05 June 2012

Turki Terjemahkan Injil Berusia 1.500 Tahun

Selasa, 05 Juni 2012, 00:28 WIB
Alarabiya
Turki Terjemahkan Injil Berusia 1.500 Tahun
Naskah injil yang ditemukan di Turki bertuliskan bahasa Syriac dialek Aram.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA --  Sebuah media di Timur Tengah Alarabiya melaporkan bahwa  pemerintah Turki akan menerjemahkan alkitab berusia 1.500 tahun.

Injil kuno yang menyebut kerasulan Muhammad SAW itu memang sempat mengundang perhatian dunia. Selain menyebut akan datangnya Nabi Muhammad, Injil itu juga menyebut bahwa Yesus adalah manusia fana dan tak pernah disalib.

Injil Barnabas yang di percaya para analis sebagai tambahan dari kitab-kitab injil asli seperti Markus, Matius, Lukas, dan Yohanes menarik perhatian awal tahun ini. Dalam kitab Yesus telah meramalkan kedatangan Nabi Muhammad.

Pada Februari lalu, Vatikan secara resmi telah meminta untuk melihat alkitab yang ditemukan Turki selama operasi penyelundupan pada tahun 2000. Pekan ini kutipan dari dokumen asli tersebut telah di terjemahkan. Dokumen yang ditulis dengan bahasa Syriac dialek Aram tersebut menyangkal Ketuhanan Yesus.

Laporan sebuah majalah online Y-Jesus yang berbasis di Amerika Serikat dalam analisisnya mengenai Injil Barnabas mengungkapkan, teks dokumen secara efektif menyangkal keilahian Yesus dan menolak konsep trinitas, kepercayaan kristen yang mendefinisikan Allah dalam tiga pribadi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

Laporan itu juga menyatakan dalam Injil Barnabas, Yudas Iskariot disebut sebagai orang yang mati disalib dan bukan Yesus. Sementara dalam Perjanjian Baru, Yudas disebut mengkhianati Yesus.

Pernyataan dari laporan kajian terhadap Injil Barnabas tersebut menantang pesan Kristen selama ini. Pesan selama ini, kematian Yesus dikatakan sebagai pengorbanan Juru Selamat bagi dosa-dosa Kristen dan kebangkitanya sebagai harapan kehidupan kekal.

Pernyataan Injil Barnabas mendukung keyakinan Islam bahwa penyaliban Yesus tidak pernah terjadi.
St Barnabas secara tradisional diidentifikasikan sebagai pendiri Gereja Siprus. Ia adalah orang Kristen pertama yang dianggap sebagai rasul bagi umat Kristen.

Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Turki, Ertugrul Gunay, mengatakan, teks dari Injil Barnabas tersebut dilaporkan bernilai sekitar 22 juta dolar.

"Sejalan dengan keyakinan Islam, Injil memperlakukan Yesus sebagai manusia bukan Tuhan. Ini menolak ide dari tritunggal kudus dan penyaliban. Serta ramalan Yesus akan kedatangan Nabi Muhammad," Kata Gunay seperti dilaporkan dalam salah satu surat kabar setempat.

Saat ini injil dijaga ketat oleh pihak berwenang Turki sebelum diserahkan pada Museum Etnografi Ankara. Rencananya teks asli injil tersebut akan dipamerkan di museum.

Redaktur: Dewi Mardiani
Reporter: Gita Amanda

04 June 2012

George Wenur, Tersentuh Azan di Tepi Israel (I)


Selasa, 29 Mei 2012, 10:31 WIB
twitter
George Wenur, Tersentuh Azan di Tepi Israel (I)
George Wenur

REPUBLIKA.CO.ID, Hawa dingin Perth, Australia mengantarkan Republika bertemu seorang general manajer hotel terkemuka di kota tersebut, Rabu (23/5). Dia adalah George Wenur yang kini menjadi nahkoda King's Hotel Perth. Sosok enerjik ini bukan pemain baru di dunia perhotelan. Bersama manajemen hotel Four Season, dia sudah melanglang buana mengelola bisnis yang satu ini.

