Injil berbahasa Melayu yang tidak menggunakan kata "Allah", memicu kontroversi di kalangan penganut Katolik Malaysia
Hidayatullah.com--Surat kabar The Catholic Herald dalam edisi hari Minggunya, mengkritik Injil baru yang menggunakan kata "Elohim" yang berasal dari bahasa Hebrew untuk menyebut kata Tuhan. "Injil umat Katolik yang digunakan gereja menggunakan kata Allah, sementara yang ini tidak," demikian kata Pastur Lawrence Andrew kepada AFP. "Injil dalam bahasa Melayu yang baru ini melemahkan alasan untuk menggunakan kata Allah, karena beberapa kelompok berusaha mengganti penyebutan Tuhan dengan kata asing. Sementara Allah adalah kata dalam bahasa Melayu untuk Tuhan dan telah menjadi translasi yang diterima selama berabad-abad," katanya. "Penerbitnya menyalin dari Injil yang telah disetujui oleh persekutuan Injil dan Gereja Katolik Indonesia namun versi baru ini belum disetujui oleh persekutuan Injil dan gereja, baik di Indonesia maupun di sini," lanjut Pastur Andrew. Penerbit Injil itu tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentarnya. Gereja Katolik telah mengambil langkah hukum melawan pemerintah, setelah mereka diperintahkan untuk tidak menggunakan kata yang disengketakan dan akan mendapat sanksi pencabutan izin penerbitan jika melanggar. Pemerintah Malaysia berpendapat, kata itu hanya boleh dipakai oleh Muslim, yang menjadi mayoritas penduduk dari negeri multikultur itu. Andrew mengatakan bahwa umat Kristen Malaysia telah menggunakan kata Allah selama berabad-abad dalam terjemahan Injil dan doa-doa populer mereka. Pihak oposisi juga menyerukan agar larangan itu dicabut. Kata Allah telah dipakai di Indonesia dan Timur Tengah oleh orang Kristen tanpa memicu adanya kontroversi atau tuntutan, padahal keduanya merupakan daerah mayoritas Muslim, kata pengacara pihak oposisi, Tony Pua. "Sudah terbukti dengan pasti bahwa kata itu bukanlah istilah yang dimonopoli hanya oleh Muslim," katanya dalam sebuah pernyataan Sabtu lalu. Pengadilan pada tanggal 28 Mei akan memutuskan apakah gereja punya hak untuk menggunakan kata tersebut. Sekitar 60 persen dari penduduk Malaysia, yang berjumlah 27 juta orang, adalah Muslim Melayu. Sisanya terdiri dari suku asli, etnis Cina, dan India yang menganut Budha, Kristen, Hindu, dan lainnya. [afp/di/www.hidayatullah.com] |
28 April 2009
KONTROVERSI ALKITAB DENGAN KATA "ALLAH"
26 April 2009
Israel Segera Sirna!
Sudah terungkap kedok "penyesatan opini Israel" terutama setelah terungkap data-data menunjukkan bahwa mereka berdiri di atas darah dalam perang imperialisme terhadap gerakan pembebasan Arab. terutama kejahatan dan pembantuan yang mereka lakukan baik oleh pasukan atau warga pemukim Israel di wilayah-wilayah Palestina. Darah rakyat sipil Palestina di Jalur Gaza dan ribuan korban meninggal dan luka-luka lainnya dari anak-anak, wanita, lansia tidak akan membeku kecuali jika Israel lenyap. Tindakan diskriminatif mereka selama 60 tahun terhadap rakyat Palestina, warga asli semakin meyakinkan dunia bahwa bahwa ideology dan tindakan penguasa di Israel adalah "gerakan rasisme yang menebar kejahatan". Untuk mengconter meluasnya kutukan dan kecaman dunia terhadap mereka, Pemerintah Zionist Israel mendapatkan jawabannya dengan cara melakukan opini balik membela diri. Mereka menuding balik siapa saja yang mengecam politik Israel bahwa dia anti Semit, anti Yahudi dan anti "Israel". Namun tetap saja tindakan anti kemanusiaan zionis di Palestina menurunkan kedudukan Israel. Ini yang membuat khawatir biro-biro yahudi di dunia. Inilah yang ditegaskan oleh Ketua Badan Yahudi Dunia Zeev Beleski masa jabatannya berakhir Februari 2009 ini dimana ia menulis di koran Yediot Aharonot awal Maret lalu dengan judul "Bangsa yang Akan Hilang di Tengah Jalan". Menurutnya hilangnya yahudi itu bukan karena menurunnya jumlah karena dikejar-kejar karena hukum atau gerakan anti semit atau rasis. Namun hilangnya Israel itu karena "pembauran Yahudi dengan bangsa lain" melalui perkawinan campuran sehingga memperkecil jumlah yahudi berdarah asli. Ia mengungkapkan data pembauran itu di Amerika Utara hingga 50%, di Inggris dan Perancis 40%, 45% di Brazil dan di Argentina, dan 80% di Rusia! Ortodoks Yahudi AS Menyuarakan "Wipe Israel", mereka sudah "muak" dengan Zionisme Israel Hubungan orang-orang Yahudi yang diaspora dengan organisasi Zionis mengalami penurunan drastic. Di Amerika kurang dari 50% orang-orang tidak terkait dengan dengan organisasi Yahudi, 60 % dari yahudi Amerika utara tidak pernah berkunjung ke Israel meski hanya sekali. Bahkan mayoritas Yahudi di sini tidak meyakini bahwa Israel sebagai kendaraan untuk menentukan identitas mereka. Ketika 60 tahun lalu Israel terbentuk warga Yahudi dunia meyakini ini sebagai capaian mereka, namun kini keyakinan ini semakin luntur. Kebanyakan Yahudi dunia terutama di Amerika utara kini lebih loyal kepada Negara tempat tinggal mereka dan bukan kepada Israel. Mereka adalah generasi kedua dan ketiga yang dilahirkan di Amerika dan tidak memperoleh pendidikan Yahudi yang hakiki dan tidak bisa berbahasa Ibrani. Mantan Ketua Organisasi Yahudi ini Zeev Beleski menilai bahwa untuk menghadapi ini Israel bertanggungjawab menjamin tetapnya bangsa Yahudi yang diapora. Yang menjadi krisis sekarang adalah hubungan Israel dan yahudi diaspora sekarang.. Namun Zeev tidak menyentuh akar krisis itu sekarang. Sebab antara artikel-artikel Israel dan data yang ada di lapangan menunjukkan kontradiksi. Politik jahat pemerintah penjajah Israel semakin meyakinkan bahwa Negara Israel adalah tempat paling tidak aman bagi Yahudi dan semakin tidak benarnya pernyataan Israel soal penghimpunan Yahudi di Israel untuk menyelamatkan mereka dari tekanan dan rasisme serta gerakan anti Semit. Tindakan rasialisme Israel yang memusuhi kemanusiaan, keadilan sosial, kemerdekaan bangsa adalah identitas asli pemikiran gerakan zionisme yang tidak mungkin menjadi daya tarik atau dukungan bagi mereka. Baik dari Negara merdeka dunia atau bahkan dari biro-biro Yahudi di dunia. Inilah penyebab sesungguhnya menurunnya pamor Israel, bukan seperti yang diungkap oleh Zeev Beleski. [islammuhammadi/mt/infopalestina/Al-Quds al-Arabi] Sabreen Dayyab: Kolumnis Palestina |
Percobaan pemurtadan oleh sebuah gereja Kenya, Seventh Day Adventist, mencetuskan amarah kaum Muslim setempat
|
25 April 2009
Katlin Hommik Terkesan Puasa Ramadhan
|
24 April 2009
Transcript Pidato Ahmadinejad di Konferensi Anti Rasisme di Genewa
Katagori : Focus Oleh : Redaksi 23 Apr, 09 - 4:00 pm Bismillahirrahmanirrahim Allahumma 'Ajjil Liwaliyyikal Faraj Wal'Afiah Wannashr. Waj'alna min Khairi Ansharihi wa A'wanini Walmustasyhadina Baina Yadaih. Segala puji dan syukur khusus milik Allah Yang Adil, Pengasih dan Yang Menginginkan Kebaikan Hamba-Nya. Salam Allah kepada para nabi ilahi mulai dari Nabi Adam hingga Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan pamungkas para nabi Muhammad saw. Mereka semua adalah penyeru monoteisme, persaudaraan, cinta, kehormatan manusia dan keadilan. Pimpinan sidang, Sekjen PBB, Komisi Tinggi HAM, Ibu dan bapak, Kita berkumpul di sini guna melanjutkan konferensi anti rasisme Durban dengan membahas kondisi kekinian dan solusi praktis dalam perjuangan suci dan manusiawi ini. Dalam peristiwa di beberapa abad terakhir telah terjadi banyak kezaliman besar terhadap umat manusia. Di abad pertengahan para ilmuwan dihukum mati. Setelah itu masuk masa perbudakan dan pemburuan manusia tak berdosa lalu memisahkan mereka dari keluarganya dengan mengirimkan mereka ke Eropa dan Amerika dalam kondisi sangat buruk bila dibandingkan jutaan manusia lainnya. Periode kegelapan yang dibarengi oleh penjajahan berbagai daerah disertai penjarahan kekayaan alam dan pembantaian serta mengungsikan dengan paksa warga tak berdosa. Bertahun-tahun lewat bangsa-bangsa bangkit untuk mengusir para penjajah lalu mendirikan pemerintah independen dan nasional dengan nyawa jutaan manusia. Gila kekuasaan dalam waktu singkat memaksakan dua perang besar di Eropa dan sebagian dari Asia dan Afrika. Perang yang hasilnya mengorbankan ratusan juta nyawa manusia dan hancurnya lahan-lahan tanah-tanah subur.. Mereka yang menang dalam perang menganggap dirinya sebagai jagoan dan pemenang dunia sementara bangsa-bangsa lainnya dipandang sebagai pecundang. Mereka lalu membuat undang-undang dan sistem yang zalim, tidak peduli dan bahkan menistakan hak-hak bangsa lain. Ibu dan bapak, Pandang Dewan Keamanan PBB sebagai warisan Perang Dunia I dan II. Dengan logika apa mereka mendapatkan keistimewaan dan hak veeto? Nilai-nilai kemanusiaan dan ilahi seperti apa yang bisa menerima logika ini? Dengan keadilan? Dengan persamaan di hadapan hukum? Dengan kehormatan manusia? Atau diskriminasi, ketidakadilan, pelanggaran HAM dan ancaman bagi mayoritas bangsa dan negara di dunia? Ini kondisi dewan tertinggi dan referensi pengambilan keputusan bagi perdamaian dan keamanan dunia! Ketika diskriminasi ada dan sumber hukum tidak lagi keadilan dan kebenaran, tapi arogansi dan kekuatan, bagaimana dapat diharapkan terciptanya keadilan dan perdamaian? Gila kekuasaan dan egoisme sumber rasisme, diskriminasi, agresi dan kezaliman. Sekalipun kini kebanyakan orang-orang rasis juga ikut-ikutan mengecam rasisme dalam slogan dan ucapan mereka, namun ketika beberapa negara kuat punya hak berdasarkan kepentingannya mengambil keputusan untuk negara-negara lain, mereka dengan mudah menginjak-injak hukum dan nilai-nilai kemanusiaan. Dan hal itu telah dilakukan oleh mereka.. Setelah Perang Dunia II dengan alasan orang-orang Yahudi menjadi korban dalam peristiwa holocaust dan dengan agresi mereka mengungsikan sebuah bangsa dan mereka mengirimkan orang-orang Yahudi dari Eropa, Amerika dan dari berbagai negara di dunia tinggal di daerah itu. Mereka akhirnya mendirikan pemerintah yang mutlak berasaskan rasisme di Palestina pendudukan. Sejatinya, alasan untuk menebus kerugian rasisme di Eropa, mereka mendirikan rasisme paling kejam di tempat lain, yaitu Palestina. Dewan Keamanan PBB mengakui pemerintah perampok ini dan selama 60 tahun membelanya serta memberikan kesempatan rezim ini untuk melakukan segala bentuk kejahatan. Lebih buruk dari ini, sejumlah negara Barat dan Amerika merasa berkewajiban