagi. Saat kuliah, ia bertemu dengan Bukhari Daud, bupati Aceh Besar, yang tengah studi di Australia.

Ia berteman baik dengan Bukhari. Keduanya sering berdiskusi tentang Islam. Bukhari lalu mengundang Domenyk ke rumahnya. Pertemuan itu adalah pengalaman yang menarik. Mereka memperkenalkan saya pada budaya Muslim Indonesia. Di sanalah saya pertama kali mengetahui tentang keramahan Muslim, tuturnya.

Tekadnya untuk memeluk Islam sudah semakin bulat. Di depan Bukhari dan sekelompok Muslim lainnya, Domenyk mengucapkan dua kalimah syahadat dan mengukuhkannya menjadi seorang Muslim di kediaman Bukhari saat studi di Australia.

Islam telah membuat saya menjadi seseorang yang lebih baik dan membimbing saya untuk membuat lingkungan sebagai tempat yang lebih baik, paparnya. Ia pun berhasil meyakinkan keluarganya. Keluarga saya melihat bagaimana Islam memberikan efek positif kepada saya. Hal itu tidak memberikan dampak negatif terhadap hubungan saya dengan keluarga.

Ramadhan Pertama di Indonesia

Ramadhan pertama sebagai Muslim merupakan kenangan yang sangat luar biasa bagi Domenyk Eades. Ia merasa beruntung memiliki banyak sahabat Muslim yang berada di dekatnya. Mereka menghabiskan Ramadhan dengan berbuka puasa bersama dan melaksanakan shalat Tarawih setelahnya.

Ramadhan pertama Domenyk berlangsung di Indonesia pada 1997. Hari itu merupakan pengalaman yang sangat luar biasa, kenang Domenyk. Ia mengaku tidak terlalu sulit untuk membiasakan diri dalam menjalankan ibadah. Domenyk sudah mempelajari bagaimana melaksanakan shalat dan puasa sebelum menjadi seorang Muslim.

Ia menghafal beberapa ayat pendek. Setelah mengucapkan syahadat, tidak terlalu lama baginya membiasakan diri dalam melaksanakan ibadah. Menjadi seorang Muslim membawa banyak perubahan dalam hidup Domenyk. Menurut dia, perubahan itu terjadi dari waktu ke waktu.

Domenyk menjadi seorang Muslim ketika duduk di bangku kuliah. Ia beruntung tinggal di dekat lingkungan Muslim yang kebanyakan berasal dari Indonesia. Tak cuma itu, ia juga bersyukur bisa tinggal di beberapa negara Muslim. Selama beberapa waktu, ia tinggal di Indonesia, terutama di Aceh.

Selama beberapa tahun, ia menetap di negara Arab untuk bekerja dan mempelajari bahasa Arab. Domenyk mempelajari linguistik bahasa Arab di Inggris. Ia menghabiskan bertahun-tahun mempelajari bahasa Arab. Domenyk pun telah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah pada 2007.

Saat ini ia bekerja sebagai dosen senior pada program studi bahasa Arab di Universitas Salford, Inggris. Saat ini, Domenyk mengajar bahasa Arab kepada mahasiswanya di Inggris. Risetnya seba gai dosen di bidang bahasa dan penerjemahan.

Ia juga sudah menyelesaikan penelitiannya di bidang bahasa di Indonesia. Salah satu buku yang ia terbitkan adalah buku mengenai bahasa Gayo, Aceh. Domenyk juga telah memublikasikan berbagai macam artikel, jurnal, dan buku tentang tata bahasa serta dialek bahasa Arab. Ia juga banyak menerjemahkan buku-buku dari bahasa Arab ke bahasa Inggris. heri ruslan

Redaktur: Mohamad Afif
Reporter: c02

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/07/14/lo7tdo-perjalanan-domenyk-eades-terpesona-gerakan-sujud

19 July 2011

Tantangan Muslim di Eropa: Hadapi Prasangka Anti Muslim

islamonline
Tantangan Muslim di Eropa: Hadapi Prasangka Anti Muslim
Muslim Jerman

Selasa, 19 Juli 2011 19:20 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON--Proses integrasi komunitas Muslim ke dalam masyarakat Inggris relatif mulus. Kondisi itu bukan berarti tanpa masalah. Kehadiran English Defence League (EDL) menjadi bukti bahwa Muslim Inggris masih butuh waktu untuk diterima.

Aktivis Kurdi dan penulis Ruwayda Mustafah menuturkan peningkatan kuantitas gerakan EDL di daerah-daerah berpenduduk Muslim menandakan ada persoalan yang belum selesai. Meredam gerakan anti Islam inilah yang menjadi tantangan masa depan komunitas Muslim di Eropa.

"Muslim Inggris tak lagi menutupi identitasnya. Keterbukaan itu berperan terhadap lahirnya kekhawatiran terhadap keberadaan Muslim di Inggris raya," papar dia seperti dilansir dari Thehufingtonpost.com, Selasa (19/7).

Menurut Ruwayda, EDL menjadikan Muslim sebagai target gerakan mereka. Ancaman dan serangan yang dilakukan terhadap Muslim melalui rangkaian demonstrasi begitu intensif dilakukan. Namun, tidak terdengar respon berupa protes publik terhadap aksi EDL. Fakta itu seolah membenarkan apa yang dilakukan EDL.
"Beda kasus, bila kelompok gay, lesbian atau yahudi yang mendapatkan ancaman lantaran gaya hidupnya tentu akan direspon dengan cepat," kata Ruwayda.

EDL, menurut Ruwayda, telah meracuni masyarakat Inggris dengan menyertakan symbol berupa bendera, kulit putih, dan slogan yang begitu popuker "Inggris tidak menyambut agama kebencian". Efeknya, kata dia, masyarakat Inggris yang semula toleran mendadak goyah. Mereka mulai menerima pemikiran EDL.  Disisi lain, komunitas Muslim cenderung defensif.

Kata Ruwayda, demonstrasi yang berlangsung di University of Kingston menjadi bukti betapa defensifnya komunitas Muslim. Pemimpin komunitas Muslim kampus meminta setiap mahasiswa atau masyarakat untuk menghindari konfrontasi langsung dengan EDL. 

"Perdebatan dan diskusi tentang Muslim Inggris sering berorientasi sekitar apa yang dikenakan Muslimah bukan membahas kelompok massa yang menekan dan menyerang umat Islam, dan tempat-tempat ibadah kita," kata Ruwayda.

Ke depan, menurut dia, umat Islam perlu mengatasi persoalan itu terutama yang menyangkut penyebaran retorika anti Islam. Hal itu bila dibiarkan akan berpengaruh terhadap masa depan umat Islam di Eropa. Sebab, persoalan ini belum sepenuhnya selesai. Umat Islam belum terintegrasi penuh dengan dunia barat. 

Redaktur:
Krisman Purwoko
Reporter: Agung Sasongko
Sumber: the huffingtonpost.com

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/07/19/lokyac-tantangan-muslim-di-eropa-hadapi-prasangka-anti-muslim

Tajikistan Ketar-ketir Populasi Muslim Meluas

zimbio.com
Tajikistan Ketar-ketir Populasi Muslim Meluas
Muslim Tajikistan

Selasa, 19 Juli 2011 16:09 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, DUSHANBE — Islam tengah menggeliat di Tajikistan. Fenomena itu jelas terlihat dari segenap aktivitas masyarakat di negara bekas pecahan Uni Soviet ini. Janggut tengah menjadi tren. Jilbab begitu ramai diserbu Muslimah Tajikistan. Lantunan ayat-ayat suci Alquran bebas diperdengarkan.

Kondisi itu sangat kontras, ketika Tajikistan mengusung semangat sekularisme diawal berdirinya. Sejalan dengan itu, sekulerisme yang ditawarkan tidak serta merta menghilangkan kerinduan terhadap Islam. Wal hasil, berbondong-bondong warga Tajikistan mengikuti saudara-saudara mereka di berbagai penjuru dunia untuk kembali pada Islam.

Perkembangan itu telah menjadi perhatian khusus pemerintah sekular Tajikistan. Mereka takut Islam di Tajikistan memiliki pengaruh yang sangat besar. Dalih radikalisme selanjutnya menjadi tumpuan pemerintah guna menghentikan pertumbuhan umat Islam di Tajikistan.

Tak heran bila banyak pria berjanggut telah ditahan secara acak, dan wanita dilarang untuk mendatangi masjid. Tahun ini, pemerintah Tajikistan menarik kembali mahasiswa yang tengah mendalami ilmu agama di Mesir, Suriah dan Iran. Langkah ekstrim lain, polisi menutup paksa masjid pribadi dan situs–situs Islam, dan melakukan sensor ketat pelaksanaan khotbah Jumat.

Kalangan kritikus menyamakan upaya yang dilakukan pemerintah Tajikistan meniru gaya Uni Soviet saat mematikan penyebaran Islam. Mereka memperingatkan, larangan terhadap pemuda untuk mendatangi masjid melalui undang-undang yang baru saja diberlakukan sama saja dengan kebijakan bunuh diri lantaran efek yang dihasilkan semakin memperkuat keinginan pemuda untuk meramaikan masjid.