Selidik punya selidik, penggemar motor gede Harley Davidson ini ternyata seorang mualaf. Sebenarnya dia terlahir sebagai seorang katolik. Namun demikian George menghabiskan masa kecilnya di lingkungan Islam. Di tumbuh di sekitar Masjid Al Falah, Surabaya. Sejak masa kecil itulah sebenarnya dia sudah mulai kontak dengan Islam.

Setamat dari SMA Santa Maria Surabaya, dia kemudian meneruskan kuliah perhotelan di Swiss. Setelah tiga tahun kuliah, George yang lahir 4 Oktober 1960 ini kemudian terjun ke dunia kerja. Setelah beberapa saat mencoba kerja di hotel, pada tahun 1986 dia ingin mencoba dunia baru dengan bekerja di kapal pesiar asal Italia. Dari sinilah kisah hidupnya berubah.

Saat mulai bekerja di kapal, dia berkawan dengan seorang warga Iran dan warga Irak. Bersama kedua orang ini dia sering berbincang soal Islam. Sebelum di kapal, dia juga pernah punya teman kerja di Venesia bernama Samir. Warga Irak ini menjadi teman satu kamar George saat tinggal di kota tersebut.

Setelah sembilan bulan kerja di kapal, kejadian tidak lazim mendorongnya membuat perubahan besar dalam hidup. Saat itu, kapal tempatnya bekerja melintas di sekitar perairan Ashdod, yang diduduki Israel.

Kapal ini memang melayani rute wisata menyusur Laut Mediterania. Kota Ashdod menjadi salah satu titik persinggahannya. Jadi, dalam setiap rute perjalanan mengelilingi Mediterania, George singgah di kota tersebut.

Di bulan kesembilan kerja di kapal itulah dia mendengar suara azan dari speaker kapal saat posisinya berada dekat perairan Ashdod. Dia berpikir, suara azan itu diputar oleh petugas radio komunikasi kapal. Namun George tidak lantas begitu percaya pada sangkaannya itu. Dia cek ke petugas radio komunikasi.

"Tapi ternyata mereka mengatakan tidak membunyikan siaran azan," ujar George. Saat itu kira-kira tiba waktunya untuk shalat shubuh. Karena tidak ada yang menyiarkannya, suara azan ini pun mengundang rasa penasaran yang sangat besar. George berpikir keras untuk menemukan asal muasal panggilan azan tersebut.

Redaktur: Hafidz Muftisany
Reporter: Irfan Junaidi

George Wenur, Tersentuh Azan di Tepi Israel (II)


Selasa, 29 Mei 2012, 10:38 WIB
twitter
George Wenur, Tersentuh Azan di Tepi Israel (II)
George Wenur

REPUBLIKA.CO.ID,Syahadat di Masjidil Aqsa

Sambil berpikir, pekerjaan di kapal pesiar terus saja dijalaninya seperti biasa. Pada kesempatan berikutnya, kejadian yang sama terulang. Dia mendengar suara azan dari pengeras suara di dalam kapal saat menjelang shubuh di dekat Ashdod. Dia kembali mengecek ke petugas radio komunikasi, dan ternyata mereka tidak menyiarkan azan.

Sebelum mendengar azan, George sudah sering berdialog dengan rekan-rekannya yang Muslim. Salah satu tema perbincangan yang membuatnya berpikir banyak soal Islam adalah tentang kitab suci. Di situ intinya terungkap bahwa Alquran adalah kitab suci yang menyempurnakan kitab suci-kitab suci yang diturunkan sebelumnya oleh Allah SWT.

Dua kejadian inilah yang kemudian mendorongnya kuat untuk berpindah agama dari Katolik menjadi Islam. "Saya langsung ke Masjidil Aqsha untuk menemui imamnya," tutur dia. Upayanya itu pun berhasil. Di masjid inilah dia kemudian mengucap syahadat untuk menyatakan masuk Islam.