untuk membela para rasisme pembantai manusia. Ketika manusia yang masih memiliki hati nurani bersih menyaksikan pengeboman dan pembantaian yang terjadi di Gaza dan mengecam aksi tersebut, mereka malah membela para penjahat. Sebelum itu juga mereka memilih diam di hadapan segala terbongkarnya kejahatan yang dilakukan rezim ini dan mendukungnya. Saudara-saudara yang mulia, ibu dan bapak, Apa alasan di balik perang terakhir seperti serangan Amerika ke Irak dan pengiriman besar-besaran tentara ke Afganistan? Apa alasannya selain arogansi pemerintah Amerika waktu itu, tekanan para pemodal dan penguasa untuk melebarkan pengaruh dan hegemoni, menjamin kepentingan para produsen senjata, penghancuran sebuah peradaban ribuan tahun, menghancurkan bahaya potensial dan aktual negara-negara regional terhadap Rezim Zionis Israel dan menjarah sumber-sumber energi Irak? Jujur saja, mengapa ada satu juta orang tewas dan cidera dan jutaan lainnya harus mengungsi? Jujur saja, apakah serangan ke Irak dengan rencana Rezim Zionis Israel dan sekutu mereka di pemerintah Amerika waktu itu yang di satu sisi bersandar pada kekuasaan dan di sisi lainnya bersandar pada para pemilik perusahaan senjata? Apakah dengan mengirimkan pasukan ke Afganistan, perdamaian, keamanan, ketenangan dan kesejahteraan telah kembali di negara ini? Amerika dan sekutunya tidak mampu bahkan hanya untuk mencegah produksi narkotika. Kehadiran mereka di Afganistan kini malah membuat produksinya meningkat berkali-kali lipat! Pertanyaan pentingnya adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah Amerika dan sekutunya waktu itu? Apakah mereka menjadi wakil-wakil dunia? Apakah mereka pilihan bangsa-bangsa di dunia? Apakah rakyat di dunia mewakilkan kepada mereka untuk mengintervensi seluruh dunia (tentunya mereka lebih banyak melakukan intervensi di kawasan kami)? Apakah aksi-aksi pendudukan Irak dan Afganistan bukan bukti dari arogansi, rasisme, diskriminasi, penistaan kehormatan dan kemerdekaan bangsa-bangsa? Ibu dan bapak, Siapa penanggung jawab ekonomi dunia setelah terjadi krisis ekonomi dunia? Krisis bermula dari mana? Dari Afrika, Asia atau bermula dari Amerika yang kemudian menyebar ke Eropa dan sekutunya! Cukup lama mereka memaksakan undang-undang dan peraturan tidak adil ekonomi dengan kekuatan politik dalam interaksi politik dan intenasional. Mereka menetapkan sistem moneter dan keuangan tanpa ada pengawasan internasional. Mereka memaksa seluruh negara dan bangsa di dunia untuk tidak ikut campur dalam proses dan pengambilan kebijakan. Mereka bahkan tidak pernah memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk melakukan pengawasan. Dengan meminggirkan moral dalam berbagai hubungan, mereka membuat undang-undang dan peraturan yang menguntungkan sebuah kelompok penguasa dan kaya. Dengan mendefinisikan sendiri pasar bebas dan persaingan, mereka berhasil menjegal kesempatan pihak lain memindahkan masalah yang dimilikinya ke pihak lain. Kini puncak krisis puluhan ribu miliar hutang dan ribuan miliar defisit anggaran telah kembali kepada mereka sendiri. Kini untuk memperbaiki kondisi mereka mulai menyuntikkan ratusan miliar tanpa pendukung dari kantong rakyat Amerika sendiri dan dari seluruh dunia kepada bank-bank, perusahaan-perusahaan besar dan pasar moneter yang hampir bangkrut. Dengan cara ini mereka kembali membuat rakyatnya semakin banyak hutan dan masalah menjadi semakin kompleks. Mereka hanya memikirkan kekuasaannya saja. Bagi mereka masyarakat internasional, bahkan rakyat mereka sendiri tidak bernilai. Pimpinan sidang, ibu dan bapak, Akar asli rasisme kembali pada ketidaktahuan akan hakikat manusia sebagai makhluk terpilih dan menyimpang dan jalur kehidupan manusia dan tugas manusia dalam penciptaan. Lalai dari penyembahaan secara sadar kepada Allah dan pemikiran dalam filsafat kehidupan dan jalur kesempurnaan manusia yang berasal dari hasil alami akibat komitmen terhadap nilai-nilai ilahi dan manusiawi. Semua ini menyebabkan tataran cara pandang seorang manusia menjadi turun yang membuatnya hanya memikirkan kepentingan terbatas dan fana sebagai prinsip dalam berlaku. Dengan demikian inti kekuatan yang memiliki sifat setan telah terbentuk. Dengan menghapus kesempatan secara adil bagi pertumbuhan orang lain ia berusaha mengembangkan diri. Sebagaimana dalam bentuk terburuknya berubah menjadi rasisme yang tidak lagi memiliki kekangan dan kini menjadi faktor paling berbahaya yang mengancam perdamaian dunia dan menutup jalan terciptanya kehidapan damai. Tidak ragu lagi bahwa rasisme harus dinilai sebagai simbol kebodohan dalam sejarah dan tanda-tanda kekolotan di hadapan pertumbuhan manusia umumnya. Dari sini diharapkan kita mencari pengejawantahan rasisme dalam penyebaran kondisi kemiskinan akan ilmu dan ketiadaan pemahaman bagi masyarakat. Oleh karenanya, solusi asli dalam memerangi fenomena ini adalah menyebarkan pemahaman masyarakat dan memperdalam pemahaman mereka mengenai filsafat keberadaan manusia dan hakikat dunia dengan fokus manusia. Hasilnya adalah kembalinya manusia kepada nilai-nilai spiritual, moral, keutamaan manusia dan kecenderungan kepada Allah. Masyarakat internasional harus dalam sebuah gerakan universal budaya demi menjelaskan lebih luas lagi kepada masyarakat yang terkena penyakit ini dan tentunya mereka terkebelakang. Bila ini dilakukan simbol keburukan dan kekotoran ini bakal tergerus dengan cepat. Saudara-saudara yang terhormat, Kini masyarakat internasional menghadapi semacam rasisme yang keburukannya merusak citra manusia di awal mileniuk ketiga dan mempermalukan umat manusia. Zionisme Internasional simbol mutlak rasisme yang berbohong atas nama agama dan memanfaatkan simpati keagamaan demi menyembunyikan wajah buruknya dari orang-orang yang tidak punya informasi. Namun yang harus diperhatikan dengan serius adalah upaya sebagian kekuatan besar dan pemilik kepentingann luas di dunia dengan memanfaatkan kekuatan ekonomi, pengaruh politik dan media berusaha sekuat tenaga mendukung Rezim Zionis Israel dan mengurangi keburukannya. Di sini sudah bukan masalah kebodohan! Oleh karenanya, tidak boleh mencukupkan diri dengan aksi-aksi budaya untuk melawan fenomena buruk ini, tapi yang harus dilakukan adalah mengakhiri penyalahgunaan Israel dan para pendukungnya akan lembaga-lembaga internasional sebagai alat politiknya.. Dengan menghormati keinginan bangsa-bangsa lain dan memperkuat tekad negara-negara untuk mengikis habis rasisme ini serta berani mengambil langkah memperbaiki hubungan internasional. Tidak ragu lagi kalian semua tahu ada upaya besar kekuatan-kekuatan dunia untuk menyelewengkan tugas penting ini dalam pertemuan ini. Patut disayangkan bahwa diplomasi dukungan terhadap Zionis Israel memiliki arti ikut serta secara transparan dalam setiap aksi kejahatan dan ini menambah tanggung jawab wakil-wakil terhormat yang hadir untuk membongkar aksi anti manusia dan segera memperbaiki hubungan dan perilaku. Harus diketahui bahwa mengenyampingkan kapasitas besar dunia seperti konferensi ini merupakan bukti asli membantu berlanjutnya keberadaan rasisme paling buruk. Konsekwensi membela HAM saat ini pertama adalah membela hak bangsa-bangsa untuk bebas dalam mengambil keputusan penting dunia tanpa campur tangan pihak-pihak lain dan kedua, harus melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki struktur dan hubungan internasional. Mencermati hal ini, konferensi ini menjadi ujian besar dan opini dunia hari ini dan esok akan menilai apa yang kita lakukan. Pimpinan sidang, ibu dan bapak, Kondisi dunia dengan cepat tengah mengarah pada perubahan prinsip. Relasi kekuatan tampak sangat rapuh. Suara patahnya tulang punggung kezaliman dunia telah terdengar. Struktur politik dan ekonomi makro tengah menuju kehancurannya. Krisis politik dan keamanan semakin dalam dan krisis ekonomi yang semakin meluas dan tidak ada secercah harapan untuk untuk memperbaikinya. Berbagai dimensi baik kuantitas dan kualitas transformasi di berbagai bidang untuk maju sangat menakjubkan. Saya berkali-kali menekankan agar kembali dari jalur salah dalam mengelola dunia saat ini dan memperingatkan bila terlambat menyikapi masalah ini. Kini dalam konferensi internasional tak ternilai kepada kalian dan setiap pemimpin, pemikir dan kepada semua bangsa di dunia yang haus akan perdamaian, kebebasan, kemajuan dan kesejahteraan saya ingin mengatakan bahwa pengelolaan tidak adil yang menguasai dunia telah berakhir! Kebuntuan ini tidak dapat dihindarkan karena muncul dari logika pengelolaan yang bersumber dari pemaksaan zalim. Karena logika gerakan dunia merupakan gerakan transenden, punya tujuan, manusia sebagai fokus dan kecenderungan kepada Allah. Gerakan yang akan melawan setiap kebijakan dan program yang tidak memihak kepentingan bangsa-bangsa dunia. Kemenangan kebenaran atas kebatilan dan masa depan cerah manusia berdasarkan sistem dunia yang adil merupakan janji Allah dan para nabi, bahkan harapan seluruh masyarakat dan generasi. Terciptanya masa depan seperti ini merupakan konsekwensi dari kebijaksanaan dalam penciptaan dan menjadi kepercayaan semua hati orang yang percaya kepada Allah dan posisi tak ternilai manusia. Pembentukan masyarakat dunia praktis memungkinkan terciptanya sistem bersama dunia dan dengan ikutnya para ilmuwan, para pemimpin dan masyarakat dunia untuk ikut serta secara aktif dan adil dalam pengambilan keputusan makro dan prinsip merupakan jalur pasti dari tujuan besar ini. Kini kapasitas keilmuan, teknik, dan teknologi informasi dan komunikasi mampu membentuk pemahaman bersama dan luas dari masyarakat dunia dan sebagai sarana bagi terciptanya satu sistem bersama. Kini tanggung jawab besar ini berada di pundak para pendidik, ilmuwan dan negarawan seluruh dunia yang percaya akan jalan pasti ini mampu memainkan peran historisnya. Saatnya saya ingin menekankan satu hakikat bahwa Kapitalisme Barat sama dengan Komunisme telah berakhir karena tidak mampu melihat manusia sebagai apa adanya dan berusaha untuk memaksakan jalan dan tujuan yang diciptakan untuk manusia. Ketimbang memperhatikan nilai-nilai manusia dan ilahi, keadilan, kebebasan cinta dan persaudaraan, malah menjadikan persaingan keras guna meraih kepentingan materi, individu dan kelompok sebagai prinsip hidupnya. Kini dengan mengambil pelajaran dari masa lalu dan memahami keharusan mengubah jalan dan kondisi saat ini, mari kita semua bertekad untuk berusaha di segala bidang. Sekaitan dengan hal ini dan sebagai pembicaraan terakhir, saya mengajak semua untuk memperhatikan dua poin penting: 1. Perubahan kondisi dunia dan itu pasti bisa dilakukan, namun perlu diketahui bahwa hal ini hanya dapat dilakukan dengan kerjasama seluruh negara dan bangsa. Oleh karenananya, harus memanfaatkan seluruh kapasitas yang ada untuk kerjasama internasional. Kehadiran saya dalam konferensi ini sebagai penghormatan atas masalah penting begitu juga masalah HAM dan pembelaan hak-hak bangsa dalam menghadapi fenomena buruk rasisme bersama kalian para ilmuwan. 