"Ada kemungkinan bahwa tingkat radikalisasi di dalam negeri bisa meningkat," kata Mahmadali Hait, wakil ketua Partai oposisi Islam Tajikistan Revival.

Ancaman

Rasa was-was pemerintahan sekular Tajikistan kian bertambah. Apalagi, perkembangan kelompok Taliban di Afganistan dianggap memperkeruh suasana. "Kami telah mengamati upaya beberapa tahun terakhir gerakan-gerakan ekstremis untuk mempengaruhi pandangan anak-anak kita tentang dunia," kata Presiden Tajikistan, Emomali Rakhmon, dalam sebuah pidato pada April lalu.

"Para pemimpin dari berbagai kelompok-kelompok ekstremis mulai bermunculan dalam lembaga-lembaga akademik guna merekrut pemuda-pemuda  berpengalaman," lanjutnya.

Pakar independen mengatakan ada sedikit bukti bahwa kelompok-kelompok Islam militan telah menemukan banyak pengikut di Tajikistan. Sebaliknya, mereka mengatakan otoritas daerah sering menggunakan ancaman ekstremisme Islam sebagai dalih untuk menindak lawan politik dan pendukung mereka.

Rakhmon dan lingkaran dekatnya, merupakan sisa-sisa dari pemberontak anti Kremlin. Mereka berhasil merebut pucuk kekuasan melalui perang saudara yang brutal terhadap oposisi Muslim. Diawal mereka menjanjikan rekonsiliasi dengan menjanjikan tokoh-tokoh oposisi dengan jabatan strategis. Faktanya oposisi Muslim kebanyakan dipenjara, diasingkan atau dibunuh.

"Kami dianggap sebagai ekstremis oleh mereka," kata Akbar Khodzhi Turadzhonzoda, seorang pemimpin Islam terkemuka dan mantan anggota Parlemen Tajikistan. Menurut dia, berbicara soal radikalisme Islam di Tajikistan adalah dusta.

"Mereka berniat untuk menipu rakyat, memperkuat kediktatoran, dan menghabiskan lebih banyak uang pada senjata dan dinas rahasia." sambung dia lagi.
Larangan ke Masjid

Suasana kian memanas ketika pemerintahan sekular menyiapkan paket undang-undang yang mengatur pembatasan anak untuk menghadiri masjid. Presiden Tajikistan mungkin belum menandatangi paket Undang-undang itu. Namun, di lapangan pemerintah mulai menegakan aturan tersebut di sejumlah tempat.

"Undang-undang tidak mencegah anak-anak atau orang lain untuk menjalankan keyakinannya," sanggah Mavlon Mukhtorov, Wakil Ketua Komite Urusan Agama Tajikistan. 

Menurut dia, banyak dari masyarakat Tajik yang membutuhkan bimbingan agama. "Untuk itu, UU ini disahkan agar orang tua dari anak-anak memenuhi tanggung jawab guna membesarkan mereka," kata Mukhtorov.

Dikatakan Mukhtorov, anak-anak harus bersekolah. Jika mereka banyak menghabiskan di masjid maka anak-anak tidak bisa belajar. Undang-undang, lanjutnya, tidak akan mencegah anak-anak belajar Islam di salah satu yang sekolah yang dikelola pemerintah Tajikistan atau sekolah-sekolah agama.
Komentar AS

Dunia barat, utamanya Amerika Serikat mengutuk pelanggaran yang dilakukan Tajikistan terhadap kebebasan beragama. Meski demikian, AS melihat perkembangan ekstremisme yang dibayangkan pemerintahan Tajikistan mungkin saja benar.

"Pemerintah bekerja untuk memastikan bahwa struktur teroris asing tidak mempengaruhi anak-anak muda terhadap tayangan yang mendistorsi ajaran Islam," kata Zaur Chilayev, 32, seorang insinyur. "Ancaman selalu hadir, terutama mengingat tetangga kita," katanya lagi.

Para kritikus mengatakan akar dari ekstrimisme di Tajikistan adalah persoalan kemiskinan. Untuk itu pemerintah sewajarnya membuat kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan kesejahteraan bukan kebijakan kontra produktif.

Masalah seperti itu, menurut kritikus, tampak jelas ketika anak-anak muda lebih memilih mengemis uang receh di halaman masjid ketimbang beribadah. "Kami terlalu muda," kata seorang anak.


Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: Agung Sasongko
Sumber: New York Times

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/07/19/lokpf9-tajikistan-ketarketir-populasi-muslim-meluas

Dulu JR Farrel Sangat Benci Muslim, Kini Islam adalah Hidupnya

Dulu JR Farrel Sangat Benci Muslim, Kini Islam adalah Hidupnya
JR. Farrell

Selasa, 19 Juli 2011 14:28 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JR Farrell masih mengingat betul masa kecilnya, bagaimana kedua orang tuanya bertengkar gara-gara uang, situasi kehidupan dan perkara-perkara lain. Tak hilang pula dari kenangannya saat ia mesti hidup di rumah-rumah sosial di sisi selatan Chicago hampir tanpa apa pun untuk di makan.

"Dengan keluarga beranggotakan 10 orang, sulit bagi ayah saya untuk menopang hidup sesuai dengan cara yang paling diinginkan,'tuturnya.

Masa muda yang sulit


Ayah arrell --berdarah campuran Jerman dan Irlandia--adalah pekerja keras tapi juga pemabuk. Meski kerap memukuli ibunya, arrell mengaku masih mencintai ayahnya.

Setiap kali pulang dalam kondisi mabuk dan kesal terhadap sesuatu ia akan mendatangi Farrell dan adik-adinya serta menimpakan semua lewat pukulan hingga tak ada yang bisa dilakukan. Farrell kerap tak bisa berjalan atau bernafas gara-gara pukulan tadi. Begitu pun bila kakak lakinya mengoceh dan jengkel ia pun akan menerima serangan fisik. "Itulah sebagian besar masa kecil saya." kenang Farrell

Masuk masa remaja, semua yang ada di sekitar Farrell mulai menggoda, teman wanita, minuman, klub malam, obat-obatan dan yang lain. "Tapi entah saya tak bisa, saya melarang diri untuk terlibat dalam semua tadi. Saya hanya merasa itu tidak benar."

Salah satu adiknya ternyata adalah pengedar narkoba terbesar di Chicago. Hampir setiap hari ia membawa jenis obat-obatan ke rumah untuk dijual eceran di lingkungan sekitar. Si adik paham betul pandangan Farrell.

Begitu adiknya tak berada di rumah, Farrell membuang semua obat-obatan senilai 1000 dolar ke toilet dan mengguyurnya. Saat pulang dan mengetahui itu, adiknya, tutur Farrell, sangat bernafsu membunuhnya. "Ia mungkin akan membunuh saya bila memiliki kesempatan. Tentu saya dibela orangtua karena saya lebih tua dan saya dianggap harus mengajarinya untuk lebih baik.

Pencarian Pengetahuan

Semua peristiwa dalam masa kecil hingga remaja membuat Farrell menyadari betapa rapuh kehidupan. "Saya tak ingin mati sebagai idiot, jadi saya mulai belajar apa pun dan semuanya." tutur Farrell.

"Satu hal yang patut diketahui tentang keluarga saya, mereka sangat kompetitif terhadap satu dan yang lain. Begitu mereka melihat salah satu anggota lebih maju maka mereka ingin menghentikan anda dari jalur dan membuat anda tak bisa melangkah lebih maju," ujarnya.

Mengetahui antusias Farrell, orangtuanya cemas. Mereka mengkhawtirkan ia akan tercuci otak atau mengikuti aliran atau mengkultuskan sesorang. Mereka benar. Pada 1994, Farrell menjadi Nazi. Ia mengaku saat itu menyukai fakta bahwa Hitler memiliki kendali atas ribuan orang. "Menjadi Nazi, membuat saya merasa penting, menjadi seseorang." Untuk satu ini, ayahnya tak menentang, justru senang dengan seluruh pemikiran Farrell.

Ada alasan mengapa ayah Farrell suka dengan gagasan Nazi. Sedikit ke belakang pada 1960-an, ketika Martin Luther King Jr. mulai membakar semangat orang-orang dengan 'mimpinya', ayah Farrell menrencanakan menyingkirkan semua warga kulit hitam dari area pertanian Chicago.

Satu fakta, ketika Martin Luther King Jr bersama pendukungnya turun ke jalan di sisi barat Chicago, ayahnya telah mengorganisir massa. Geng itu tak hanya membuat kulit hitam keluar kota, tetapi juga memicu perang antara kulit putih dan kulit hitam. Hari itu pula, ayah Farrell menghantam hidung Martin Luther King dengan batu bata, dan hingga kini, tutur Farrell, ia selalu berkoar-koar tentang itu.