Saat itu, George berusia 26 tahun dan belum berkeluarga. Selepas mengucap syahadat, George mengontak kedua orang tuanya. "Saat itu ibu saya menyatakan bisa menerima dengan lapang dada dan bapak saya diam," tutur George. Begitu masuk Islam, George merasakan suasana batin yang lebih nyaman dibanding sebelumnya.

Pada tahun 1989 dia kemudian pulang ke Surabaya dan berhenti kerja di kapal pesiar. Di kota ini dia memperdalam Islam selama setahun. George banyak menghabiskan waktu di Masjid Al Falah untuk lebih mengenal Islam. Kontak dengan teman-teman kecil dan teman sekolahnya pun terus dijalin. Saat itu dia sudah menikah dengan perempuan asal Surabaya.


Redaktur: Hafidz Muftisany
Reporter: Irfan Junaidi

George Wenur, Tersentuh Azan di Tepi Israel (III-habis)


Selasa, 29 Mei 2012, 10:46 WIB
twitter
George Wenur, Tersentuh Azan di Tepi Israel (III-habis)
George Wenur

REPUBLIKA.CO.ID, Ditentang Keluarga

Pria yang setelah masuk Islam juga punya nama Muhammad Yusuf ini juga tetap bergaul dengan teman-teman Katoliknya. Kebanyakan teman, kata dia, tidak mempersoalkan keputusan pindah agama. Ada satu teman, yang kemudian menilai George telah menghianati Yesus. "Tapi saya katakan tidak, dalam Islam saya tetap percaya Isa," kata ayah dua orang putra ini.

Dari saudara ibunya, dia juga mengaku sempat mendapatkan penentangan atas keputusannya memeluk Islam. Tapi, penentangan itu tak digubrisnya. Lama-lama situasi pun berubah normal. Ayahnya yang semula menanggapi dengan diam, perlahan-lahan bisa menerima keputusan George untuk meninggalkan Katolik menjadi seorang Muslim.

Selain kenyamanan, satu hal penting yang juga menjadi nilai tambah buat dia setelah masuk Islam adalah kedisiplinan. Sejak masuk Islam, dirinya merasa lebih disiplin dalam segala hal. Karena memang Islam banyak sekali mengajarkan tentang kedisiplinan.

Setelah setahun mendalami Islam di Surabaya, dia kemudian bergabung dengan manajemen Hotel Four Season dan ditempatkan di Bali. Setalah itu dia dipindahkan ke Jakarta. Selanjutnya di tahun 1998 dia pindah ke Amerika, Kanada, dan Turki. Di berbagai negara yang ditinggali, George mengaku tidak ada masalah dengan Islam.

Kemudian sejak tahun 2007, dia memilih pindah ke Perth, Australia, dan keluar dari Four Season. "Ini karena anak saya kuliah di sini sehingga kami memilih pindah," ujar dia. Di Perth dia bergabung dengan King's Hotel sebagai general manager. Di kota ini, dia pun tetap nyaman untuk menjalankan aktivitas keislamannya dengan baik.

Redaktur: Hafidz Muftisany
Reporter: Irfan Junaidi

Malaak: Stereotip Islam Mengantarkannya Menjadi Muslimah


Kamis, 31 Mei 2012, 18:54 WIB
Wordpress.com
Malaak: Stereotip Islam Mengantarkannya Menjadi Muslimah
Alquranul Karim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,   Sejumlah buku menggambarkan Islam secara negatif. Namun, stereotip terhadap Islam itu tak lantas membuat Malaak percaya.

Sebagian orientalis menyerang Islam dengan menyebutnya sebagai "agama buatan manusia" dan "agama yang menekan kaum perempuan". 

"Aku sangat tertarik mengenal Islam. Tapi aku sadar, buku tentang Islam yang ku baca semuanya ditulis oleh kalangan non-Muslim. Tentu, aku melihat itu sebuah kebohongan," ujar Malaak.