2. Mencermati tidak berfungsinya sistem-sistem yang ada dan relasi politik, ekonomi, keamanan dan budaya internasional perlu melakukan perubahan dalam struktur yang ada dengan memperhatikan nilai-nilai ilahi dan manusiawi, analisa yang benar dan realistis mengenai manusia, berdasarkan keadilan dan memberikan nilai kepada hak semua manusia di seluruh dunia, para hegemoni harus mengakui kesalahan sebelumnya dan mengubah cara berpikir dan berlaku. Sekaitan dengan masalah ini, perubahan segera Dewan Keamanan PBB, menghapus keistimewaan diskriminatif hak veto, perubahan sistem moneter dan keuangan dunia harus segera dijadikan agenda untuk dibicarakan. Jelas, tidak memahami pentingnya perubahan segera sama dengan biaya lebih besar perubahaan itu sendiri. Saudara-saudara saya yang terhormat, Ketahuilah, gerakan menuju keadilan dan kemulian manusia bak gerak cepat dalam arus air. Jangan sampai kita melupakan eliksir cinta. Kepastian masa depan cerah bagi manusia merupakan modal besar yang mampu membuat kita semakin mengerti dan berharap untuk berusaha menciptakan dunia yang penuh dengan cinta, nikmat, tidak ada lagi kemiskinan, semua mendapat rahmat Allah dalam kepemimpinan manusia sempurna. Mari kita berusaha untuk memiliki saham dalam masalah penting ini! Dengan harapan akan hari cerah dan indah! Kepada pemimpin sidang, Sekjen PBB dan kepada kalian semua yang mendengarkan pidato ini, saya mengucapkan terima kasih banyak. Semoga sukses dan tetap jaya. Penerjemah: Saleh lapadi/islammuhammadi.com http://www.youtube.com/view_play_list?p=010E8612FF02BB29 |
23 April 2009
Bruno Guiderdoni, Astrofisikawan Muslim Mualaf Perancis
Kini (2004), dia merupakan ilmuwan yang bekerja pada Badan Antariksa Eropa yang menangani dua satelit untuk penelitian ilmiah, yaitu Herschel dan Planck, yang akan diorbitkan pada 2007, untuk mengamati fluktuasi suhu pada radiasi latar kosmologi dalam frekuensi inframerah-jauh dan gelombang submilimeter. Penelitian ilmiah Dr. Guiderdoni terfokus pada persoalan lahirnya dan evousi galaksi-galaksi. Berikut adalah wawancara Philip Clayton dengan Bruno Guiderdoni, yang dikutip -- seizin kronik, mizan -- dari Buku Membaca Alam Membaca Ayat (mizan, 2004). Philip Clayton: Pengaruh-pengaruh religius apa saja yang anda terima dimasa kanak-kanak, dan bagaimana akhirnya Anda memilih Islam ? Guiderdoni: Ayah dan ibu saya beragama Kristen, tetapi saya tidak dibesarkan dalam suatu agama tertentu. Sata saya mempelajari sains, saya dapati ada sesuatu yang hilang dalam pendekatan saintifik terhadap dunia. Saat saya mencari jenis pengetahuan lainnya, saya tersadar bahwa pencarian saya adalah sebuah pencarian religius. Saya tidak tahu kondisi di Amerika, tetapi di Prancis, pendidikan modern sama sekali mengesampingkan gagasan tentang Tuhan. Konsekuensinya, anak-anak muda tidak mampu menjelaskan apa yang mereka rasakan. Setelah banyak membaca dan melakukan perjalanan, akhirnya saya tersadar bahwa pencarian saya merupakan pencarian religius. Saya sangat tertarik dengan agama-agama Timur, khususnya penekanan agama-agama itu terhadap pencarian pengetahuan. Bagi saya, menjadi penganut Buddha, Tao, atau Hindu adalah langkah yang terlalu jauh. Menjadi seorang Muslim merupakan jalan tengah antara Timur dan Barat. Islam memperkenalkan diri sebagai agama pertengahan antara agama-agama Barat -- agama Yahudi dan Kristen -- dan agama-agama Timur. Saya merasa (dengan memeluk Islam) tetap berada pada aliran yang sama, yang telah diawali oleh agama Yahudi dan Kristen, tetapi saya pun mendapatkan jalan kepada agama-agama Timur. Saya menemukan jalan saya dalam Islam, meskipun,`sebagaimana Anda tahu, Islam kini dirundung banyak masalah , terutama oleh paham fundamentalis yang menggunakan kekerasan. Tentu saja, ada juga banyak hal berharga dalam Islam dan banyak kemungkinan untuk sebuah kehidupan spiritual. Clayton: Jadi, daya tarik Islam adalah karena agama itu merupakan keterpaduan agama Yahudi dan Kristen , tetapi juga dekat dengan tradisi-tradisi ketimuran. Guiderdoni: Benar. Terutama mistisisme Islam , yang disebut sufisme. Sufisme memberikan penekanan pada realisasi pengetahuan dengan cara yang sangat simpatik, dalam kerangka paham monoteis, dengan konsep teologis yang sangat akrab dengan kita.. Dalam Islam, pandangan tentang manusia, dunia, dan penciptaan, sangat mirip dengan Yahudi dan Kristen. Akhirnya, tujuan kehidupan religius adalah pengetahuan. Hal yang sangat penting adalah, baik pencarian sains maupun pencarian religius saya sama-sama merupakan pencarian pengetahuan. Clayton: Bisakah Anda berbicara sedikit mengenai apa yang tidak Anda dapatkan dari sekadar pencarian pengetahuan saintifik? Guiderdoni: Pada abad ke-19, sains berharap bisa menjawab semua pertanyaan. Sains modern sangat berhasil dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana mekanisme segala hal. Namun, hal itu mulai tidak memuaskan pertanyaan,"Mengapa segala sesuatu berlaku seperti ini ?" Harapan di abad ke-19 itu bukanlah pada sains yang sesungguhnya, melainkan pada ideologi . Kini, sains lebih menitikberatkan pada tujuan utamanya, yakni penjelajahan alam semesta. Sains modern hanya sedikit berbicara di tataran fisolofis. Pada abad yang lalu, segala usaha untuk mendefinisikan sifat-dasar kebenaraaan-ilmiah terbukti gagal total. Dalam sains, kita memiliki metode yang sangat efisien untuk meningkatkan pengetahuan kita tentang alam semesta. Namun, kita tidak mampu mengatakan bahwa suatu teori benar, atau mungkin benar, atau salah, atau mungkin salah. Karya Karl Popper sangat penting dari sudut pandang ini. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ilmiah kita memunculkan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Sains adalah suatu kisah yang tiada habisnya dan sangat mengasyikkan. Sayangnya, kita umat manusia dibatasi oleh waktu, dan kita menginginkan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan lainnya. Pencarian terhadap jawaban semacam itu adalah alami, bahkan meskipun jika pencarian ini tidak bersifat ilmiah, melainkan religius. Itulah sebabnya mengapa saya amat tidak puas dengan kegiatan ilmiah yang saya lakukan. Clayton: Adakah sesuatu dalam keterbatasan pengetahuan yang telah ditegaskan oleh para ilmuwan sendiri ratusan tahun lalu, yang memberi sumbangsih bagi pemahaman Anda atas perlunya sebuah cara lain (di luar sains)? Umpamanya, ketidakpastian tentang tingkatan kuantum yang digagas Heisenberg. Guiderdoni: Di jalan inlelektual saya ada dua langkah penting, dua telaah penting. Yang pertama adalah filsafat sains, terutama karya Popper yang saya baca saat berusia dua puluh tahun. Langkah penting lainnya adalah perdebatan mengenai sifat-dasar dan kesempurnaan mengenai mekanika kuantum. Di Prancis terjadi banyak perdebatan sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Bernard d'Espagnat memberi kuliah di universitas tempat saya belajar lima belas tahun silam. Saya terkesan oleh kecermelangan dan kecerdasannya, dan terutama oleh anlisisnya mengenai keterbatasan mekanika kuantum dan oleh gagasan bahwa kenyataan tak pernah benar-benar dapat diungkap penyelidikan ilmiah. Sesungguhanya realitas selalu "terselubungi". Saya rasa saya perlu mencoba cara lain untuk memperoleh pengetahuan tentang realitas. Clayton: Sejak menganut agama Islam, bagaiman Anda memandang hubungan antara tradisi sains dan religius? Apakah Anda melihatnya komplementer, integral, atau sebagai wilayah yang sangat berbeda? Guiderdoni: Menurut saya, keduanya komplementer.Seperti yang saya katakan pada Anda, Islam sangat menekankan pentingnya ilmu dalam kehidupan secara umum dan dalam kehidupan religius secara khusus. Akar dari dosa adalah kebodohan, atau kegelapan."Carilah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat," kata Rasulullah. Zhulm adalah istilah bahasa Arab untuk dosa dan kegelapan. Sangatlah mungkin bagi ita untuk keluar dari dosa dengan cahaya ilmu. Maka, mencari ilmu penting adanya, segala macam ilmu: ilmu dunia dan ilmu akhirat. Mungkin orang menganggap pengetahuan sains sebagai pengatahuan dunia, dan pengetahuan akhirat adalah pengetahuan religius. Pada kenyatannya, perbedaan itu tidak begitu jelas. Dalam tradisi Islam, ilmu yang dicari adalah ilmu yang yang berguna untuk kemanusiaan secara umum. Pencarian ilmu tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai etis. Seperti halnya segala sesuatu di dunia, sains punya satu tujuan, yaitu Tuhan. Kita tidak bisa memahami pencarian pengetahuan secara terpisah dari upaya perbaikan diri. Clayton: Jadi, karya Anda sebagai seorang ilmuan tidak sepenuhnya terpisah dari ketaatan Anda sebagai seoarang Muslim. Itukah yang Anda maksud? Guiderdoni: Ya. Tidak ada pertentangan antara sains dan agama. Tidak mungkin ada kasus Galileo dalam Islam. Islam terbuka bagi segala macam ilmu. Jadi, sebagai seorang Muslim, saya merasa sangat nyaman dengan aktivitas keilmuan saya, karena saya dapat menafsirkan karya riset saya sebagai pencarian ilmu untuk dunia ini, juga sebagai penjelajahan kekayaan dan keindahan ciptaan Tuhan. Clayton: Kedengarannya seolah-olah dalam Islam Anda menemukan suatu kebutuhan untuk menyatukan karya Anda sebagai seorang ilmuan dengan amal Anda sebagai Muslim. Guiderdoni: Benar. Sebagai seorang Muslim, saya cenderung menyatukan seluruh aktivitas ke dalam satu jalan tunggal, satu jalan hidup dan berfikir. Karena Tuhan adalah Esa, manusia pun harus menjadi utuh. Pemisahan dalam bentuk apapun antara aktivitas profesional