Lama setelah itu, tahun 1997, keluarganya beserta Charles Mason memulai lagi misi rahasia. Farrell berda di sana ketika mereka mengorganisir serangan terhadap bocah kulit hitam berusia 11 tahun yang tak sengaja berjalan di lingkungan kulit putih Chicago. Mereka bisa membunuhnya setelah menganiaya si bocah, namun memilih meninggalkan ia berdarah-darah sebagai tanda peringatan. Setelah menyaksikan itu, Farrell merasa gagasan Nazi dan semua berbau ras tak lagi cocok dengannya.

Titik Balik


Pada 1995, Farrell bertemu dengan wanita pertama yang membuat ia jatuh cinta. Meski ia memiliki kesempatan untuk berbuat apa pun dengan gadis tersebut, lagi-lagi ia melarang dirinya. "Saya tidak bisa, saya tak membolehkan diri saya untuk memiliki hubungan intim dengan seseorang yang tidak saya nikahi." ujarnya.

Beberapa bulan setelah itu ia melamar kekasihnya. Mereka bertunangan tanpa sekalipun berhubungan seksual, sesuatu yang tidak biasa di kalangan barat. "Kami berdua paham bahwa akan banyak masalah terjadi bila kami lakukan itu," tutur Farrell.

Saat bersama kekasihnya ia mulai lebih fokus. Farrell terus belajar dan belajar. "Saya tahu saya merasa kehilangan sesuatu dan mulai menyadari kehidupan dan tujuan saya hidup, hanya saja saya tak bisa menunjuk pasti," tutur Farrell.

Semakin ia membaca, semakin besar pula upaya orang tuanya untuk menariknya mundur, seperti yang ia tuturkan soal keluarganya yang kompetitif. Orangtua Farrell mulai melakukan serangan mental. "Mereka mengatakan betapa buruknya saya waktu kecil dan bagaimana saya tidak berterima kasih sebagai anak atas makanan dan tempat berteduh yang mereka berikan untuk saya," tutur Farrell.
"Orang tua saya tak pernah lulus SMA. Mereka hanya sampai tingkat 8 lalu putus sekolah saat tingkat 9. Karena itu pendidikan orang tua saya terbatas. Semua yang mereka tahu hanyalah berdasar apa yang mereka lihat di TV dan perilaku orang-orang," kata Farrell.
Namun bukan berarti Farrell tak menghargai orangtuannya. "Saya memiliki rasa terima kasih besar terhadap apa yang mereka lakukan. Saya menghargai disiplin mereka," ungkap Farrell. Atas didikan mereka pula ia sudah mendapat pekerjaan pertama pada usia 12 tahun. Pada usia 13 ia sudah bekerja penuh waktu dengan pendapatan setara yang dihasilkan orangtuanya.

Pada usia 16 tahun ia telah memiliki apartemen pertamanya. Ia memasak, membersihkan rumah dan mencuci pakaian, berbelanja sendiri. Farrell tengah bersiap menikah. Saat itu ia mengikuti pandangan orang tuanya yang menilai seseorang berdasar perbuatannya "Saya sepakat dengan orang tua saya, hingga kini," akunya.

"Namun itu pula yang membuat saya membenci Muslim dan Islam. Saya sungguh benar-benar membenci Muslim dalam tingkat yang tak anda percayai," ujarnya. Karena media? "Ya itu bagian dari propaganda, namun sebagian besar saya menilai itu karena ulah Muslim. Mereka kadang adalah pihak yang merusak reputasi Islam sehingga membenci kami. Itu menyedihkan tapi itu faktanya," ujar Farrell yang telah memeluk Islam.

Hadiah Paling Berharga

Pada 1997, tunangan Farrell memberinya Al Qur'an sebagai hadiah. "Semata-mata karena saya begitu suka membaca," tuturnya. "Sekedar memberitahu bagaimana dulu saya membenci Muslim, begitu ia memberi Al Qur'an kami bertengkar hebat dan kami putus hingga beberapa saat," kenang Farrell.

Akhirnya suatu malam ia mengambil kitab suci tersebut dan mulai membacanya. "Saya masih ingat betul saat itu, rumah begitu bersih, udara terasa enak dan nyaman, sorot lampu sungguh pas untuk membaca. Itu Alquran versi terjemahan Abdullah Yusuf Ali," tutur Farrell.

Ia membaca bagian awalan, tiga halaman pertama, dan, "Saya mulai menangis seperti bayi. Saya menangis dan menangis. Saya tak bisa menahan diri. Seketika saya tahu bahwa inilah yang saya cari selama lini. Saya seperti ingin memukuli diri sendiri karena tak segera menemukan sejak dulu," ujar Farrell.

Ia merasa tersihir oleh bait-bait Al Qur'an. "Ini bukan Islam yang saya kenai. Ini bukanlah Arab, bukan sesuatu yang buruk yang saya pikir sebelumnya," kata Farrel. Ia merasa hidupnya dibungkus sepenuhnya dalam halaman-halaman tadi. Farrell menjumpai seperti membaca jiwanya dalam Alqur'an. "Sungguh indah, tetapi juga membuat saya menyesali diri. Setelah itu saya kembali menjalin hubungan dengan tunangannya dan mendiskusikan banya hal secara dewasa," ujarnya. Tak lama setelah itu, Farrel dan tunangannya memeluk Islam dan beritikad untuk hidup sebagai Muslim, meski itu berarti tinggal terpisah.

Begitu orangtua Farrel mengetahui itu, pecahlah kemarahan mereka. "Ayah saya mengancam membunuh saya. Ia berkata, 'Kamu lahir Katholik, jadi tolong Tuhan, saya akan memastikan kamu mati sebagai Katholik,'". Reaksi ibu Farrell pun setali tiga uang.

Saat itu Farrell berhasrat besar untuk kuliah. "Saya ingin menempuh pendidikan formal. Saya dapat pekerjaan dan membayar semua kebutuhan untuk melanjutkan pendidikan saya hingga ke perguruan tinggi," tuturnya.

Saat itu pula ia didepak keluar dari rumah dan Farrell pun tinggal di jalan selama 6 bulan. "Saya menyantap makanan dari tempat sampah, tidur di luar saat malam-malam terdingin, waktu itu tahun 1999," tutur Farrell.

Namun itu semua tak menyurutkan semangat Farrell. "Saya berjalan bermil-mil untuk bisa bersama Muslim. Saya dikejar keluar dari lingkungan tertentu oleh polisi hanya gara-gara masuk ke lingkungan kulit hitam demi mengikuti shalat Jumat. Saya dilempari batu, diludahi, dikasari. Saya hanya ingin bisa bersama Muslim lain,"

Hingga suatu hari ia bertemu seorang teman yang membantunya. Si teman berkata, bila Farrell bisa membangun sebuah masjid dalam toko knalpotnya, maka ia bisa tinggal di sana hingga menemukan tempat lebih layak. Farrell pun setuju.

Toko itu memiliki ruang di tingkat dua, sekitar 186 meter persegi yang dipakai untuk gudang. Setiap hari Farrell menghabiskan waktu berjam-jam untuk membuang sampah dan memindahkan pasokan inventaris. Dalam satu bulan ia telah menggarap setengah ruangan, membangun dinding, menambah jendela, memasang satu pintu, menggelar karpet, mengecat dan akhirnya membuka masjid toko knalpot pertama di Kota Chicago. "Saya belajar pertukangan dari paman saya. Itu adalah pekerjaan penuh waktu saya yang pertama." tuturnya.

Sekitar 6 bulan berikut ia berhasil mendapat satu pekerjaan bagus dan pindah bersama dua teman ke apartemen baru. Tunangannya tak ada dalam adegan hidupnya kini. "Kami telah setuju untuk hidup sebagai Muslim, bukan seperti orang bodoh. Saya lebih mencintai dia dari sebelumya, namun menjadi Muslim jauh lebih penting dari pada bersama seseorang dan kami belum menikah," ungkap Farrell.

Pada 1999 ia menjadi Presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim di kampusnya. Setiap hari ia menghadiri majelis taklim, ke seminar. Ia mulai memiliki seseorang yang menjadi tempat bertanya dan membangun hubungan dengan teman-teman Muslim lain.

Pergi Haji


Pada tahun 2000 Farrell melaksanakan ibadah Haji. Sebuah pengalaman yang tak pernah ia lupakan. Ia mengunjungi Madinah dan lingkungan di sekitarnya. "Satu hal yang saya sadari Haji adalah kebenaran tentang Tuhan dan sejarah Islam. Selama ini saya mungkin hanya bisa mengetahui dari buku mengenai tempat dan orang-orang, di sana saya melihat dengan mata sendiri keajaiban sejarah Islam. Saya seperti hidup dalam sejarah. Saya merasa Hadis-hadis menjadi hidup. Saya seperti menyaksikan sahabat di atas puncak bukit. Saya mencium bau perang Badar. Saya menghirup udara yang dulu juga dihirup Rasul," tutur Farrell.

Meski ia sendiri tanpa istri dan keluarga, Farrell menyadari Islam adalah kehidupan. "Bukan hanya cara hidup tapi kehidupan itu sendiri. Saya memahami Islam bukan sekedar agama, karena agama dapat dibiaskan. Saya memahami bahwa Muslim bukanlah Islam dan Islam tak bisa dinilai karena aksi Muslim. Muslimlah yang dihakimi oleh nilai-nilai Islam.