Suatu ketika, ia bertemu dengan dua Muslimah asal Pakistan. Mereka mengenakan jilbab. Saat itulah, Malaak mendapatkan kesempatan untuk bertanya langsung tentang Islam dan muslim langsung dari sumbernya.

"Sejak berumur 12 tahun, Aku telah meninggalkan Kristen. Aku pun bebas untuk bertanya tentang agama lain," kata dia.

Kesempatan itu dimanfaatkan betul oleh Malaak. Ia pun begitu kagum dengan penjelasan kedua Muslimah itu tentang Islam.

Yang pasti, Malaak mulai meragukan apa yang telah dipaparkan lingkungan sekitarnya tentang Islam. Ia pun melanjutkan pencarian informasi tentang Islam.

Dalam sebuah kesempatan, kebetulan Malaak tengah bekerja di sebuat toko. Pada saat itu, ada Muslimah berjilbab yang bertanya tentang letak masjid.

Dengan semangat, Malaak memberitahu muslimah itu. Malaak sebenarnya sudah beberapa kali mengunjungi Islamic center. Ia pun berulang kali berdiskusi dengan muslimah yang kebetulan tengah berada di sana.


                                                                       ***

Suatu hari, ia kembali berkunjung ke Islamic center. Namun, teman-teman diskusinya kebetulan tidak hadir. Ia pun diminta untuk kembali beberapa hari kemudian.

Tiga hari berselang, ia kembali datang. Kali ini, ia kurang beruntung lantaran teman-temannya itu tidak jua datang. Untuk beberapa alasan, Malaak memutuskan untuk menunggu.

"Seingatku, saat itu adalah hari Jumat. Aku datang pukul 12 siang, bertepatan dengan pelaskanaan shalat Jumat. Sembari menunggu, aku diberikan buku oleh seorang muslimah. Buku karya Maurice Bucaille berjudul Injil, Alquran dan Ilmu Pengetahuan," kenangnya.

"Ketika aku membacanya, aku tahu dalam diriku ada keinginan kuat untuk menjadi muslim. Aku tahu sekali, Alquran adalah buatan Allah SWT, yang tidak mungkin dibuat oleh Nabi Muhammad SAW yang ku kenal sebagai sosok manusia biasa yang tidak dapat membaca lagi menulis," kenang dia.

Pekan selanjutnya, Malaak semakin mantap untuk menjadi Muslim. Ia pun memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Selesailah pencarian kebenaran yang dilakukannya selama 20 tahun.

Seperti mualaf lainnya, identitas baru Malaak mendapat penolakan dari keluarganya. Sang Ayah yang mengetahui dirinya muslim dan memiliki Alquran di apartemennya, segera merobek kitab suci itu.

                                                                       ***

Tak berkenan dengan perlakuan ayahnya, Malaak menghubungi polisi. Tapi mereka justru menolak untuk membantunya. "Jangan pikir apa yang ayah kamu lakukan salah," kenang Malaak menirukan suara petugas polisi yang mendatangi apartemennya.

Meski diperlakukan kasar, Malaak tak berhenti untuk memberikan penjelasan kepada orang tuanya tentang Islam dan Alquran. Kepada orang tuanya, Malaak mengatakan Islam dan Alquran mengajarkan kepada setiap Muslim untuk menghormati orang tua kendati berbeda keyakinan.

"Aku pun menceritakan salah seorang kisah sahabat yakni Umar bin Khattab. Situasi saat itu mulai membaik," katanya.

Tak berselang lama, Malaak pun memantapkan hati untuk mengenakan jilbab. Kali ini, tidak ada lagi penolakan dari orang tuanya.

"Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas nikmat-Nya yang telah diberikan padaku. Ayahku tidak lagi banyak berkomentar soal diriku. Tentu aku berpikiran positif, bahwa ayah mulai menerima pilihanku," pungkasnya.