dan pencarian religius bukanlah hal yang baik. Kita tidak harus memisahkan aktivitas keilmuan dengan aktivitas religius. Tidak benar bahwa ilmu dan iman tidak berhubungan satu sama lain, bahwa keduanya sepenuhnya merupakan jalan berbeda dalam mendekati kenyataan. Pandangan ini merupakan salah satu cacat dari beberapa pendekatan terhadap agama dalam peradaban Barat, khususnya setelah Kant. Namun, saya pun harus menekankan bahwa pengetahuan sains tidaklah seperti pengetahuan religius. Pada setiap saat, kita harus menyadari sifat-dasar dari aktivitas yang sedang kita lakukan; kita tidak mengerjakan doa seperti kita mengerjakan penelitian. Pemaduan aktivitas kita adalah penting, tetapi kita pun membutuhkan pembedaan. Kita harus teliti dalam hal ini. Clayton: Jadi, pemisahan Kantian antara dunia alam dengan dunia tanggung jawab moral dan kebebasan yang telah memengaruhi banyak pemikiran agam Kristen dan Yahudi pada dua atau tiga abad yang lalu, tidak diterima oleh Islam? Guiderdoni: Tidak, karena setiap perbuatan manusia memiliki makna etis.Agama meliputi kehidupan sehari-hari . Ada waktu-waktu ritual yang eksplisit; shalat lima kali sehari, umpamanya. Namun, di luar waktu-waktu itu, seluruh waktu kehidupan merupakan kesempatan untuk beribadah, dalam bentuk penjelajahan dunia. Dan penjelajahan dunia seperti apa pun akan memajukan pengetahuan. Karena penjelajahan dunia merupakn jalan mempelajari ciptaan Tuhan, aktivitas ini juga bernilai ibadah. Clayton: Bagi Islam, sebagaimana bagi agama Yahudi dan Kristen, alam semesta tidak hanya memiliki waktu yang linear, tapi juga sebuah telos ('tujuan',bahasa Yunani-peny.) tertentu, tujuan yang ditetapkan Tuhan. Bagaimana gagasan tujuan tersebut berdampingan dengan ilmu fisika dan astrofisika kontemporer? Guiderdoni: Dalam Al-Quran , banyak ayat yang menekankan tujuan Penciptaan Tuhan. Tujuan itu meluas hingga pada detail kehidupan sehari-hari. Tidak ada yang diciptakan secara kebetulan. Segalanya dibuat dengan satu tujuan. Segala sesuatu merupakan tanda-tanda Tuhan: ayat. Kata tersebut merupakan salah satu kata penting dalam tradisi Islam; yang artinya bahwa segala yang ada di dunia, segala yang tampak oleh kita, sesungguhnya membawa pelajaran dari Tuhan. Maka, sekali lagi, sangatlah mudah untuk mengkaji sains modern dalam paradigma finalitas ini. Saya terheran-heran dengan perbedaan antara keberhasilan reduksionisme sebagai alat dan sebagai rancangan metodologis, dan kegagalannya sebagai rancangan filosofis. Eksplorasi kita terhadap detail fisika kosmos kini mengarah kepada sesuatu yang dapat dengan mudah dibaca sebagai finalitas. Semua"kebetulan" yang "ditafsirkan" dengan prinsip antropik dapat dibaca dengan mudah sebagai finalitas di dunia. Seorang Muslim tentunya tidak perlu bersusah payah untuk membaca hal itu. Yang mendapat masalah adalah orang-orang yang tak beriman, karena mereka memahami dunia ini sebagai sebuah bangunan raksasa yang berdiri di atas sejumlah sangat kecil pilar yang tertala-cermat (finely tuned): nilai-nilai konstanta fisika. Itulah yang menjadi masalah bagi mereka. Clayton: Argumen apa yang Anda pakai sebagai seorang fisikawan, tentang keberadaan rancangan dan tujuan dalam alam semesta ini? Guiderdoni: Telah banyak muncul karya tentang prinsip antropik, yang dirangkum dengan baik dalam buku karangan John Barrow, The Antropic Cosmological Principle. Secara historis, keluasan jagat raya telah digunakan sebagai arguman untuk menentang agama.Alasannya, jika jagat semesta demikian luas , manusia menjadi tidak ada artinya dan konsep adanya agama yang diwahyukan di planet kecil tempat kita tinggal pun tidak punya makna. Namun, kini kita tahu bahwa usia dan ukuran alam semesta yang bisa diamati berhubungan erat dengan kehadiran kita di bumi. Kita tidak dapat muncul di sebuah jagat raya yang memiliki usia dan ukuran yang berbeda (dari jagat raya yang kita huni sekarang). Usia alam semesta yang sangat tua diperlukan untuk pengayaan elemen berat, juga penting bagi pembentukan planet dan kemunculan kehidupan. Ukuran semesta Merupakn konsekuensi usianya. Kita memerlukan ukuran semesta seperti ukuran semesta kita ini dan waktu selama usia semesta kita ini, agar kita (manusia) dapat muncul dibumi. Clayton: Beberapa orang memberikan argumen-argumen fisika untuk mempertahankan apa yang biasa disebut prinsip antropik kuat. Apakah Anda bersimpati kepada pandangan yang menyatakan bahwa kemunculan kehidupan cerdas adalah sebuah keniscayaan tersebut dirancang di alam semesta sejak awal? Guiderdoni: Ya, saya sepakat. Menurut saya, hal itu merupakan konsekuensi tak terhindarkan dari kerja-kerja terbaru dalam kosmologi modern. Semua"kebetulan" pada konstanta-konstanta fisika membuat kompleksitas yang amat besar menjadi mungkin. Sebagai orang beriman, saya menganut prinsip antropik kuat; segalanya telah dirancang dengan cara tertentu untuk memungkinkan keberadaan manusia. Clayton: Bolehkah saya menanyakan sifat-dasar prinsip tersebut? Ada orang bilang bahwa itu merupakan penjelasan metafisis. Ada yang bilang itu benar-benar merupakan kesimpulan fisika, bahwa prinsip itu bisa kita peroleh dari fisika, tanpa mesti beralih ke meta fisika. Guiderdoni: Untuk saat ini, saya katakan bahwa itu bukan suatu prinsip fisika. Itu adalah sesuatu yang berakar dalam sains, tetapi merupakan prinsip metafisika. Memang ini merupakan arus balik menuju metafisika yang mengejutkan, karena banyak filosof menyatakan bahwa kita telah membunuh metafisika sejak kemunculan filsafat Kantian pada akhir abad ke-18. Kini, metafisika dimunculkan kembali saat tidak diharapkan , oleh sains itu sendiri. Menurut saya, prinsip antropik tidak bisa dianggap sebagai prinsip fisika karena prinsip fisika harus bisa diprediksikan. Saya tidak tahu apakah telah muncul prediksi dari prinsip antropik. Namun, tentu saja kita tidak bisa menghilangkannya hanya karena prinsip ini punya makna metafisis. Clayton: Dalam sains dasawarsa lalu, sebagaimana yang Anda gambarkan, kesimpulan-kesimpulan metafisis dipengaruhi oleh karya-karya bidang astrofisika, bahkan mungkin bisa diuji melalui cara-cara tertentu. Riset fisika sebenarnya bisa memberi bukti untuk beberapa tinjauan metafisis. Apakah saya mendiskripsikan pendirian Anda itu dengan benar? Guiderdoni: Ya Anda benar. Kecenderungan dalam Islam selalu ke arah penyatuan. Maka, pernyataan bahwa metafisika bisa disingkirkan sepenuhnya dari sebarang bidang aktivitas atau pengetahuan manusia benar-benar tidak konsisten dengan pemikiran Islam. Dari sudut pandang sains modern, yang, setidak-tidaknya pada abad-abad lalu, berusaha meniadakan metafisika, kembalinya metafisika merupakan sebuah kejutan. Pemikiran Islam menekankan hubungan erat antara pendiskripsian jagat raya dan akar-akarnya dalam prinsip-prinsip metafisika dan spiritual. Keberhasilan reduksionisme sebagai sebuah metodologi keilmuan dan kegagalannya sebagai sebuah rancangan filsafat, menjadi dorongan kuat bagi pencarian jenis ilmu lain, cara lain untuk melihat kebenaran tunggal. Menurut saya, seluruh pemikiran Islam pun mengarah pada kesimpulan bahwa hanya ada satu kebenaran. Untuk mencapainya, kita memiliki banyak cara. Salah satunya adalah sains. Baik kesuksesan maupun kegagalannya membesarkan hati. Kegagalannya, berupa ketiadaan jawaban-jawaban radikal, mungkin menjadi pendorong untuk beranjak kepada cara lain dalam memperoleh kebenaran. Mungkin jalan religius memiliki keistimewaan, dalam hal tertentu. Menurut saya, filsafat modern tidak menekankan pada pencarian kebenaran. Itu ditandai dengan lenyapnya metafisika. Jadi, mungkin agama adalah satu-satunya jalan yang tersisa bagi para ilmuan untuk mencoba memperoleh kebenaran. Clayton: Jadi, mungkin bisa dikatakan seperti ini: bahwa sebagai seorang ilmuan, saya takjub dengan improbabilitas bahwa saya -- sebagai orang yang mengetahui -- harus ada di sini. Saat saya tatap alam semesta, tampaklah ia seolah-olah tertala-cermat, sehingga kehidupan dapat berkembang. Kemudian, saya mengetahui prinsip antropik dalam fisika, atau pentingnya posisi pengamat dalam bidang fisika kuantum, sehingga saya berfikir pasti ada tujuan tertentu bagi kita. Saya berpaling dari agama untuk mencari tahu apakah tujuan itu dan apakah tanggung jawab moral saya di hadapan Tuhan. Demikiankah gagasan Anda ? Guiderdoni: Tepat sekali. Saya tidak menyukai penafsiran dualistik sains, khususnya mengenai mekanika kuantum. Saya menyukai realitas; saya adalah seoraang realis. Kita menduga bahwa ada realitas tersembunyi, sebuah "realitas terselubung", sebagaimana dikatakan d'Espagnat. Kita mencoba untuk lebih dekat pada realitas ini melalui sains dan kita berhasil dalam beberapa hal. Namun, kita merasa bahwa kita membutuhkan suatu langkah kualitatif yang akan menggiring kita pada pertanyaan mengenai makna segala sesuatu. Menurut saya, kita hanya bisa memperoleh jawaban melalui pendekatan religius. Dan inilah sebabnya mengapa saya memandang dua aktivitas itu benar-benar komplementer. Clayton: Islam,seperti halnya agama-agama Barat, mengajarkan bahwa umat manusia diciptakan bertanggung jawab secara moral, bebas, dan mampu berhubungan dengan Tuhan. Bagaimana pengertian manusia sebagai pribadi ini dapat dikatakan sesuai dengan teori sains mutakhir? Guiderdoni: Ini adalah pertanyaan yang berkaitan; manusia digambarkan dalam Al-Quran sebagai wakil Tuhan di bumi. Jadi, ia tidak berada di atas ciptaan. Mungkin dikatakan bahwa pada peradaban Barat, khususnya pandangan -- dunia Cartesian, hanya manusialah yang mempunyai jiwa; maka ia bisa berbuat apapun yang diinginkannya di dunia ini. Dalam Islam, manusia tidak berada di atas penciptaan, tetapi berada di pusatnya. Dan kita harus mengatur ciptaan tersebut, atas nam Tuhan, seperti penjaga kebun yang baik. Kita bertanggung jawab atas ciptaan dan tidak bisa mengubahnya semau kita. Manusia berada di bumi ini sebagai konsekuensi dari sejumlah krisis luar biasa dalam perkembangan alam semesta: krisis dalam pembentukan galaksi, pembentukan spektrum-spektrum bintang, evolusi bintang dan seterusnya, hingga pembentukan planet-planet dan munculnya kehidupan, serta seluruh periode perkembangan hidup dan sebagainya. Sains mengajarkan bahwa kita berada di puncak bangunan kosmis