Farrell selalu bermimpi bekerja di sektor bantuan yang meringankan dan menolong beban orang lain. Kini Farrell bekerja untuk Global Relief Fondation dan telah bergabung selama setahun

Dalam sebuah essay, Farrell menulis, "Sebanyak yang bisa saya tuturkan, tak ada yang dapat memaparkan isi hati saya. Saya hanya menyebut sedikit dari kendala yang sayah hadapi. Saya tahu banyak orang di luar sana mengalami jauh lebih banyak mungkin lebih buruk lagi. Tujuan saya berbagi adalah untuk mengatakan bahwa saya memahami kesulitan yang dialami mereka di sana, Wassalamu'alaikum"

Redaktur:
Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Onislam.net

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/07/19/lokks3-dulu-jr-farrel-sangat-benci-muslim-kini-islam-adalah-hidupnya

18 July 2011

Islam Runtut dan Terarah, Memeluknya, Bagi Barat Itu Tantangan Menarik

   
Islam Runtut dan Terarah, Memeluknya, Bagi Barat Itu Tantangan Menarik
Mualaf Asing (Ilustrasi)

Senin, 18 Juli 2011 14:20 WIB


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Islam adalah agama dengan tata aturan yang runtut dan terarah. Kenyataan itu, oleh masyarakat barat, utamanya para mualaf dipandang sebagai hal menantang.

Demikian diungkapkan pendiri Mualaf Center, Steven Indra kepada republika.co.id via sambungan telepon, Senin (17/7). "Islam itu tantangan lho buat mereka," kata dia.

Steven mengatakan kehidupan ala dunia barat cenderung bebas dan tidak teratur. Kondisi tersebut jelas berbeda 180 derajat dengan apa yang telah diatur Islam terhadap umat.

Misal dalam masalah konsumsi alkohol, bagi masyarakat barat, alkohol bebas konsumsi seberapapun, kapan saja dan di mana saja. Sementara Islam tidak memperbolehkan itu. "Tidak gampang lho memutarbalikan kebiasaan seperti telapak tangan," kata dia.

Yang menarik, kata dia, mereka tidak menganggap itu sebagai sebuah hal yang ditakutkan. Tetapi sebuah kebiasaan baru yang menarik untuk mereka jalankan. Tak masalah, apakah itu menyulitkan mereka.

"Kenapa tertarik, karena mereka berpikir logis, mereka tidak melihat itu sebatas ritual, tapi disesuaikan dengan logika. seperti misal, mengapa harus ini dan itu," kata dia.

Populasi Muslim di dunia barat mengalami pertumbuhan signifikan dan tidak sebatas jumlah imigran, tetapi juga mereka yang mendapatkan hidayah.

Bahkan Rusia diprediksi pada tahun 2050 akan memiliki mayoritas penduduk  beragama Islam. Lalu di Indonesia seperti Masjid Agung Sunda Kelapa, 20 persen dari individu yang memutuskan memeluk Islam berasal dari kalangan ekspatriat atau warga negara asing.

Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Reporter: Agung Sasongko

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/07/18/loippm-islam-runtut-dan-terarah-memeluknya-bagi-barat-itu-tantangan-menarik

13 July 2011

Kisah Musisi Inggris, Abdullah Rolle, yang Kini Fokus Menjad Artis Nasyid

Onislam.net
Kisah Musisi Inggris, Abdullah Rolle, yang Kini Fokus Menjad Artis Nasyid
Abdullah Rolle

Rabu, 13 Juli 2011 07:03 WIB


REPUBLIKA.CO.ID, Abdullah Rolle lahir di Inggris dan memeluk Islam sekitar tujuh tahun lalu. Sejak muda ia sudah terlibat banyak dengan kegiatan musik, produksi, sebagai penyanyi dan pemain musik.

Pada 2008 lalu, ia meluncurkan CD Nasyid pertamanya, "Peace" di Global Peace and Unity Conference yang diselenggarakan di London. Perjalanannya menuju Islam sangat terkait erat dengan karirnya sebagai musisi.

Suatu hari ia berjalan di pasar dan seorang lelaki Muslim datang mendekat padanya minta izin untuk berbicara sesaat. Si lelaki bertanya apakah Rolle tahu tentang Islam dan Rasul Muhammad.

Kala itu Role menjawab ia selalu tahu Tuhan adalah pencipta segalanya, tapi ia menekankan hanya diajari tentang Yesus, bukan Muhammad. Rolle tak ingin terlibat lebih jauh dalam diskusi itu.

"Saya bukan orang yang tertarik dengan agama saat itu. Beberapa tahun kemudian saya juga terlibat obrolan dengan seorang Muslim mengenai Keesaan Allah, tapi saya tetap tidak siap berpikir apa pun tentang Islam, atau menjadi Muslim," tutur Rolle.

"Saya tak dekat dengan orang-orang agamis. Orang-orang didekat saya yang bersentuhan dengan bisnis musik memiliki gaya hidup tersendiri. Jadi saat itu saya sama sekali tak tertarik Islam dan tak ada yang menarik saya." Waktu yang tepat bagi Rolle belum tiba.
Sebuah Toko Buku yang Mengubah Hidup

Rolle pindah ke London Timur dan kerap mengunjungi toko buku bernama Dar Assalam di kawasan West End.

Ia mengenang, "Saya selalu suka membaca tentang kisah dunia dan konspirasi serta apa yang terjadi di dunia. Beberapa hal yang saya baca benar dan sebagian lagi tidak. Namun itu tak membuat saya dekat pula dengan Pencipta. Jiwa saya selalu mencari meski saya  tak seratus persen sadar tentang itu."

Para pengunjung dan pengelola toko buku itu sering memberi Rolle brosur atau buku kecil yang ia bawa pulang dan disimpan dalam lemari. Tak lama setelah Irak diinvasi dan setelah membaca seluruh brosur, mulai tumbuh simpati dalam diri Rolle terhadap Muslim

"Saya bertanya pada diri sendiri mengapa dunia selallu menyerang Islam dan Muslim." Rolle juga kian menyadari bahwa media menggambarkan Muslim sebagai teroris. Ia menyadari itu karena paham media kerap tak mengungkapkan fakta sesungguhnya.

Rolle pun tertarik mengapa orang-orang sering menyerang Muslim. Kadang ketika ia mulai bingung, ia pergi ke kamar tidurnya, meletakkan kepala ke lantai, bersujud dan berdoa.

Tak lama kemudian, kepada putranya ia berkata, "Saya butuh sesuatu untuk makanan rohani. Buku-buku ini tak bisa berbuat banyak." Anaknya menunjuk sebuah DVD berjudul 'Whati is The Purpose of Life? oleh Khaled Yaseen.

Ia membawa satu dan membawanya pulang untuk ditonton, dan ia terinspirasi. "Semua yang saya lihat di DVD seperti sudah saya kenal lama. Saya tahu itulah kebenaran sesungguhnya," kenang Rolle.

Saat itu ia mengetahui bahwa Muslim shalat lima kali dalam sehari. Ia sempat memandang tentu sulit bagi dirinya yang berbisnis di musik untuk bisa-bisa melaksanakan. Tapi hati kecil Rolle berkata itulah yang seharusnya. Pemilik toko buku memberi ia banyak buku, namun tak satu pun yang memuat pembolehan seseorang boleh meninggalkan shalat.

Dibimbing oleh Muslim

Rolle masih ingat bagaimana komunitas Muslim membimbingnya. Ia selalu dikelilingi oleh saudara-saudara yang benar-benar menunjukkan perhatian tulus. "Saya menghabiskan banyak waktu bersama mereka selama dua tahun. Mereka mengajari saya, membenarkan saya dan mengingatkan saya. Ini terutama saudara-saudara dari toko buku. Setelah itu saya selalu bersama mereka."

"Saya selalu menemukan bahwa sebagian Muslim sangat sopan, dermawan dan baik hati. Bahkan ketika mereka memiliki masalah terkait umat di dunia, secara individu mereka selalu baik terhadap saya. Saya terdorong untuk menjadi saleh dan saya selalu mencoba. Saya ingin seperti mereka." tutur Rolle.

Saat itu, Rolle telah meyakini Islam dan memperoleh pengetahuan mendasar tentang agama itu serta dalam tahap kian ingin mendalami lebih lanjut. Kala itu pula, teman-teman Muslimnya berkata bahwa ia sudah seharusnya mendeklarasikan dua pernyataan syahadat dan mengingatkan bahwa kematian siap menjemput kapan saya. Namun, ia masih merasa belum sepenuhnya siap.

DVD lain


Ia pun bercerita pada istrinya tentang DVD yang pernah ia lihat dan bagaimana ia tersentuh sesudah itu. Kemudian ia menonton DVD lain, oleh Sheikh Fiez asal Australia berjudul One Islam yang berisi tentang Hari Perhitungan dan Pembalasan. Tiba-tiba ia merasa dilahirkan kembali.