Redaktur: Heri Ruslan

Brother Eddie: Gangster yang Menemukan Kedamaian dalam Islam

Jumat, 01 Juni 2012, 14:54 WIB
Brother Eddie: Gangster yang Menemukan Kedamaian dalam Islam
Brother Eddie

REPUBLIKA.CO.ID, Cobalah ketik laman web  www.thedeenshow.com di mesin pencari Anda. Maka, Anda akan menyaksikan video berisi kisah-kisah inspiratif tentang orang-orang yang menemukan Islam dan perjuangan mereka untuk tetap menjadi seorang Muslim.

The Deen Show adalah sebuah perusahaan Muslim yang berusaha untuk memberikan infomasi tentang Islam secara benar dan komprehensif dengan berdasarkan sumber otentik, Alquran dan Sunah. Informasi itu tidak hanya ditujukan pada umat Muslim saja, tetapi juga non-Muslim.

Perusahaan tersebut menyatakan diri tidak berafiliasi dengan organisasi manapun dan mereka mengutuk keras terorisme serta segala tindakan fanatik atas nama Islam. The Deen Show mulai tayang pada tahun 2006.

Orang yang berada di balik munculnya tayangan tersebut adalah Brother Eddie. Nama aslinya adalah Eddie Redzovic. Dia lahir di New York dari orangtua yang merupakan imigran asal Yugoslavia,  tetapi sebagian besar hidupnya lebih banyak dihabiskan di Chicago. 

                                                                  ***

Sebelum, mendapatkan cahaya terang dari agama Islam, dunia bawah tanah Chicago adalah teman akrab bagi Eddie.  Pada umur yang belum genap 30 tahun, dia sudah berhasil menikmati apapun yang diimpikan pemuda Amerika, mulai dari uang, mobil, sampai wanita.

Meskipun telah mencapai apa yang diimpikannya, jiwa Eddie masih saja tidak tenang. Pada masa-masa kelamnya, dia menjadikan jalanan dan klub malam sebagai tempatnya mencari ketenangan. Dia menghabiskan masa mudanya di dunia yang penuh dengan kekerasan. Teman-temannya berasal dari gank-gank yang berkuasa di jalanan.

Hingga akhirnya, Eddie menyadari bahwa selama ini dia sendiri. Tidak ada yang benar-benar menjadi teman-temannya. Suatu hari,  ketika dia berada di dalam penjara, Eddie menyadari bahwa teman-teman satu gank-nya itu tidak ada seorang pun yang peduli padanya. Ia pun mulai mempertanyakan tujuan hidupnya.

Hidup di penjara membuatnya sadar. Namun ketika dia sudah mulai memeluk Islam, perang belum juga usai. Dia masih harus meyakinkan dirinya tentang agama yang baru dipeluknya itu. Saat ini, Eddie merasa sudah memeluk Islam secara utuh. Dia sudah mengerti tentang konsep Islam itu sendiri.

Islam menurutnya adalah bahasa Arab yang artinya "Menyerahkan Diri" pada Sang Pencipta Bumi dan Surga. Setiap manusia di dunia ini menyerahkan hidupnya untuk sesuatu hal, mulai dari bosnya, uang, wanita, fashion, dan berbagai macam gaya hidup. Menurut dia,  Islam sebenarnya adalah tempat yang tepat untuk benar-benar menyerahkan diri.

Islam merupakan panggilan untuk menyerah pada Pemilik dari segala yang ada di bumi dan langit. "Sebelum saya memeluk Islam, saya tidak melakukan itu," ujar Eddie dalam sebuah wawancara dengan saudilife.net.  Dia menyadari bahwa hidupnya sebelum memeluk Islam adalah hidup yang menyenangkan, tapi kosong, tanpa adanya kedamaian dan ketenangan.

Lalu kemudian Islam memberikannya harapan dan tujuan hidup yang baru. "Saya langsung shalat setelah saya mengetahui kebenaran tentang Islam," ujarnya. Utuk mencapai ilmu tentang shalat dan seluk beluk Islam, dia mengaku harus belajar terus-menerus dan banyak membanding-bandingkan. 