raksasa, yang berusia 10 milyar tahun. Islam membantu saya merasa nyaman, karena penekanannya terhadap ilmu dan nilai-nilai etika. Pengetahuan tidak bisa di capai secara terpisah dari pencarian nilai-nilai etika. Nilai etika yang sesungguhnya adalah tanggung jawab. Jadi, pandangan ilmiah ini, yang mengatakan bahwa manusia merupakan akibat dari apa yang dinamakan "kebetulan-kebetulan" dan krisis- krisis yang luar biasa banyaknya itu, seharusnya menuntun kita pada pandangan religius yang memandang manusia memiliki rasa tanggung jawab yang besar di muka bumi. Selain itu, hal yang sangat menarik adalah kemunculan manusia dalam kosmologi. Prinsip kosmologis menyatakan bahwa tempat yang "jauh" tidak ada bedanya dengan "di sini"; tidak ada posisi istimewa dalam jagat raya. Namun, hal ini membawa kemungkinan penjelajahan sejarah alam semesta. Karena kenyataan bahwa "yang jauh" sama dengan " di sini", maka sejarah alam semesta bisa di telusuri dengan mengamati benda-benda pada pergeseran merah (redshift) yang tinggi. Ini berarti pula bahwa jarak yang jauh memberi gambaran dari masa yang sangat lampau, karena cahaya berjalan pada kecepatan terbatas. Kita bisa merekonstruksi masa lalu alam semesta dan masa lau kita sendiri, sampai pada saat-saat pertama setelah terjanya Ledakan Besar. Jadi, kita berada pada posisi pusat; kita ada di pusat semesta yang bisa diamati. Dalam beberapa hal, kosmos kita sangatlah mirip dengan kosmos Abad pertengahan yang menempatkan manusia di pusat semesta. Tentu saja, kita tahu bahwa dunia ini tak terbatas. Namun, dunia yang bisa diamati adalah sebuah gelembung di keluasan alam semesta. Kita berada di posisi pusat seperti ini dalam upaya membangun pengetahuan kita mengenai dunia. Dengan kata lain, kita berada di sebuah lokasi yang sesuai untuk mengamati semesta karena bidang galaksi kita, umpamanya, memiliki sebuah sudut pandang bagus terhadap bidang Supergugus Lokal(Local Super Cluster). Kita tidak berada dalam sebuah awan molekular dan seterusnya. Semesta yang mengelilingi kita, Galaksi Bima Sakti, agak tembus cahaya. Dan kita bisa mengakses masa yang sangat lampau. Jika kita hidup di galaksi lain, atau dalam sebuah awan molekular, semesta di sekeliling kita akan benar-benar buram, kecuali bagi radiasi cahaya inframerah dan gelombang radio. Pasti ada lebih banyak halangan untuk mengungkap semesta ini. Ada banyak kemiripan dalam cara kita memandang dunia dengan cara Abad Pertengahan memandang dunia ini. Bagi para pemikir Abad Pertengahan, batas jagat raya adalah bola langit(atau lebih tepatnya adalah Langit Kristal [Crystalline Sphere]), karena penemuan presesi ekuinoks (the precession of the equinoxes). Ini merupakan pembatasan yang amat tajam, pemisahan antara jagat raya di satu sisi dan Empyreum (lokus Singgasana Tuhan, 'Arsy) pada sisi yang lain. Inilah batas maksimal bagi penciptaan. Dan kita pun memiliki batas ini, karena batas semesta yang bisa kita amati pun berbentuk sebuah bulatan. Pada permukaan bulatan itu, kita mendapatkan T=0 dan kita tidak bisa melihat lebih jauh. Lebih jauh lagi adalah masa lalu yang sudah terlalu lampau. Itulah saat ledakan besar terjadi; yang merupakan misteri bagi kosmologi modern. Kita tahu bahwa dunia ini tidak terbatas dan penuh dengan bintang dan galaksi, tetapi kita punya pandangan yang dinamis terhadap jagat raya, kaitan yang erat antara menatap jarak yang jauh dan menggali masa lalu. Ketika kita melihat jauh, kita mencoba menggali asal mula keberadaan kita tetap sebagaimana Dante Alighieri menggambarkan secara alegoris dirinya mengarungi ruang angkasa untuk melihat wajah Tuhan. Ada banyak kemiripan lainnya antara pandangan Abad Pertengahan dengan sains modern mengenai jagat raya. Clayton: Saya ingin tahu, bagaimana pengaruh pengetahuan kita mengenai evolusi kehidupan terhadap pandangan religius terhadap individu. Menurut biologi evolusioner, kita sangat mirip dengan mahluk primata tingkat tinggi lainnya. Sebagian besar materi genetis kita sama dengan mereka. Apakah hal itu menimbulkan ketegangan pada keyakinan religius mengenai keunikan sosok individu sebagai wakil Tuhan ? Guiderdoni: Mungkin akan ada semacam tegangan jika Anda membaca Al-Quran secara harfiah. Namun,hal itu akan hilang jika kita mengkaji ayat-ayatnya secara terbuka. Penciptaan manusia digambarkan oleh Al-Quran sebagai berikut: Manusia diciptakan Tuhan dari dua unsur. Ia tercipta dari tanah liat (thin) dan ruh Tuhan (Ruh). Proses penciptaan ini dulu ditafsirkan sebagai penciptaan yang terjadi seketika. Namun, tak satupun petunjuk dalam ayat-ayat suci itu yang mengharuskan kita tiba pada kesimpulan ini, karena segala sesuatu yang di deskripsikan oleh (teori) evolusi bisa jadi terkait dengan bagian dari evolusi kosmik sejak awal, dari nukleosintesis pada bintang-bintang dan seterusnya, dan fakta bahwa unsur-unsur kita,"tanah liat", ada pada bintang-bintang 5 milyar tahun lalu. Bagian tanah liat ini membuat kita sangat dekat dengan dunia ini, sangat dekat dengan hewan. Kita pun mempunyai bagian lainnya, yakni ruh Tuhan. Ruh ini merupakan anugrah Tuhan, dan itu bukan satu-satunya alasan. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah hewan yang berpikir, tetapi pikiran bukan satu-satunya perbedaan. Berbeda dengan hewan, manusia memiliki kapasitas untuk mengenal Tuhan, untuk menyadari nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya. Dalam tradisi Islam, manusia adalah satu-satunya makhluk di dunia ini yang memiliki kemampuan untuk menyadari seluruh asma Tuhan, seluruh sifat-sifat-Nya. Inilah anugrah dari Ruh Tuhan dalam diri kita. Dalam Islam, tak ada hal-hal yang menyebabkan penentangan terhadap kemungkinan bahwa bentuk dan sifat-sifat manusia yang sama dengan hewan (unsur hewaniah) merupakan hasil dari proses evolusi yang panjang. Al-Quran tidak menceritakan sejarah dunia. Ia adalah kitab yang khas, sebuah kitab yang mengiring perhatian manusia kepada fakta-fakta signifikan. Ini bukanlah sebuah buku teks ilmiah. Bagian-bagian dari Al-Quran sangat puitis dan misterius, dan ayat-ayatnya bisa di baca dengan berbagai cara. Selama Abad Pertengahan, Al-Quran sering di baca secara harfiah, sangat mirip dengan yang di lakukan orang-orang Yahudi atau Kristen. Namun, ayat-ayat itu selalu terbuka untuk ditafsirkan dan di baca kembali. Al-Quran menyatakan bahwa ada masa ketika manusia belum diciptakan. Manusia diciptakan untuk Tuhan, tetapi jagat raya di ciptakan untuk manusia, untuk menjadi tempat (lokus) pengetahuan kita mengenai Tuhan. Penciptaan manusia mungkin berlangsung dalam waktu yang sangat lama, tetapi hitungan waktu tidak benar-benar signifikan dari sudut pandang spiritual.. Yang penting adalah apa yang sedang terjadi sekarang dan kemampuan kita untuk memahami tindakan Tuhan di jagat raya. Clayton: Jadi, kisah-kisah tentang bagaimana segala sesuatu terjadi dan bahwa manusia berbeda dari hewan tidak begitu penting dalam Islam, jika dibandingkan dalam agama Kristen? Permasalahan yang penting adalah bagaimana pemahaman manusia saat ini di hadapan Tuhan, dan bagaimana ia hidup dan berperilaku. Apakah demikian? Guiderdoni: Ya, saya pikir begitu. Dalam Islam, ada penekanan bagi realisasi spiritual. Realisasi spiritual ini juga sama pentingnya dalam ajaran Buddha dan Hindu. Sebagai orang Barat, kita terbiasa menangani banyak masalah, yang sebagian tidak ada kaitannya dengan kita. Meskipun kita mencapai kesuksesan dalam penjelajahan jagat raya, tujuan penciptaan diri kita bukanlah penemuan jagat raya tersebut. Kita tidak memiliki deskripsi yang luar biasa mengenai sejarah jagat raya. Namun, terlepas dari penemuan-penemuan ini, hal yang penting justru terlupakan: realisasi spiritual manusia. Karenanya, kita butuh lebih banyak pengetahuan daripada yang bisa diberikan oleh sains. Kita di Barat biasa berpikir bahwa kita hanya bisa mengetahui apa yang bisa kita rumuskan menjadi konsep. Agama-agama Timur, termasuk Islam, yang merupakan agama Timur dari sudut pandang ini, mengajarkan bahwa kita bisa mengetahui leih banyak daripada yang bisa kita konsepsikan. Tentu saja, kita (bangsa Barat) sangat piawai memakai nalar kita. Namun, kita pun punya jenis kecerdasan lainnya. Kita mempunyai apa yang disebut oleh filosof Abad Pertengahan sebagai "intelek", yakni kemampuan untuk merenungkan kebenaran. Jadi, jika kita ingin mencari tahu asal-usul keberadaan kita, kita bisa memperoleh bermacam-macam jawaban. Kita mendapatkan jawaban berdasarkan kosmologi modern, kita pun punya pendekatan spiritual dan mistis.. Jawaban yang lengkap hanya bisa di temukan di akhirat, yang menurut tradisi Islam juga merupakan dunia pengetahuan. Di bumi, kita di batasi oleh hukum alam dan kita hanya bisa mendapat jawaban parsial atas pertanyaan-pertanyaan penting. Di akhirat kelak pengetahuan-langsung akan tersingkap. Clayton: Dan intuisi spontan dari intellectus pun akan kita dapatkan, sementara di dunia ini kita hanya memiliki cara-cara terbatas untuk mengetahui, dengan nalar modern dan analisisnya, bukan dengan sintesis. Guiderdoni: Tepat sekali. Kita (Bangsa Barat) sangat berhasil dalam bidang algoritma. Namun, kita lupa bahwa ada jalan lain; kecerdasan tidak hanya bersifat analitis, tetapi juga memiliki sisi sintesis, sebagaimana yang tadi Anda katakan. Ia pun berhubungan dengan misteri kreativitas ilmiah dan penemuan ilmiah. Bagaimanakah sebuah gagasan bisa terbetik dalam benak seorang ilmuan? Ini merupakan pertanyaan besar. Kita bisa saja mengajari mahasiswa kita banyak hal mengenai sains, tetapi kita tidak bisa mengajari mereka bagaimana menemukan, karena kita benar-benar melupakan sisi kontemplatif dalam pikiran manusia dan aktivitas manusia secara umum. Dalam agama, kami menemukan kembali pentingnya jalan kontemplasi. Clayton: Bisakah amal dan ketaatan religius membuat kita lebih kreatif dan menambahkan bagi sisi analitis suatu cara berpikir yang lebih holistik? Guiderdoni: Menurut saya, itu mungkin saja. Kita mempunyai contoh orang-orang suci yang sangat kreatif, bukan hanya dalam Islam, tentu saja, melainkan di semua agama. Kami punya kesan bahwa beberapa jenis amal bisa membuka cakrawala berpikir atau membantu pikiran menghilangkan hambatan yang berhubungan dengan hawa nafsu, dan lain sebagainya. Mungkin