Perasaan takut kepada Allah yang Esa mulai merasuk ke dalam kalbu "Jika saat itu saya bisa mengucapkan syahadat pasti saya lakukan segera," tutur Rolle. Keesokan hari ia tak menunda lagi. Ia menyatakan siap dan dua hari kemudian ia resmi menjadi Muslim. Setelah itu ia tak pernah menengok ke belakang.

Saat menjadi Muslim, ia mengamati para ulama dan timbul perasaan iri. "Saya berharap saya mengenal Islam ketika jauh lebih muda," tuturnya. Namun Allah tahu yang terbaik.

Saudara sesama Muslim, tutur Role selalu menggunakan pendekatan halus ketika hendak menyampaikan sesuatu, termasuk tentang Muslim. "Mereka tidak mengatakan musik haram, bila ya, tentu saya tak akan menjadi Muslim karena itulah pekerjaan dan dunia saya." tuturnya.

Salah satu tantangan terbesar Rolle setelah memeluk Islam adalah belajar Bahasa Arab dan shalat dalam Bahasa Arab. "Saya merasa seperti kembali ke sekolah. Saya beruntung karena mampu menghafal beberapa juz Al Qur'an dan saya bisa membaca tulisan Arab sehingga saya dapat shalat dan berdoa lebih banyak." ungkapnya.

Musik atau tanpa Musik?


Awal menjadi Muslim, Rolle bekerja sebagai guru musik untuk anak-anak di sekolah serta menciptakan lagu bagi pusat belajar kota. Ia bekerja dengan anak-anak yang pergi meninggalkan rumah.

Pekerjaannya membuat ia mengetahui banyak cerita sedih dari anak-anak muda. Rolle tergerak untuk menolong.

Perlahan timbul pemahaman dalam benaknya, apakah benar tak ada berkah di dalam pekerjaannya. "Haruskah saya melepas semuanya, sekolah, pusat komunitas dan yang lain? Beberapa orang menghormati apa yang saya lakukan dan yang lain mengatakan saya salah mengambil keputusan."

Rolle awalnya tak memiliki niat menyentuk nasyid setelah memeluk Islam, namun ia memiliki studio rekaman yang bisa dimanfaatkan. Kini Rolle fokus mengembangkan karir sebagai penyany i nasyid internasional. Setahun setelah album pertamanya 'Peace' dirilis ia melakukan tur ke Afrika Selatan.

Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Onislam.net

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/07/13/lo84b4-kisah-musisi-inggris-abdullah-rolle-yang-kini-fokus-menjad-artis-nasyid

12 July 2011

Mualaf Domenyk Eades: Terpesona Gerakan Sujud

Mualaf Domenyk Eades: Terpesona Gerakan Sujud
Domenyk Eades

Selasa, 12 Juli 2011 17:05 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Lewat sebuah strategi gerak cepat, pada 2 Agustus 1990, pasukan tentara Irak berhasil mencaplok Kuwait. Lima hari setelah invasi itu, Arab Saudi meminta bantuan kepada Amerika Serikat (AS). Invasi Irak ke negeri petrodolar itu pun melahirkan Perang Teluk ketika pasukan Paman Sam menggelar Operasi Badai Gurun pada 17 Januari 1991.

Perang Teluk telah membetot perhatian masyarakat dunia ketika itu. Tak terkecuali seorang remaja yang ketika itu berusia 17 tahun, Domenyk Eades. Pria yang tumbuh besar di Australia itu kerap menyaksikan dan membaca berita-berita tentang Perang Teluk dari media massa. Ketika mengikuti isu Timur Tengah itulah, ia tertarik untuk mempelajari Islam.


Islam Telah Membuatnya Menjadi Seseorang yang Lebih Baik dan Membimbingnya untuk Membuat Lingkungan Sebagai Tempat yang Lebih Baik


Hidayah Allah SWT mulai menerangi hatinya. Domenyk pun mulai tertarik untuk mempelajari Islam. "Saya ingin melihat sendiri bagaimana sebenarnya Islam itu dan mengapa Islam sangat penting bagi banyak orang di dunia," ujarnya kepada Republika. Untuk mengenal Islam, ia pun pergi ke toko buku dan membeli Alquran yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Selama tiga hari, Domenyk membaca kitab suci umat Islam itu dengan hati-hati. "Itu merupakan sebuah pengalaman yang luar biasa," ungkapnya. Ia pun mulai membandingkan isi Alquran dengan Injil. Menurutnya, banyak karakter dan cerita di dalam Alquran yang juga terdapat di dalam Injil.

Namun, menurut Domenyk, ada sederet hal yang tercantum dalam Injil yang tidak bisa dimengerti. Ia pun mencoba untuk mempelajari Islam lebih dalam lagi. Ketika itu, ia mengaku belum serius untuk menjadi seorang Muslim. "Saya memercayai keberadaan Tuhan dan saya rasa itu cukup," kenangnya.

Domenyk Eades terlahir sebagai seorang Kristiani. Ia mengaku baru mengenal Islam setelah remaja. Ketika masih belia, ia sedikit mengetahui Islam dari beberapa Muslim yang ditemuinya. Namun, mereka pun memiliki pengertian yang sederhana tentang Islam. Ia menyadari banyak kesamaan yang ditemukan antara Kristen dan Islam.

"Keduanya sama-sama memercayai Tuhan dan adanya surga dan neraka," tuturnya. Meski begitu, ia lebih banyak mengetahui hal-hal negatif tentang Islam dari tayangan televisi yang ditonton dan koran yang dibacanya. Meski tumbuh besar sebagai Kristiani yang cukup taat, Domenyk selalu menghormati orang-orang yang berbeda keyakinan dengannya.

Ia selalu merasa yakin, sangatlah penting bagi seseorang untuk mengikuti sebuah prinsip yang memandu mereka dalam kehidupan. Karena itulah, ia juga sangat meyakini akan keberadaan Tuhan. Domenyk mengetahui bahwa seorang Muslim harus menjalankan perintah agama dan menjalankan ibadah wajib lima kali sehari.

Awalnya, menurut dia, hal itu tampak sangat mengikat dan membatasi. "Seseorang yang berusia 18 tahun tidak suka dibatasi dan diatur," ucapnya. Meski begitu, ia terus membaca dan mempelajari Islam. Domenyk mulai menyadari bahwa Islam tidaklah bermaksud mempersulit hidup umatnya, tetapi justru sebaliknya.

Perlahan tapi pasti, ia mempelajari Islam dan cara membangun hubungan yang kuat dengan Allah SWT. Ia juga mempelajari shalat lima waktu dan berpuasa yang mengubah seseorang dari dalam dan membuatnya menjadi orang yang lebih baik. Ia mengaku, membutuhkan banyak waktu untuk mengerti dengan benar mengenai pelajaran itu.

Hidayah kian menerangi kalbunya. Domenyk mulai melihat pesan positif yang disampaikan Islam sehingga agama yang disebarkan Nabi Muhammad SAW tersebut tak lagi menjadi agama yang asing baginya. Ia mengaku sangat tertarik dengan Islam karena pesan yang dibawa Alquran sangat jelas dan logis.

Ia sangat menyukai bagaimana Alquran memberikan petunjuk untuk hidup yang baik dan bagaimana Islam memberikan pesan yang sangat jelas tentang kesetaraan di antara seluruh umat manusia. "Saya rasa apabila orang-orang benarbenar mengerti tentang Islam, mereka akan melihat bahwa setiap manusia merupakan ciptaan Tuhan dan itu sangatlah berharga," paparnya.

Apabila seseorang memiliki sebuah keyakinan, kata Domenyk, mereka akan memperlakukan orang lain dengan hormat, tidak peduli dari mana mereka berasal dan bagaimana mereka terlihat. Ketika mempelajari Alquran dan Islam, Domenyk mengaku, tidak benar-benar berniat ingin menjadi seorang Muslim.

Hingga akhirnya, ia menemukan pesan di dalam Alquran yang merupakan kelanjutan dari pesan yang diajarkan Yesus. "Saya mulai menyadari apabila saya memercayai Allah dan Muhammad sebagai utusan-Nya, itu berarti saya haruslah menjadi seorang Muslim."

Awalnya, ia merasa ragu dapat mengikuti aturan yang terdapat dalam ajaran Islam. Ia memercayai pesan yang dibawa oleh Islam, tetapi sangat sulit baginya untuk dapat menjalankan shalat lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan. Untuk dapat shalat tepat waktu pun sangat sulit baginya.

Domenyk juga mengkhawatirkan reaksi yang akan muncul dari teman-teman dan keluarganya apabila ia menjadi seorang Muslim. Karena alasan itulah, ia memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi seorang Muslim, meski di dalam hatinya ia sudah memercayai satu Tuhan dan Muhammad sebagai utusan-Nya.

Namun, ia belum merasa siap menghadapi hidup baru sebagai Muslim. Hingga pada suatu hari, Domenyk memutuskan untuk menemui beberapa orang Muslim. Ia pergi ke sebuah masjid di dekat tempatnya tinggal. Pengalamannya saat berada di masjid itu telah membuka hatinya.