Meskipun dia memiliki keluarga yang sudah memeluk Islam lebih dulu. Akan tetapi dia melihat mereka hanya memeluk Islam sebagai sebuah budaya saja, tanpa mengerti sepenuhnya tentang Islam itu sendiri.

Saat ini, selain menjadi presenter The Deen Show, Eddie juga mengelola sekolah beladiri. Dia mengajarkan Jiujitsu dari Brazil. Terutama Jiujitsu yang dikembangkan oleh Royce Gracie. "Saya membuktikan sendiri bahwa Jiujitsu adalah bela diri yang paling efektif," kata Eddie.

Selama lebih dari satu dekade yang lalu, Royce Gracie, masuk ke arena yang disebut Octagon untuk bertarung dengan seni bela diri yang lain. Royce berhasil mengalahkan mereka semua. Peristiwa ini, menurut Eddie, mengingatkannya pada Islam, Alquran, dan cara hidup sebagai Muslim.

Ketika masuk dalam arena perdebatan, Islam dengan segala bukti yang ada, mampu mengalahkan yang lain. Kemunafikan serta kekafiran semua menghilang sehingga menyisakan kebenaran sejati, itulah Islam.

Redaktur: Heri Ruslan

Brother Eddie: Mualaf yang Berdakwah di Jalan Allah

Jumat, 01 Juni 2012, 15:23 WIB
Brother Eddie: Mualaf yang Berdakwah di Jalan Allah
Brother Eddie

REPUBLIKA.CO.ID, Film yang berjudul From Dunyan to Deen adalah sebuah kisah inspirasional yang menceritakan tentang perjalanan hidup Eddie Redzovic alias Brother Eddie.

Berbentuk dokumenter, film tersebut mengupas bagaimana masa lalu sang master Jiujitsu itu menghadapi hidup, hingga akhirnya dia menemukan dan memeluk Islam.

Cerita tentang teman-temannya yang memberikan pengaruh buruk, cara hidup yang bermasalah, hingga akhirnya penjara membawanya pada cahaya Islam. Rasa sepi di penjara menyadarkan dirinya tentang tujuan hidup yang sebenarnya.

''Film ini memang bertujuan untuk mencerahkan pikiran dan memperbaiki jalan hidup seseorang," kata Eddie. Film ini mampu menunjukan apakah sebenarnya tujuan hidup itu. Pesta, uang, mobil, atau wanita bukanlah tujuan hidup yang mampu memberikan kedamaian.

Eddie berharap ketika menonton film tentang dirinya itu, para penonton mampu merefleksikan hidupnya sendiri dan mulai mempertanyakan tentang tujuan hidupnya. Apakah yang selama ini dia jalani itu sudah pada jalur yang benar. Islam kemudian hadir sebagai jawaban atas pertanyaan itu. Islam sudah terbukti secara rasional maupun logika sebagai jalan hidup yang terbaik.

Setelah menyelesaikan filmnya, Eddie tidak akan berhenti berjuang. Hidup ini, baginya seperti sebuah perusahaan, di dalamnya terdapat seorang pimpinan baik hati yang memberikan sederet pekerjaan yang harus dilakukan. Sehingga sang anak buah dengan senang hati akan bekerja dengan baik setiap saat, dan pada akhirnya mendapatkan bonus. Lalu anak buah itupun pasti akan bercerita tentang pemimpin yang baik hati itu.

Bayangan itu, menurut Eddie sama dengan Islam. Pemimpin dari semua pemimpin itu adalah Allah, dan tugas untuk para umatnya pun sudah ditentukan, bahkan tugas itu jauh lebih berharga dari kekayaan apapun. Lalu ketika bayangan itu coba diimpelementasikan maka, setiap saat seorang Muslim akan berusaha untuk menyenangkan Allah dengan melakukan apa yang sudah diperintahkan.

Dengan beribadah, menurut Eddie,  seorang Muslim akan terhindar dari hal-hal yang hanya membuang-buang waktu saja. Apalagi dengan kesadaran penuh bahwa maut bisa menjemput kapan saja dan hari kiamat bisa datang esok hari. Oleh karena itulah Eddie akan terus berusaha untuk berdakwah dan mencoba mengajak orang lain menuju jalan kebaikan, yaitu Islam.

Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: rosyid hakiim

Abdullah Rolle: Mengenal Islam, ketika Amerika menginvasi Irak


Sabtu, 02 Juni 2012, 07:12 WIB
Onislam.net
Abdullah Rolle: Mengenal Islam, ketika Amerika menginvasi Irak
Abdullah Rolle

REPUBLIKA.CO.ID, Abdullah Rolle membetot perhatian umat Islam di berbagai negara lewat album nasyid yang diluncurkannya. Pada 2010 lalu, ia sukses merilis album berjudul The Journey.

Dua tahun sebelumnya, album nasyid yang d pada tahun 2010 silam. Sebelumnya, pada tahun 2008, album nasidnya yang bertajuk Patience juga laris di pasaran.
 
Berbagai pentas sudah dilaluinya. Ia telah tampil di sejumlah negara, seperti di Eropa, Kanada, Afrika Selatan, Kuwait, Qatar, dan India. Abdullah juga sering muncul di stasiun televisi besar seperti Al-Jazeera, Peace TV, Islam Channel, S-Channel, dan Iqra.

Selain fokus menyiarkan dakwah Islamiyah lewat nasyid, Rolle pun serius mengelola studio, menjadi produser, mengerjakan jingle dan memberikan materi untuk beragama program acara. Di balik pencapaiannya yang begitu cemerlang, Abdullah Rolle ternyata adalah seorang mualaf.

Ia terlahir  dari keluarga Kristen. Rolle mengaku  mengenal Tuhan dari ibunya. Sang ibu selalu menceritakan kepada tentang Tuhan, tapi tidak pernah benar-benar mengajarkan tentang ketuhanan. Dia menjalankan kegiatan ibadah di gereja tanpa mempertanyakan apapun. Rolle memeluk Kristen karena memang dilahirkan dari keluarga Kristen.

Bakat musiknya sudah tumbuh sejak kecil. Di usia dini, ia belajar piano dari sang kakak. Dia belajar musik di London dan selalu datang di workshop musik untuk mendapatkan ilmu dan kesempatan guna menunjukan bakat bermusiknya. Sampai pada umur 17 tahun, dia masih berkutat dengan berbagai alat musik.

Ketika banyak orang menganggap suaranya enak untuk didengar, Rolle mulai percaya diri untuk bernyanyi. ''Suatu hari saya datang di sebuah workshop, saya ambil mikrofon, lalu saya menyanyi. Ternyata banyak yang menyukai suara saya. Pada saat itulah saya mulai bernyani,'' ujarnya seperti dikutip laman www.islamonline.net.

Dia menghabiskan waktu selama tiga tahun untuk belajar olah vokal. Lama-kelamaan  bakat musiknya mulai terasah. Hingga kini, Rolle telah mendedikasikan dirinya dalam bidang musik selama 20 tahun. Pada tahun 1980-an sampai 1990-an, dia banyak berkeliling ke London, New York, Los Angeles, dan Toronto untuk menjalin kerja sama dengan perusahan rekaman besar dan artis-artis terkenal.

Salah satunya bekerja sama dengan Run DMC, salah satu grup musik hip-hop dari Amerika. Pada tahun 2001, MTV sempat menobatkan Run DMC sebagai grup musik hip-hop terbesar sepanjang masa.

 Setelah berkeliling ke berbagai benua, mencari uang dan ketenaran, pada  2002, Abdullah kembali ke London dan membuat perusahan rekamannya sendiri. Dengan perusahaannya itu dia mencoba bekerja dengan berbagai kelompok masyarakat, terutama anak-anak muda. Ketika itu, Kristen masih menjadi agama yang dianutnya.