amal seperti inilah yang bisa membuat seseorang lebih kreatif dan lebih efisien di duni ini. Namun, sekali lagi, itu bukan tujuan utama amal religius. Tujuan utamanya adalah bukanlah penemuan dunia ini, melainkan amal di dunia atas nama Tuhan. Melalui hal itu, kita bisa menemukan Tuhan. Clayton: Dasar keyakinan Islam adalah Tuhan tidak hanya merupakan Sang Pencipta, tetapi, dalam makna tertentu, juga Sang Pengatur. Dengan kata lain, Dialah Pengatur alam semesta. Apakah dalam tradisi Islam pemahaman mengenai Tuhan semacam ini berubah setelah bersentuhan dengan sains modern atau tetap tidak terpengaruh? Adakah penentangan terhadap keyakinan dan aktivitas Tuhan ini, dikarenakan perkembangan pengetahuan kita atas dunia fisikal ini? Guiderdoni: Ini pertanyaan yang sangat pelik dan ada beragam jawaban, sesuai dengan periode sejarah yang kita perhatikan. Kini , tidak terdapat perdebatan antara sains dan teologi Islam, karena teologi Islam sudah hampir lenyap. Saat ini kami, Dunia Islam, sedang berada dalam masa sulit. Ada dua kecenderungan utama dalam pemikiran Islam dewasa ini: yang pertama bisa disebut kecenderungan rasionalistis, atau modernisme, yang menerima hasil-hasil sains modern tanpa bersikap kritis. Kecenderungan ini berupa penerimaan menyeluruh terhadap semua hasil pemikiran dan teknologi modern, tanpa upaya kritis untuk mempertanyakan apakah hasil-hasil itu sesuai dengan pemikiran atau teologi Islam. Kecenderungan kedua adalah perspektif fundamentalis: segala sesuat yang datang dari peradaban Barat dianggap buruk hanya karena berasal dari Barat. Kaum fundamentalis ingin membangun sains Islam yang selaras dengan sains modern. Kaum fundamentalis menganggap sains modern sebagai sains Barat atau sains Kristen. Ini benar-benar bertolak belakang dengan tradisi intelek dan spiritual yang luar biasa dalam Islam. Sayangnya, perdebatan dalam Dunia Islam modern sangat langka. Harus ada jalan ketiga di antara kedua jalan ekstrem ini dalam memandang segala hal. Malangnya, kebanyakan pemikir Muslim lebih tertarik pada masalah sosial dari pada masalah fundamental, karena negara-negara Islam menghadapi begitu banyak masalah ekonomi dan sosial. Jadi, kebanyakan refleksi dalam Islam berpusat pada masalah-masalah tersebut. Namun sesungguhnya, secara historis –d an karena alasan yang sangat kuat -- kecenderungan teologi Islam adalah membahas masalah-masalah fundamental terlebih dulu. Kita tidak bisa mengurusi masalah-masalah sosial atau ekonomi dengan baik tanpa berefleksi pada masalah-masalah fundamental terlebih dulu. Inilah kelemahan besar pemikiran Islam modern dan merupakan penyebab mengapa refleksi Islam modern terhadap masalah sosial dan ekonomi sering tidak mendalam. Itu pula penyebab mengapa kami tergiring pada situasi kekerasan sekarang ini. Pada dasarnya, filsafat Islam telah lenyap pada akhir Abad Pertengahan. Pemikiran Islam mengalami kemunduran kecuali pada bidang tasawuf. Pada bidang ini refleksi selalu ada, tetapi sedikit tersembunyi. Tidak mudah menemukan buku yang bagus atau seseorang yang merenungkan pertanyaan Anda tadi.. Clayton: Apakah Anda memahami kerja yang Anda lakukan sebagai bagian dari upaya membantu perubahan teologi Islam supaya lebih memikirkan pertanyaan ini, umpamanya kerja Anda dengan televisi Prancis? Guiderdoni: Menurut saya, di Eropa kami lebih siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini karena kami memiliki dasar-dasar intelektual. Kami hidup dengan pertanyaan-pertanyaan semacam in. Mungkin kami lebih siap berpikir lebih tenang, karena kami tidak perlu menghadapi masalah-masalah ekonomi dan politik yang parah seperti di hadapi oleh banyak negara Muslim. Karenanya, kami punya kesempatan untuk berdiskusi. Contohnya, saya sering memberi kuliah tentang soal-soal ini di masjid-masjid dan menemui begitu banyak kaum muda Muslim yang tumbuh di Eropa dan telah meneima pendidikan budaya Barat. Mereka menanti refleksi semacam ini karena hal itu memang diperlukan. Clayton: Jadi, jika kita berangkat dari anggapan bahwa pemikiran Islam di wilayah ini berada pada tahap awal dan bahwa jawaban yang muncul pastilah sangat spekulatif di mata seorang Muslim, apa pendapat pribadi Anda mengenai hubungan antara Tuhan, aktivitas Tuhan di dunia, dan deskripsi fisikal realitas? Guiderdoni: Al-Quran tidak menjelaskan terlalu mendetail soal ini. Tapi, ada dua ayat yang bagi saya tampaknya sangat relevan. Satu ayat menyatakan bahwa Tuhan menciptakan dunia dengan matematis. Al-Quran mengatakan bahwa "matahari dan rembulan beredar menurut suatu perhitungan" (QS Al-Rahman[55]:5).Ada "angka-angka' di jagat raya. Al-Quran menarik perhatian pembacanya pada segala keteraturan di jagat raya. Ada juga ayat lainnya yang menyatakan bahwa "tiada yang berubah dalam ciptaan Tuhan". Itu berarti ada keteraturan. Keteraturan yang kita lihat di alam dikarenakan terdapat tatanan sejak awal dan ini bisa di identifikasikan, tentu saja, dengan hukum-hukum alam yang di ciptakan oleh Tuhan. Tuhan membuat hukum-hukum alam menjadi mungkin. Tuhan adalah pemelihara hukum alam. Clayton: Mungkinkah ini merupakan sebuah pemahaman tentang tindakan Tuhan yang dibahasakan dalam istilah-istilah keteraturan alam dan sifat penciptaan yang seolah memang sengaja di tata? Guiderdoni: Benar: keteraturan dan tatanan yang terus berlangsung. Ada ayat lain yang sangat indah.. Ayat itu menyatakan bahwa kita tak akan mampu menemukan "celah" dalam ciptaan Tuhan. Tak ada yang melenceng. Segalanya serba-teratur dan tertata. Sebab, Tuhan sendiri adalah tatanan. Tuhan adalah keindahan. Dan keindahan yang kita lihat dalam jagat raya adalah bayangan keindahan Tuhan. Ini yang pertama. Hal kedua, yang tak mengejutkan, bahwa keteraturan ini secara mendasar bersifat intelektual. Mereka di bentuk oleh sebuah kecerdasan yang juga menciptakan kecerdasan kita. Oleh karena itu, tak mengherankan apabila kita mampu menjelajahi jagat raya, karena jagat raya bukanlah sebuah negeri asing; ia tak berbeda dari kita. Kita dan alam semesta di ciptakan oleh Kecerdasan yang sama. Clayton: Dapatkah cara berpikir seperti ini membawa kita pada sebuah pandangan bahwa Tuhan mengendalikan alam semesta tidak dalam bentuk tindakan-tindakan langsung, tetapi dalam bentuk penciptaan awal berupa suatu tatanan yang kemudian membentuk sifat-sifat dunia di masa berikutnya? Atau perlukah menjaga konsep tentang tindakan Tuhan yang terus-menerus ? Guiderdoni: Dalam teologi Islam, ada doktrin yang disebut pembaharuan penciptaan pada setiap saat. Alasannya adalah bahwa keteraturan di dunia tidak hanya sekadar ada; mereka tak bisa berjalan jika Tuhan tidak memperbarui mereka setiap saat. Gagasan ini juga terdapat dalam filsafat Barat dengan nama "oksionalisme". Teologi Islam menggunakan gagasan fisika atomistik, sehingga tentu saja cukup mirip dengan cara pandang kita sekarang terhadap jagat raya, yang juga bersifat atomistik. Namun, teologi klasik Asy'ariyyah, yang berkembang selama abad ke-19 dan ke-10 Masehi, menyatakan bahwa Tuhan menciptakan atom-atom dan aksiden-aksiden setiap saat. Dengan demikian, atom tak memiliki kemampuan untuk berbuat terhadap atom lain karena atom-atom tak cukup mengada. Kausalitas sepenuhnya diadakan oleh Tuhan. Ada sebuah contoh klasik yang diberikan oleh Imam Al-Ghazali, salah seorang pemikir agung Islam. Ia mengatakan bahwa api pada dasarnya tak memiliki kemampuan untuk membakar selembar kertas. Jika kita mendekatkan api pada secarik kertas, kita melihat kertas itu terbakar, tetapi ini bukan karena kita mendekatkan api pada kertas itu. Ini adalah kehendak Tuhan karena api tak memiliki kapasitas dalam dirinya untuk membakar. Ini merupakan sebuah pernyataan yang kuat dan sangat bertentangan dengan cara kita memandang kausalitas di dunia. Kita bisa menerima bahwa Tuhan menciptakan dunia dengan kausalitas, dengan hukum-hukum, tetapi kita merasa bahwa setelah momen penciptaan, Tuhan membiarkan hukum-hukum itu berjalan sendiri secara mekanistis. Teologi Islam klasik menyatakan bahwa pada akhirnya perdebatan tentang kausalitas amatlah rumit dan secara esensial bersifat metafisis. Siapakah yang membuat hukum alam? Apakah hukum-hukum alam terletak pada materi? Mengapa harus ada hukum alam? Newton mengatakan bahwa hukum gravitasi di mungkinkan karena Tuhan ada dan memelihara hukum gravitasi agar tetap ada sepanjang waktu. Akhirnya, saya pikir teologi Islam juga sama. Persoalan-persoalan kausalitas dan kekekalan hukum-hukum fisika adalah pertanyaan-pertanyaan utama yang tak terpecahkan oleh filsafat kita. Orang Barat cenderung membayangkan hukum alam sebagai sebuah deskripsi bersifat perkiraan atas segelintir keteraturan di dunia. Dalam cara pandang ini, materi akan didominasi oleh sebab dan kebetulan, dan kita berusaha menjelaskannya dengan meraba-raba. Namun, dalam cara pandang teologi Islam, hukum-hukum alam adalah "isi" alam semesta. Keteraturan, simetri, dan hukum-hukum kekekalan, itu semua hanya penjelasan kita, cara pikir kita tentang "materi". Ini karena materi diciptakan oleh intelek. Ia di buat dengan simetri dan matematika. Clayton: Alangkah menakjubkan. Kini, izinkan saya beralih ke pertanyaan terakhir, sebuah pertanyaan pribadi. Dengan cara bagaimanakah keyakinan agama Anda memotivasi kerja ilmiah Anda dan apakah riset ilmiah atau astrofisika mengilhami keyakinan religius Anda? Guiderdoni: Barangkali, langkah pertama dalam sebuah perjalanan spiritual akan terkecewakan oleh sejumlah pertanyaan yang tak terjawab dan kita mencoba untuk mencari pengetahuan dengan cara lain ; contohnya dengan bemuhibah ke negeri-negeri Timur, meninggalkan segala kehidupan modern dan menyepi di biara atau padepokan. Namun, itu merupakan pengingkaran kenyataan. Latihan religius yang saya tempuh telah mengajari saya bahwa kita harus menerima realitas apa adanya, sesuai dengan batas-batas kita. Namun, kita harus juga menerima segala keindahan dan kekayaannya. Sains memiliki banyak batasan, tetapi juga memiliki keindahan dan daya tarik yang luar biasa. Inilah alasan mengapa saya terus menggelutinya dan berharap dapat mengembangkan diri di masa depan. Namun, saya melihat kedua aktivitas ini mengarah pada satu realitas yang sama. [amanag-land] |
20 April 2009
Kata “Allah” Copyright Siapa?