Kaum Muslim di masjid itu tahu bahwa dia bukanlah seorang Muslim. Namun, mereka menyambutnya dengan sikap ramah dan mengobrol hingga waktu shalat tiba. Saya seorang Anglo-Australia dan saya memberanikan diri ke sana, tuturnya.

Hatinya tergerak ketika melihat gerakan sujud yang dilakukan jamaah dalam shalat. Pemandangan itu meninggalkan kesan yang mendalam baginya. Hati kecilnya mulai berkata, hidup sebagai Muslim bukanlah hal yang mustahil lagi. Saat kuliah, ia bertemu dengan Bukhari Daud, bupati Aceh Besar, yang tengah studi di Australia.

Ia berteman baik dengan Bukhari. Keduanya sering berdiskusi tentang Islam. Bukhari lalu mengundang Domenyk ke rumahnya. Pertemuan itu adalah pengalaman yang menarik. Mereka memperkenalkan saya pada budaya Muslim Indonesia. Di sanalah saya pertama kali mengetahui tentang keramahan Muslim, tuturnya.

Tekadnya untuk memeluk Islam sudah semakin bulat. Di depan Bukhari dan sekelompok Muslim lainnya, Domenyk mengucapkan dua kalimah syahadat dan mengukuhkannya menjadi seorang Muslim di kediaman Bukhari saat studi di Australia.

Islam telah membuat saya menjadi seseorang yang lebih baik dan membimbing saya untuk membuat lingkungan sebagai tempat yang lebih baik, paparnya. Ia pun berhasil meyakinkan keluarganya. Keluarga saya melihat bagaimana Islam memberikan efek positif kepada saya. Hal itu tidak memberikan dampak negatif terhadap hubungan saya dengan keluarga.

Ramadhan Pertama di Indonesia

Ramadhan pertama sebagai Muslim merupakan kenangan yang sangat luar biasa bagi Domenyk Eades. Ia merasa beruntung memiliki banyak sahabat Muslim yang berada di dekatnya. Mereka menghabiskan Ramadhan dengan berbuka puasa bersama dan melaksanakan shalat Tarawih setelahnya.

Ramadhan pertama Domenyk berlangsung di Indonesia pada 1997. Hari itu merupakan pengalaman yang sangat luar biasa, kenang Domenyk. Ia mengaku tidak terlalu sulit untuk membiasakan diri dalam menjalankan ibadah. Domenyk sudah mempelajari bagaimana melaksanakan shalat dan puasa sebelum menjadi seorang Muslim.

Ia menghafal beberapa ayat pendek. Setelah mengucapkan syahadat, tidak terlalu lama baginya membiasakan diri dalam melaksanakan ibadah. Menjadi seorang Muslim membawa banyak perubahan dalam hidup Domenyk. Menurut dia, perubahan itu terjadi dari waktu ke waktu.

Domenyk menjadi seorang Muslim ketika duduk di bangku kuliah. Ia beruntung tinggal di dekat lingkungan Muslim yang kebanyakan berasal dari Indonesia. Tak cuma itu, ia juga bersyukur bisa tinggal di beberapa negara Muslim. Selama beberapa waktu, ia tinggal di Indonesia, terutama di Aceh.

Selama beberapa tahun, ia menetap di negara Arab untuk bekerja dan mempelajari bahasa Arab. Domenyk mempelajari linguistik bahasa Arab di Inggris. Ia menghabiskan bertahun-tahun mempelajari bahasa Arab. Domenyk pun telah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah pada 2007.

Saat ini ia bekerja sebagai dosen senior pada program studi bahasa Arab di Universitas Salford, Inggris. Saat ini, Domenyk mengajar bahasa Arab kepada mahasiswanya di Inggris. Risetnya seba gai dosen di bidang bahasa dan penerjemahan.

Ia juga sudah menyelesaikan penelitiannya di bidang bahasa di Indonesia. Salah satu buku yang ia terbitkan adalah buku mengenai bahasa Gayo, Aceh. Domenyk juga telah memublikasikan berbagai macam artikel, jurnal, dan buku tentang tata bahasa serta dialek bahasa Arab. Ia juga banyak menerjemahkan buku-buku dari bahasa Arab ke bahasa Inggris. heri ruslan


Redaktur: Mohamad Afif
Reporter: c02

STMIK AMIKOM

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/07/12/lo7tdo-mualaf-domenyk-eades-terpesona-gerakan-sujud

Siapa Bilang VOC Bukan Penjajah?

Senin, 11 Juli 2011 pukul 15:05:00

Oleh Muhammad Subarkah

Tak cukup menjarah dengan VOC, Pemerintah Belanda juga meminta uang sebesar 1.130.000.000 dolar AS sebagai pengganti pengakuan kedaulatan atas Indonesia.

Pada suatu siang di sekitar tahun 1918 beberapa orang tengah makan di ruang tengah Ketua Syarikat Islam, Umar Said Cokroaminoto, yang terletak di Peneleh Gang 7, Surabaya, sambil menyantap hidangan sekaligus meresapkan pembicaraan politik. Soekarno yang saat itu remaja duduk bersama mereka. Saat itu, Alimin dan Muso juga ikut makan bersama.

"Saat itu aku sempat bertanya dengan nada pelan. Berapa banyak yang diambil Belanda dari Indonesia?'' kata Soekarno dalam buku biografinya yang ditulis Cindy Adams. Suasana sesaat hening. Pak Cokro sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya bersuara menjawab pertanyaan. "Anak ini selalu ingin tahu,'' kata Pak Cokro sembari kemudian meneruskan pembicaraannya.

"De Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau Perkumpulan Dagang India Hindia Timur, mengeruk-atau mencuri-kira-kira 1.800 juta gulden dari tanah kita setiap tahun untuk memberi makan Den Haag,'' tegas Pak Cokro.
"Apa yang tersisa dari negeri kita,'' tanya Soekarno, dengan nada lebih keras. Alimin kemudian menjawab, "Rakyat tani kita yang bekerja mandi keringat mati kelaparan karena hanya mendapat penghasilan sebenggol sehari.''

"Kita menjadi bangsa kuli di antara bangsa-bangsa,'' Muso kemudian ikut menyela pembicaraan. Pak Cokro kemudian menerangkan panjang lebar mengenai arti penjajahan. Menurut dia, syariat Islam tidak membenci bangsa Belanda karena yang dibenci sistem pemerintah kolonialnya.''
                                       
Percakapan para tokoh bangsa itu kiranya kini perlu diceritakan kembali. Mungkin dahulu tak terbayangkan bahwa Indonesia bisa lepas dari pemerintah kolonial Belanda. Tapi faktanya, seratus tahun kemudian banyak yang lupa dengan sosok VOC tersebut. Bahkan, belakangan kini ada anggapan bahwa VOC hanya sekadar kongsi dagang. VOC bukan penjajah!

Persoalan sosok VOC itu pada awal Mei silam sempat diseminarkan secara serius. Pemicunya adanya pidato mantan presiden BJ Habibie dan sebagian kalangan lainnya yang menyatakan kondisi Indonesia saat itu mirip dengan suasana kolonialisme era VOC.

"Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu negara ke negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus membeli jam kerja bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu 'VOC dengan baju baru,'" kata Habibie dalam pidato memperingati hari Pancasila di Gedung Parlemen (1/6).

Menyambut pidato itu, bara soal sosok penjajahan baru kini semakin tersingkap ke publik. Beberapa peminat sejarah kemudian mendiskusikannya di perpustakaan pribadi Fadli Zon yang berada di kawasan Pejompongan, Jakarta. Saat itu, terjadi diskusi yang serus. Dan, benar saja ada sebagian pihak yang menyatakan VOC yang berdiri pada 20 Maret 1600 adalah hanya sekadar kongsi dagang.

Peneliti sejarah Batara R Hutagalung mengakui, bagi sebagian besar rakyat Indonesia tidak dapat dibedakan apakah yang menjajah adalah VOC ataukah penerusnya, yaitu Pemerintah India (banyak orang menyebut Hindia Belanda atau Nederlandas Indie. VOC yang biasa disebut Kumpeni, jelas dipandang sebagai penjajah. Namun, ada sejarawan Indonesia yang mendukung pendapat konsevatif Belanda yang mengatakan bahwa VOC adalah perusahaan dagang biasa atau bukan penjajah.

"Apalagi di Belanda di sana banyak orang yang menilai zaman VOC sebagai zaman keemasan (de gouden eeuw). Bahkan, di website Kementerian Luar Negeri Belanda, di bagian sejarah VOC juga dinyatakan sebagai zaman keemasan,'' kata Batara.

Menurut Batara, memang pada awalnya orang-orang Belanda datang ke nusantara dengan maksud berdagang, terutama membeli rempah-rempah dan kemudian menjualnya ke Eropa. Pada waktu itu, rempah-rempah sangat mahal harganya di Eropa. Bahkan, di Jerman, julukan orang kaya pada saat itu disebut sebagai seorang si-Pfeffersack (kantong merica).