Hidayah
''Hingga suatu saat ketika saya akan pergi ke studio ada seorang Muslim yang mendekati saya dan mengajak berbicara soal Muhammad dan Allah," ujarnya dalam sebuah sesi wawancara dalam acara The Deen Show. Pada awalnya dia tertarik untuk mendengarkan penjelasan dari seorang Muslim yang tidak diketahui asalnya itu.

Namun, karena harus mengejar waktu rekaman, dia terpaksa meninggalkannya. Saat itu, Rolle tak terlalu memperhatikan pembicaraan tersebut. Namun, seiring waktu,  pesan-pesan tentang Allah dan Rasulullah SAW itu selalu terngiang-ngiang dalam ingatannya.

Ketika pindah ke London bagian timur bersama keluarganya, Rolle sering mengunjungi toko buku bernama ''Dar Assalam'' di daerah West End. Toko itu bisa memuaskan keingintahuannya. Melalui buku-buku pula, Rolee mengetahui apa yang sedang terjadi di dunia ini serta konspirasi-konspirasi yang terjadi.

Beberapa kali pengelola toko buku itu memberikannya booklet tentang Islam. Setipa mendapatkannya, Rolle tak pernah membacanya. Ia hanya menaruhnya  di dalam laci. Ia akhirnya tergerak untuk mengenal Islam, ketika Amerika menginvasi Irak.

Rolle mengaku mulai menaruh simpati pada umat Islam. Dia melihat bahwa dunia seringkali menyerang Islam dan Muslim. Tak hanya itu, media-media Barat juga kerap kali menuding  Islam sebagai sumber teroris. Ia pun mulai mencari jawaban mengapa Islam selalu disudutkan.
 
Beragam pertanyaan soal Islam mulai bermunculan dalam pikirannya. Pembicaraannya dengan seorang Muslim ketika akan bertolak ke studio rekaman  muncul kembali. Jiwanya mulai mencari-cari jawab atas pertanyaannya. Lagi-lagi Abdullah pergi ke toko buku langganannya itu.

Kali itu anaknya ikut bersamanya. ''Saya ingin mendapatkan sesuatau untuk jiwa saya. Buku-buku ini tidak banyak membantu,'' ujarnya kepada anaknya. Lalu sang anak menunjuk sebuah DVD berjudul What is The Purpose of Life yang dibuat oleh Khaled Yaseen.

Tertarik dengan DVD itu, dia meminta kepada pengelola toko buku untuk memberikan volume ke 2 dan setelahnya. Namun tidak diberikan. Pengelola toko itu menyarankan untuk memahami dahulu apa yang adalah volume pertama itu.

Sekembalinya di rumah, dia merasa harus mempersiapkan diri sebelum menonton DVD itu. Mental dan fisiknya kemudian disiapkan. Ia lalu memutar kepingan DVD itu. Jiwanya merespons perkataan Khaled Yaseen tentang Islam sebagai sesuatu yang benar. Yakni tentang konsep  Tuhan yang satu, Allah SWT.

Logikanya mulai menerima setiap pesan-pesan yang disampaikan, hingga bagian tentang shalat lima waktu. Saat itu dia berhenti. Dia merasa dengan kegiatannya di studio rekaman yang bertumpuk, tak mungkin untuk menunaikan shalat. Namun, hati kecilnya tak dapat berbohong. Rolle benar-benar kepincut dengan Islam.

Ia ingin menjadi seorang Muslim. Namun, saat itu, kewajiban shalat lima waktu masih mengganjalnya. Pertarungan sengit dalam dirinya berulang kali terjadi. Shalat berarti harus mau belajar bahasa Arab dan menyisihkan waktu untuk melakukannya lima kali dalam sehari.

Selama dua minggu dia bertarung dengan dirinya soal tiang agama Islam itu. Sampai istrinya datang dan membawa DVD berjudul One Islam dari Syekh Fiez. DVD itu bercerita tentang kekuasaan Allah, kematian, dan hari akhir. Tidak ada satupun manusia yang bisa memprediksikan kematian. Bisa saja dalam beberapa detik ke depan seorang manusia meninggal.

Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: rosyid hakiim

Translate it by Google Translator