Katagori : Kajian Pemikiran Islam Oleh : Redaksi 19 Apr 2009 - 11:30 pm oleh muhsin labib
Umat manusia sejak awal kehadirannya di atas pentas sejarah telah memberikan nama yang berbeda-beda, sesuai dengan bahasa yang digunakan masing-masing, kepada kausa prima alam keberadaan. Orang Persia menyebutnya Yazdan atau Khoda. Orang Inggris menyebutnya Lord atau God. Kita menyebutnya Tuhan atau Sang Hyang. Dialah Tuhan Maha Sempurna. Kepercayaan pada "yang adikodrati", merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, baik terbentuk dalam sebuah lembaga transendental yang disebut "agama" maupun tidak diagamakan. Kendati demikian, konsep dan keyakinan tentang Tuhan telah berkembang dan terpecah dalam beberapa aliran ketuhanan. Tuhan sejak babak pertama peradaban sampai sekarang telah menjadi objek pengimanan dan penolakan. Manusia, sebelum dibagi dalam kelompok agama bahkan sebelum dibagi dalam kelompok monteis dan politeis, telah terbagi dalam dua aliran besar, ateisme dan teisme. Istilah ini berasal dari kata Yunani atheos (tanpa Tuhan) dari a (tidak) dan theos (Tuhan). Ia adalah aliran yang menolak adanya Tuhan Pencipta alam semesta. Dalam bahasa Arab disebut Al-ilhad. Kata yang memberikan signifikansi wujud Pencipta dalam al-Qur'an sangat banyak. Semuanya dapat dibagi dalam beberapa dimensi dan konteks.
Kedua, kata yang menunjuk Tuhan digunakan dalam dua bentuk sekaligus, universal dan personal. Ketiga, kata yang menunjuk Tuhan digunakan sebagai nama umum semata. Keempat, kata yang mengandung arti kesempurnaan dan kebaikan. (al-asma' al-hunsa).Kata "Tuhan", misalnya, yang bila digunakan sebagai nama umum, maka huruf "t" di depannya dikecilkan, dan bila digunakan untuk menunjuk nama khusus, maka huruf "t" di depannya dibesarkan (Tuhan). Demikian pula "God" dalam bahasa Inggris atau "Khoda" dalam bahasa Persia. Karena itu bila ada yang mengartikan la ilaha illallah dengan "tiada tuhan selain Tuhan" bisa ditolerir. Kelima, kata yang menunjuk "Tuhan" digunakan sebagai nama personal (alam syakhshi) semata. Dalam bahasa Arab, kata "Allah" sebagai lafdh al-jalalah (nama kebebasaran) dipergunakan dan ditetapkan sebagai nama personal (alam syakhshi). Sedangkan al-rahman ditetapkan sebagai predikat khusus. Selain dari kata Allah (yang merupakan nama khusus) dan kata al-rahman (yang merupakan sifat khusus), tidak bersifat khusus. Itulah sebabnya mengapa kata "rabb", ilah", "khaliq" digunakan untuk selain Allah, bahkan "ra'uf" dan "rahim" digunakan untuk Nabi, "Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan, lagi penyayang terhadap orang-orang mukminn" (QS Al-Taubah: 128). Kobaran Api di Lumpur Lapindo membentuk lafal Allah 2006/11/22
Kata personal Allah karena oleh sebagian besar mfassir dianggap sebagai ism makrifah dengan alif dan lam (kata tertentu), menurut kaidah kesusateraan, kurang tepat dikaitkan dengan sebutan panggilan "ya". Karena itulah, bisa dipastikan kalimat "ya Allah" (wahai Allah) tidak terdapat dalam al-Qur'an. Kata "Ya" diganti dengan huruf mim yang di-syaddah-kan dan difathahkan pada bagian akhir kata Allah, maka jadilah "Allahumma". Kata panggilan khas ini ditemukan 1 kali dalam surah ali-imran ayat 26, 1 kali dalam al-maidah ayat 114, 1 kali dalam al-anfal ayat 32, 1 kali dalam Yunus ayat 10, 1 kali dalam az-zumar ayat 46. Namun kata Allah menurut sebagian ulama bukanlah bentuk makrifah dari ilah. Kata ini dianggap berasal dari bahasa Ibrani yang diadaptasi ke dalam bahasa Arab. Kata ini menurut mereka juga yang berarti dzat Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dalam agama ortodoks Suriah bahkan sekte-sekte Kristen lainnya, diaykini sebagai kata atau nama personal Tuhan Bapa.
Kata "tuhan" dalam bahasa Indonesia, misalnya, hampir memiliki arti yang berdekatan dengan "tuan' yang berarti "majikan" atau "pemilik", seperti tuan rumah yang berarti pemilik rumah, atau kata "Hyang" yang memiliki arti berdekatan dengan "eyang' yang berarti kakek atau nenek. Hanya saja, yang perlu diperjelas apakah "tuhan" menunjuk "Sang pencipta" (al-khaliq) ataukah menunjuk "Yang disembah" (al-ilah, al-ma'bud). Kata "tuhan" dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang lebih dekat dengan al-rab dalam bahasa Arab yang berarti "Maha Pengatur". Seandainya "tuhan" atau "ilah" berarti "Pencipta" (al-khaliq), maka syahadat la ilaha illallah berarti "tiada pencipta selain Allah". Tentu syahadat dengan arti seperti ini tidak mengecualikan para kaum Quraisy penyembah berhala dan kaum musyrikin lainnya, yang sejak semula meyakini Allah sebagai pencipta. (QS. Luqman: 25). Dalam Al-Qur'an kata Allah disebutkan sebanyak 930 kali, Kata ilah (tanpa dhamir) dalam al-Qur'an disebutkan sebanyak 80 kali.
Kata rabb dalam al-Qur'an disebutkan sebanyak 84 kali. 1 dalam al-fatihah, 1 dalam al-baqarah, 1 dalam al-ma'idah, 4 dalam al-an'am, 6 dalam al-a'raf, 1 dalam al-thaubah, 2 dalam Yunus, 1 dalam al-ra'du, 1 dalam al-isra', 1 dalam al-kahfi, 1 dalam Maryam, 1 dalam Thaha, 2 dalam al-anbiya', 3 dalam al-mukminun, 15 dalam al-syu'ara', 4 dalam al-naml, 1 dalam al-qashas, 1 dalam al-sajdah, 1 dalam saba', 1 dalam Yasin, 6 dalam al-shafat, 1 dalam shat, 1 dalam al-zumar, 3 dalam ghafir, 1 dalam fusshilat, 3 dalam al-zukhruf, 2 dalam al-dukhan, 3 dalam al-jastiah, 1 dalam al-dzari'at, 1 dalam al-najm, 2 dalam al-rahman, 1 dalam al-waqi'ah, 1 dalaal-hasyr, 1 dalam al-haqah, 1 dalam al-mi'raj, 1 dalam al-muzzammil, 1 dalam al-naba', 1 dalam al-takwir, 1 dalam al-muthaffifin, 1 dalam Quraisy, 1 dalam al-falaq, 1dalam al-nas. Petunjuk itu sudah jelas!!! - YOU DECIDE !!
Lafal "Allah" muncul pada sebutir Telor 2007/05/14 dan 2008/03/19 Menurut sebagian mufassir mutakhir, tidak ada dalil qath'iy (definitif) tentang ketentuan jumlah al-asma al-husna, meskipun yang populer dalam riwayat disebutkan berjumlah 99. Setiap nama (ism) dalam alam keberadaan adalah sebaik-baik nama (ahsan al-asma). Semuanya adalah milik Allah SWT. Karena itulah, jumlah nama Allah tidaklah terbatas..
Yang patut diketahui ialah bahwa kata asma' juga dapat diartikan sebagai sifat-sifat, karena ism dalam ilmu sharf mencakup ism al-fa'il dan al-sifat al-musyabbahah. Menurut Thabathabai, al-asma al-husna adalah setiap kata yang menunjukkan arti predikatif seperti ilah, al-hayy dan lainnya. Sedangkan kata Allah, adalah alam syakhshi atau alam-al-dzat, yang merupakan nama personal bagi Tuhan. Kata ism yang dikaitkan (diidhafahkan) dengan Allah dan rabb, berjumlah 18, yaitu 4 dalam surah al-an'am, 1 dalam al-ma'idah, 5 dalam al-haj, 1 dalam al-rahman, 2 di al-waqi'ah, 1, dalam al-hāqah, 1 dalam al-muzzammil, 1 dalam al-insan, 1 dalam Hud, dan 1 dan al-naml. Jika bismillahirrahmanirrahim dianggap sebagai pembuka dan bagian dari setiap surah, kecuali surah al-Bara'ah, maka jumlah keseluruhan ism yang diidhafahkan pada Allah dan Rab berjumlah 131.. Al-ism al-a'dham, menurut opini masyarakat Arab, adalah ism lafdhi yang merupakan salah satu dari asma Allah, yang bila diseru dalam doa, maka dikabulkan. Namun, anehya, ia tidak tergolong dalam al-asma al-husna yang populer, dan tidak pula dianggap sebagai bagian dari lafdhul-jalalah. Menurut mereka, al-ism al-a'dham terdiri atas huruf-huruf tak dikenal (huruf majhulah) dengan komposisi yang tak dikenal pula. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa kata Allah dalam bimalah itulah yang dimaksud dengan al-ism al-a'dham. . Asma' Allah atau al-asma al-husna kadang kala dikaitkan dengan sifat-sifat Allah (sifatullah). Menurut Sayyid Quthub, firman Allah itu mengandung makna bahwa manusia dibenarkan memanggil atau menyeru dan menamakan Tuhan mereka sekehendak mereka sesuai dengan nama-nama-Nya yang paling baik (al-asma al-husna). Firman itu juga merupakan sanggahan terhadap kaum Jahiliah yang mengingkari nama "al-Rahman", selain nama "Allah". [l3] Berkenaan dengan alasan turunnya firman itu, tafsir-tafsir klasik menuturkan adanya Hadits dari Ibn Abbas, bahwa di suatu malam nabi beribadat, dan dalam bersujud beliau mengucapkan: "Ya Allah, ya Rahman". Ketika Abu Jahal, tokoh musyrik Makkah yang sangat memusuhi kaum beriman, mendengar tentang ucapan Nabi dalam sujud itu, ia berkata: "Dia (Muhammad) melarang kita menyembah dua Tuhan, dan sekarang ia sendiri menyembah Tuhan yang lain lagi." Ada juga penuturan bahwa ayat itu turun kepada Nabi karena kaum Ahl al-Kitab pernah mengatakan kepada beliau, "Engkau (Muhammad) jarang menyebut nama al-Rahman, padahal Allah banyak menggunakan nama itu dalam Taurat."