"Nah, para pedagang itulah kemudian mendirikan perusahaan dagang VOC. Yang luar biasa dalam pemberian kewenangan itu, Pemerintah Belanda pada 1602 memberikan kewenangan yang sangat besar layaknya suatu negara (mendapat hak oktroi). VOC mendapat hal memiliki uang sendiri, tentara, dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Salah satu buktinya adalah penyerangan VOC terhadap Jayakarta pada 30 Mei 1619. Ini jelas suatu bentuk penjajahan,'' tegasnya.

Selain menyulut peperangan dan membuat aksi pembantaian penduduk di banyak wilayah, lanjut Batara, bukti VOC penjajah adalah perilaku kongsi Belanda ini sebagai agen pemasok budak. Pada 1642, berdasarkan Bataviase Statuten (Undang-Undang Batavia), VOC meresmikan adanya perbudakan. Dan, semenjak itulah hingga lebih dari 200 tahun kemudian, Belanda menjadi pedagang budak terbesar di dunia. Sebagian besar perbudakan terjadi di Jawa, namun mereka didatangkan dari luar Jawa sebagai tawanan dari daerah-daerah yang ditaklukkan Belanda. "Para budak itu, misalnya, berasal dari pulau Banda.

Pada 1621, tercatat ada 883 orang (176 tewas dalam perjalanan) ketika dibawa ke pulau Jawa dan dijual sebagai budak. Bahkan, antara tahun 1670-1699, lebih dari separuh penduduk Batavia adalah budak!''

Sementara itu, sejarawan DR Harto Juwono menyatakan hal senada. Menurut dia, adanya pemberian hak oktroi dari penguasa Belanda kepada VOC, pada saat itulah sebenarnya VOC telah meninggalkan fungsi utamanya sebagai kongsi dagang. Landasan legalitas ini kemudian mendorong badan usaha ini ke arah suatu bentuk lembaga kekuasaan yang lebih menggunakan dominasi politik daripada kekuatan modalnya. Bahkan, sosok VOC sebagai penjajah sudah terlihat semenjak 40 tahun setelah pendiriannya.

"Hak oktroi menjadi sumber legalitas pelimpahan kewenangan politik. Ini karena VOC siap memasuki ranah pertarungan politik dan militer daripada kompetisi ekonomi yang selalu bisa dipatahkan dengan kekuatan militer dan diplomatiknya,'' kata Harto.

Peninggalan buruk dari VOC, selain mewariskan sistem perbudakan dan aksi kekerasan, kongsi dagang ini juga meninggalkan jejak kelam sebagai cikal bakal perilaku korup birokrasi Indonesia saat ini. Menurut Harto, pada waktu VOC berkuasa, saat itu kongsi dagang ini berhasil menciptakan oknum-oknum pejabat yang secara fisik, namun secara idealisme adalah sebagai entrepreneur. Pemikiran mencari untung sebagai pedagang di kalangan pegawai VOC dengan memanfaatkan sistem hubungan kekuasaan yang dibangun ini, menjadi cikal bakal utama tindak pelanggaran korupsi, pemungutan liar, penyelundupan, dan sebagainya.

"Situasi ini terjadi bersamaan dengan melemahnya sarana kontrol yang memiliki badan usaha ini. Penyimpangan itu semakin tumbuh subur dan mengakibatkan salah satu faktor yang mendukung kebangkrutannya, dan kelak akan terus berlangsung di bawah kekuasaan Pemerintah Belanda,'' jelas Harto. VOC kemudian bubar pada 31 Desember 1799. Setelah itu, kekuasaan kolonial langsung diambil alih oleh Pemerintah Belanda.
                                                      
Namun, meski kekayaan nusantara sudah dirampok habis-habisan, sifat rakus pemerintah kolonial terus berlangsung. Soekarno ketika menjabat sebagai presiden pada penghujung 1949 kembali merasakannya secara konkret. Pemerintah Belanda meminta uang sebesar 1.130.000.000 dolar AS sebagai pengganti pengakuan kedaulatan atas Indonesia. Uang ini adalah utang Pemerintah Hindia Belanda. Uang sebesar 'gunung' itu nantinya digunakan sebagai dana rehabilitasi negeri Belanda yang remuk redam akibat dirajam amuk Perang Dunia II.

Saat itu, Soekarno pun merasa geram, tapi tak bisa berbuat apa-apa. "Kami setuju membayar utang Pemerintah Hindia Belanda itu. Sungguh tak jujur tuntutan Belanda, membebani suatu negeri bekas jajahannya yang terbelakang dengan jumlah yang demikian besar!'' tegas Soekarno. Nah, masihkah ada yang tak percaya VOC bukan penjajah?

(-)

http://koran.republika.co.id/koran/0/138748/Siapa_Bilang_VOC_Bukan_Penjajah

07 July 2011

Aisha Uddin: Orang Boleh Tak Senang, Tapi Saya Bangga Bisa Menjadi Muslim

BBC
Aisha Uddin: Orang Boleh Tak Senang, Tapi Saya Bangga Bisa Menjadi Muslim
Aisha Uddin

Kamis, 07 Juli 2011 01:00 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Kulitnya putih pucat, matanya biru terang. Sebelum berjilbab, banyak orang terkaget-kaget ia bisa melantunkan Al Fatihah dengan merdu. Memang, tak sefasih Sameeah Karim, sahabatnya. Namun, bagi seorang kulit putih seperti dirinya, sungguh luar biasa.

Sudah beberapa tahun ini, Aisha memeluk Islam. Gadis 22 tahun ini juga sudah mulai berjilbab, bahkan lebih gemar mengenakan abaya. "Sebelum ini, jeans dan hoodies adalah busana saya sehari-hari...juga make up tebal," ia terkekeh menceritakan.

Banyak yang memprotes perubahannya, tapi ia tersenyum saja menanggapinya. "Bagi saya sekarang, jelas itu merupakan perubahan dramatis, tapi saya senang dengan apa yang saya buat, karena sekarang saya tidak harus membuktikan diri untuk menjadi orang lain di luar saya. Inilah saya," ujarnya.

Aisyah menaruh minat pada agama sejak menginjak sekolah menengah. Sejak itu, ia mulai diam-diam mengunjungi masjid setempat untuk belajar agama yang semula dianggap 'aneh' olehnya.

"Islam menarik perhatian saya dan saya ingin tahu lebih jauh ke dalamnya - orang-orangnya juga budayanya - dan saya terus belajar dan belajar," ujarnya.

Melanjutkan pendidikan ke Birmingham, ia merasa bak di surga. "Saya tak perlu lagi sembunyi-sembunyi belajar, dan di sekeliling saya banyak yang Muslim," katanya.

Dia mengaku menghabiskan bertahun-tahun belajar banyak tentang Islam sebelum sepenuhnya yakin dan bersyahadat. Setelah bisa mempraktikkan shalat lima waktu dengan benar, ia mulai belajar berjilbab.

"Hidup berubah secara dramatis setelah itu," akunya.

Ia bukan sedang bercerita tentang penampilannya, namun apa yang ada dalam dirinya. "Dulu saya adalah seorang pemberontak dan selalu mendapatkan masalah di rumah. Lalu ketika saya menjadi Muslim, saya menjadiagak tenang," ujarnya.

Tak hanya itu, ia juga lebih senang tinggal di rumah, ketimbang dugem di luar rumah. "Mempelajari sesuatu dari internet, atau membaca buku membuat saya lebih bahagia...Kini saya bangga punya identitas tertentu," akunya.

Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: BBC, Turn To Islam

06 July 2011

Mualaf Angela Collins: Begini Alasan Saya Menyerahkan Hati Saya pada Islam

Youtube
Mualaf Angela Collins: Begini Alasan Saya Menyerahkan Hati Saya pada Islam
Angela Collins

Rabu, 06 Juli 2011 00:13 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Angela Collins pernah menjadi buah bibir di Amerika Serikat. Bukan tentang film televisi yang dibintanginya, tapi tentang keislamannya. Ia bersyahadat tak lama setelah Tragedi 11 September 2001.

Apa yang membuatnya jatuh hati pada Islam? Pada situs turntoislam, ia menceritakan alasannya:

Saya meyakini bahwa saya tidak bisa mengendalikan peristiwa yang terjadi dalam hidup saya atau dalam kehidupan orang lain.

Islam adalah satu-satunya agama yang menyuruh kita melakukan penyerahan total kepada Sang Pencipta kita, Pencipta semua orang dan segala sesuatu. Sebagai seorang Muslim saya tahu bahwa semua yang saya lakukan pertama dimulai dengan niat dan kemudian saya harus mengubah niat itu menjadi upaya dalam rangka melaksanakan apa yang telah ditetapkan. Kebijaksanaan ini mendefinisikan jalan saya untuk menjadi orang yang lebih baik bagi diri sendiri, keluarga saya, komunitas saya, dan semua orang di muka bumi.

Dalam hakikat Allah (satu-satunya Allah) membuka hati saya, Islam memberi saya arah, dan sekarang saya hidup dengan panduan yang dipinjamkan oleh Pencipta saya untuk kebahagiaan di bumi ini dan insya Allah, di akhirat nanti.

Sementara agama adalah sumber daya untuk membantu memandu diri untuk perilaku yang baik melalui spiritualitas kita.

Saya seorang mualaf. Katolik adalah agama nenek moyang saya. Pada usia 14 tahun, saya menolak konsep trinitas dan mempersempit apa yang saya lihat sebagai kisah rumit 'tiga dalam satu', menjadi 'dua dalam satu' dan mulai menghadiri gereja Baptis.

Sepanjang hidup saya, saya telah mencari untuk memahami, tetapi ketika sampai pada konsep ketuhanan saya benar-benar bingung. Terutama tentang mengapa Tuhan akan datang sebagai manusia dan akan membiarkan dirinya untuk mati bagi dosa-dosapengikutnya.

Saya bertanya pada diri sendiri, "Mengapa agama saya perlu begitu rumit?"

Ketika saya mencapai usia dewasa, saya memutuskan untuk membuatnya sangat sederhana. Hanya ada satu, Pencipta kita dan itu saja. Tidak ada penjelasan lain yang rasional dan lebih masuk akal.

Saya melihat Islam sebagai agama yang datang untuk mengklarifikasi kesalahan manusia yang mengubah firman Allah yang asli agar sesuai kepentingan mereka. Islam adalah sederhana: Allah adalah Allah. Allah menciptakan kami dan kami menyembah Allah dan Allah saja. Allah mengutus Musa, Yesus, dan Muhammad (saw) untuk menyampaikan pesan-Nya untuk membimbing semua orang.

Dalam Islam, Yesus (Isa) adalah satu-satunya nabi yang tidak pernah mati itulah sebabnya ia adalah utusan yang akan datang kembali sebelum Hari Penghakiman.

Islam menegaskan bahwa Anda tidak diberikan jalan ke surga hanya karena Anda mengatakan Anda adalah Muslim. Dan Anda mungkin tidak langsung pergi ke surga hanya karena Anda percaya bahwa Allah bersifat monotheistik.

Anda pergi ke surga berdasarkan niat dan tindakan berikut pesan yang diajarkan kepada kita oleh para rasul sendiri dan dikonfirmasi oleh buku-buku asli dari Allah.

Surga bukanlah klub eksklusif bagi mereka yang hanya mengikuti apa yang ayah mereka ajarkan pada mereka. Sebaliknya, itu adalah tanggung jawab Anda, terutama sebagai seorang Muslim, untuk terus mencari kebenaran, pemahaman, dan untuk membaca serta berpikir.

Setelah membaca setiap bab dalam Quran dua kali dan menelaah secara rinci, saya percaya bahwa karya ini hanya bisa datang dari Pencipta saya. Tanpa ragu penulis buku ini tahu lebih banyak tentang saya daripada saya tahu tentang diri saya sendiri.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa Islam secara serius disalahpahami di tanah air saya, Amerika Serikat. Maka, pilihan saya pada agama "kontroversial" membuat keluarga dan teman-teman bingung.

Ini adalah keyakinan saya yang tulus bahwa Allah membawa saya ke Islam dengan meningkatkan gairah saya dalam mengeksplorasi perspektif 'asing' melalui 'perjalanan asing'.

Setelah menemukan diri saya dalam Islam, saya dapat mematuhi ajaran-ajaran dalam Quran dan Hadis. Islam adalah multi-budaya dan merupakan sistem yang dapat diadopsi dalam lingkungan apapun pada setiap titik waktu.

Saya yakin dapat mengatakan bahwa jika Allah tidak meniupkan Islam ke dalam jiwa saya, saya tak akan pernah menemukan Angela.

Well, hari ini, di sinilah saya: Angela, seorang Muslim Amerika: adalah jiwa yang terus-menerus mencari Penciptanya dan kini telah menemukan Pencipta semesta alam, dalam Islam.

 

Reportase tentang Angela Collins bisa juga dilihat di sini

Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: Turn To Islam

03 July 2011

Liburan Membawa Leila Reeb Temukan Hidayah

   
www.balkanchronicle.com
Liburan Membawa Leila Reeb Temukan Hidayah
Danny dan Leila Reeb

Sunday, 03 July 2011 01:00 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON - Leila Reeb, wanita Inggris berusia 29 tahun, memeluk Islam ketika usia 25 tahun. Dia kini menikah dengan Danny (28) yang juga seorang mualaf sejak empat tahun lalu.


Pasangan guru yang tinggal di Milton Keynes, Bucks, itu menuturkan bahwa setiap orang pasti merasa heran ketika mendengar ada orang yang masuk Islam.

"Reaksi yang biasa ketika orang tahu bahwa aku masuk Islam pada usia dua puluhan tahun. Yakni, rasa ingin tahu yang muncul,'' cerita Leila Reeb. ''Aku dan suami sama-sama orang Inggris berkulit putih. Jadi, Anda jangan berpikir kami seperti 'tipikal' Muslim.''


Pemberontak, Tato hingga Piercing


Leila Reeb memiliki pendidikan yang normal dalam sebuah keluarga khas Inggris. Dia tumbuh dengan kondisi di mana agama tidak benar-benar memainkan peran apa pun dalam kehidupan.

''Saya adalah seorang remaja stereotip,'' katanya.

Leila Reeb tumbuh sebagai remaja pemberontak. Dia memiliki tato dan piercing pada bibirnya. Dia juga punya pacar dan senang pergi minum-minum bersama teman-teman. ''Di Inggris, ada budaya minum dan saya menghabiskan sebagian waktu untuk pergi ke bar,'' ceritanya.

Leila Reeb tidak punya teman muslim. Dalam pandangannya saat itu, Islam adalah budaya patriarki di mana kaum laki-laki mendominasi dan menindas kaum perempuan.

Liburan ke Mesir
Pandangan sempit Leila Reeb tentang Islam berubah ketika dia pergi berlibur ke Mesir. Usianya saat itu sudah menginjak 25 tahun.

Di Mesir, Leila Reeb bertemu dengan penduduk Muslim setempat. Dia menemukan dirinya diserap oleh budaya mereka. ''Ketika mendengar panggilan ibadah setiap hari , ada sesuatu yang hidup dalam diriku. Aku mulai merasakan hubungan spiritual yang kuat dengan Islam,'' tuturnya. ''Aku heran bagaimana orang-orang tampak hormat.''

Setelah tiba di rumah, Leila Reeb memutuskan untuk mempelajari Islam lebih dalam. Dia menjalin hubungan dengan seorang teman yang telah masuk Islam.

Sang teman mengundang Leila Reeb untuk berbincang-bincang.  Ketika Leila Reeb masuk, ruangan itu penuh dengan wanita mengenakan niqab. ''Saya pikir mereka akan menilai saya. Tapi, mereka begitu ramah,'' ceritanya.

Saat mendalami Islam, Leila Reeb menemukan banyak kebiasannya selama ini yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Namun, dia menilai Islam lebih masuk akal untuk diikuti. Salah satu contohnya adalah larangan untuk tidak minum minuman keras karena kebiasaan tersebut buruk bagi kesehatan. Leila Reeb kini juga menemukan bahwa menutup aurat itu lebih membebaskan daripada menjadi budak mode.

Segera setelah semua itu, Leila Reeb akhirnya memutuskan untuk mengucapkan syahadat. ''Rasanya seperti hal yang benar untuk dilakukan. Tapi, saya butuh beberapa pekan untuk memberitahu keluarga saya dan saya merasa gugup tentang reaksi mereka,'' katanya.

Isu Teroris
Saat Leila Reeb masuk Islam, ada banyak penangkapan teroris di Inggris. Keluarga Leila Reeb sempat khawatir. Tetapi, Leila Reeb melakukan upaya nyata untuk menunjukkan kepada mereka bahwa dirinya tidak berubah.

''Saya memakai jilbab. Tapi, aku saat itu memilih untuk tidak memakai jilbab dan keluarga saya bisa melihat aku masih orang yang sama. Sekarang mereka sangat mendukung,'' tutur Leila Reeb.

Danny dan Leila Reeb datang dari keluarga non-muslim. Mereka bertemu secara online mengobrol tentang ini dan itu. Mereka menikah dua tahun lalu di sebuah masjid.

''Kami beruntung tinggal di Inggris karena setiap orang bebas untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Saya bangga menjadi orang Inggris dan menjadi seorang Muslim. Tidak ada konflik antara keduanya,'' katanya.

Leila Reeb rajin membaca Alquran dan belajar lebih banyak tentang Islam sepanjang waktu. Makan makanan halal dan berpuasa selama Ramadhan adalah perubahan besar pada kehidupan Leila Reeb. ''Bangun setiap pukul 03.00 dini hari untuk berdoa itu tidak pernah mudah,'' kata Leila Reeb. ''Tapi, sekarang aku benar-benar percaya  bahwa aku kini benar-benar hidup. Aku tidak pernah menyesali pilihan saya."


Redaktur: Didi Purwadi
Sumber: www.balkanchronicle.com

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/07/02/lnpcr0-liburan-membawa-leila-reeb-temukan-hidayah

Translate it by Google Translator