Jadi yang bersifat Maha Esa itu bukanlah Nama-Nya, melainkan Dzat atau Esensi-Nya, sebab Dia mempunyai banyak nama. Karena itu al-Baidlawi menegaskan bahwa paham Tauhid bukanlah ditujukan kepada nama, melainkan kepada esensi. Maka Tauhid yang benar ialah "Tawhid al-Dzat" bukan "Tawhid al-Ism" (Tauhid Esensi, bukan Tauhid Nama). Pandangan Ketuhanan yang amat mendasar ini diterangkan dengan jelas sekali oleh Ja'far al-Shadiq, guru dari para imam dan tokoh keagamaan besar dalam sejarah Islam, baik untuk kalangan Ahl al-Sunnah maupun Syi'ah. Dalam sebuah penuturan, ia menjelaskan nama "Allah" dan bagaimana menyembah-Nya secarabenar sebagai jawaban atas pertanyaan Hisyam: "Allah" (kadang-kadang dieja, "Al-Lah") berasal "ilah" dan "ilah" mengandung makna "ma'luh', (yang disembah), dan nama (ism) tidaklah sama dengan yang dinamai (al-musamma). Maka barangsiapa menyembah nama tanpa makna, ia sungguh telah kafir dan tidak menyembah apa-apa.. Barangsiapa menyembah nama dan makna (sekaligus), maka ia sungguh telah musyrik dan menyembah dua hal. Dan barangsiapa menyembah makna tanpa nama maka itulah Tawhid. Engkau mengerti, wahai Hisyam?" Hisyam mengatakan lagi, "Tambahilah aku (ilmu)". Ja'far al-Shadiq menyambung, "Bagi Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung ada sembilanpuluh sembilan nama. Kalau seandainya nama itu sama dengan yang dinamai, maka setiap nama itu adalah suatu Tuhan. Tetapi Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung adalah suatu Makna (Esensi) yang diacu oleh nama-nama itu, sedangkan nama-nama itu sendiri seluruhnya tidaklah sama dengan Dia…" Kalau kita harus menyembah Makna atau Esensi, dan bukan menyembah Nama seperti yang diperingatkan dengan keras sebagai suatu bentuk kemusyrikan oleh Ja'far al-Shadiq itu, berarti kita harus menunjukkan penyembahan kita kepada Dia yang menurut al-Qur'an memang tidakt ergambarkan, dan tidak sebanding dengan apapun. Berkenaan dengan ini, 'Ali Ibn Abi Thalib ra. mewariskan penjelasan yang amat berharga kepada kita Dia mengatakan, "Allah" artinya "Yang Disembah" (al-Ma'bud), yang mengenai Dia itu makhluk merasa tercekam (ya'lahu) dan dicekam (yu'lahu) oleh-Nya. Allah adalah Wujud dan tertutup dari kemampuan penglihatan, dan yang terdinding dari dugaan dan benih pikiran. Dan Muhammad al-Baqir ra. menerangkan, "Allah" maknanya "Yang Disembah" yang agar makhluk (aliha, tidak mampu atau bingung) mengetahui Esensi-Nya (Mahiyyah) dan memahami Kualitas-Nya (Kaifiyyah). Orang Arab mengatakan "Seseorang tercekam (aliha) jika ia merasa bingung (tahayyara) atas sesuatu yang tidak dapat dipahaminya, dan orang itu terpukau (walaha) jika ia merasa takut (fazi'a) kepada sesuatu yang ia takuti atau kuatirkan. LIHAT DI HALAMAN GALLERY Catatan Kaki M. Fuad Abdul-Baqi, Al-Mu'jam Al-Mufahras li Alfadh Al-Qur'an, hal. 62-63, Mu'assasah Al-a'lami li al-mathbu'at, 1991. Dalam kaidah gramatika Arab, Tidak dibenarkan seseorang memanggil dengan Ya al-alim, misalnya, dengan tidak membuang alif dan lam Muhammad Fuad Abd. Baqi, Al-mu'jam al-mufahras, 96, Istanbul Summa Theologica, Ia, q. 2, a. l. Louis Leahy SJ, Filsafat Ketuhanan Kontemporer, Pustaka Filsafat, hal. 141 M. Taqi Misbah Yazdi, Ma'arif Al-Qur'an, vol 1, hal. 26, Jami'ah Mudarrisin, Qom, 1987 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, hal: 963 yaitu sebanyak 107 dalam al-baqarah, 116 dalam ali-imran, 32 dalam an-nisa', 38 dalam al-almaidah, 41 dalam al-an'am, 6 dalam al-a'raf, 35 dalam al-anfal, 67 dalan at-taubah, 20 dalam yunus, 5 dalam hud, 28 dalam yusuf, 1 dalam ar-ro'du, 10 dalam ibrahim, 29 dalam an-nakhl, 3 dalam al-isra', 8 dalam al-kahfi, 2 dalam maryam, 5 dalam thaha, 1 dalam al-anbitya', 15 dalam al-haj, 4 dalam al-mukminun, 37 dalam an-nur, 4 dalam ar-furqon, 7 dalam an-naml, 9 dalam al-qashas, 13 dalam al-ankabut, 9 dalam ar-rum, 3 dalam lukman, 1 dalam as-sajdah, 34 dalam al-ahzab, 2 dalam as-saba', 7 dalam fathir, 2 dalam yasin, 4 dalam as-shafat, 1 dalam shat, 24 dalam az-zumar, 18 dalam ghofir, 2 dalam fusshilat, 19 dalam syura, 1 dalam zukhruf, 1 dalam ad-dukhan, 6 dalam al-jastiah, 1 dalam al-ahqaq, 15 dalam muhammad, 21 dalam al-fath, 7 dalam al-hujurat, 1 dalam at-thur, 2 dalam am-najm, 8 dalam al-hadid , 18 dalam al-mujadalah, 9 dalam al-hasyr, 9 dalkam al-mumtahanah, 1 dalam as-shaf, 4v dalam al-jumu'ah, 6 dalam al-munafiqun, 9 dalam at-taghabun, 8 dalam at-thalaq, 8 dalam at-tahrim, 2 dalam al-mulk, 3 dalam nuh, 1 dalam al-jin, 1 dalam al-muzzammil, 3 dalam al-muddasstir, 2 dalam al-insan, 1 dalam al-nazi'at, 1 dalam al-takwir, 1 dalam al-insyiqaq, 2 dalam dalam al-buruj, 1 dalam al-ghatiah, 1 dalam al-tin, 1 dalam al-bayyinah, 1 dalam al-ikhklas. 4 dalam al-baqarah, 5 dalam ali imran, 2 dalam al-nisa', 2 dalam al-ma'idah, 4 dalam al-an'am, 5 dalam al-a'raf, 2 dalam al-thaubah, 1 dalam Yunus, 4 dalam Hud, 1 dalam al-ra'du, 1 dalam Ibrahim, 3 dalam al-nakhl, 1 dalam al-kahfi, 1 dalam Thaha, 4 dalam al-anbiya', 1 dalam al-haj, 5 dalam al-mukminun, 6 dalam al-nahl, 6 dalam al-qashas, 1 dalam Fathir, 1 dalam al-shafat, 1 dalam Shat, 1 dalam al-zumar, 4 dalam Ghafir, 1 dalam fusshilat, 2 dalam zukhruf, 1 dalam al-dukhan, 1 dalam Muhammad, 1 dalam al-thur, 2 dalam al-hasyr, 1 dalam al-taghabun, 1 dalam am-muzzamil, 1 dalam al-nas M. Fuad Abdul-Baqi, Mu'jam Al-mufahras, vol 14, hal. 122, Mu'assasah Al-a'lami li al-mathbu'at, 1991. Ibid, 362-365 ibid. 459. Lihat Al-dur al-manstur, al-mustadrak, Sunan Thabarani, Sunan al-Bayhaqi. Berdasarkan pendapat ini, jumlah asma' al-husna yang dapat ditemukan dalam al-Qur'an sebanyak 127, yaitu al-ilah, al-ahad, al-awwal, al-akhir, al-a'la, al-akram, al-a'lam, arham al-rahimin, ahkam al-hakimin, ahsan al-khaliqin, ahl al-taqwa, ahl al-maghfirah, al-tawwab, al-jabbar, al-jami', al-hakim, al-halim, al-hayy, al-haq, al-hamîd, al-hasîb, al-hafîdh, al-khafi, al-khabir, al-khaliq, al-khallaq, al-khair, khair al-hakimin, khair al-makirin, khair al-raziqin, khair al-fashilin, khair al-fatihin, khair al-ghafirin, khair al-waritsin, kahir al-rahimin, khair al-munzilin, zdu al arsy, zdu al-thaul, zdu al intiqam, dzul al-fazhl al-adhim, dzu al-rahmah, dzul al-quwwah, dzul al-jalal wa al-ikram, dzul al-ma'arij, al-rahman, al-ra'uf, al-rabb, rafi' al-darajat, al-razzaq, al-raqib, al-sami', al-salam, sari' al-hisab, sari' al-iqab, al-syahid, al-syakir, al-syakur, syadid al-iqab, syadid al-mihal, al-shamad, al-dhahir, al-alim, al-aziz, al-afwu, al-aliy, al-adhim, allam al-ghuyub, alim al-ghyb wa al-syahadah, al-ghaniy, al-ghafur, al-ghalib, ghafir al-dzam, al-ghaffar, faliq al-ishbah, faliq al-habb wa al-nawa, al-fathir, al-fattah, al-qawiy, al-quddus, al-qayyum, al-qahir, al-qahhar, al-qarib, al-qâdir, al-qadîr, qabil al-taub, al-qa'im ala kulli nafs bi ma kasabat, al-kabir, al-karim, al-kafi, al-lathif, al-malik, al-mu'min, al-muhaimin, al-mutakkabir, al-mushawwir, al-majîd, al-mujib, al-mubin, al-mawla, al-muhith, al-muqit, al-muta'al, al-muhyi, al-mutabayyin, al-mutaqaddir, al-musta'an, al-mubdiy, malik al-mulk, al-nashîr, al-nur, al-wahhab, al-wahid, al-walîy, al-wâli, al-wasi', al-wakil, al-wadud, al-hadiy. Lihat Al-mu'jam Al-mufahras, vol 8, hal. 361-363 Ibid, hal. 124 Fud Abdul-Baqi, Al-mu'jam Al-mufahras, hal. 459, Istanbul. M.h.. Thbathabai, Al-Mizan fi tafsir al-Qur'an,vol. 8, hal. 359, Muassasah Al-alami li al-mathbu'at, Beirut, 1991. QS. al-Isra'/17:110. Sayyid Quthub, Fi Zhilal al-Qur'an, Jil. 5, Juz 15, hal. 73, Dar Al-syuruq, Cairo, 1987. Untuk pembahasan ini, lihat tafsir ayat bersangkutan dalam kitab-kitab tafsir klasik: Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta'wil oleh al-Baidlawi, al-Kasysyaf al-Zamaksyari, Tafsir al-Khazin oleh al-Baghdadi, Madarik al-Tanzil wa Haqaiq al-Ta'wil oleh al-Nasafi, dll. Yaitu keterangan dari Ali ibn Abi Thalib r.a., menurut sebuah penuturan; [tulisan Arab]. ibid Oleh : muhsin labib http://muhsinlabib.wordpress.com/ |