KDNY (Kabar Dari New York):
Lulusan universitas Arizona yang mengambil Liberal Studies ini mengaku tertarik pada Islam. Diam-diam ia merasakan, hatinya begitu 'tertambat' pada Islam.
Awal Pebruari lalu masih terasa dingin. Salju di kota Manhattan, New York, cukup tebal. Sementara kota "never sleep", tetap ramai di akhir pekan, Sabtu 2 Pebruari, ketika itu.
Islamic Cultural Center of New York, sebagaimana biasanya juga tetap menjalankan aktifitas hariannya sebagaimana biasa. Sabtu, kali itu tetap menjadi hari weekend school, short lecture, dan tidak kalah pentingnya kelas khusus untuk non-Muslims maupun mereka yang baru saja menerima Islam sebagai jalan hidup mereka.
Seperti biasa, saya datang agak terlambat. Kebetulan setiap Sabtu pagi ada kegiatan lain yang perlu diselesaikan. Rata-rata, saya tiba di Islamic Center setelah jam 11 pagi. Ketika saya melewati resepsionis, saya ditegur oleh penjaga bahwa sudah ada yang menunggu di ruang konferensi (conference room).
"A lady is waiting for you, sheikh, at the conference room", demikian biasanya sang receptionist memanggil saya.
"Who is the lady and what is the purpose", saya tanyakan demikian karena biasanya sebelum ada yang menemui, pasti mengambil appointment atau minimal menelpon sebelum saya datang.
"I think she wants to ask you some thing, may be about Islam", jawab petugas resepsionis.
"Let her wait", jawabku. Biasanya sebelum melakukan apa-apa, saya ke kamar dulu meletakkan jaket dan tas, lalu keliling melihat proses belajar di weekend school.
Setelah keliling ke kelas-kelas weekend school, saya kemudian masuk ke ruang konferensi. Di sana telah menunggu seorang gadis bule, yang tiba-tiba saja tersenyum persis seperti mengenal saya dengan baik.
"Hi, morning! How are?" Sapaku.
"Morning!, fine and you?", jawabnya ramah.
"Do you know me?" candaku.
"No, not really but have heard your name. Why?", tanyanya.
Saya kemudian mengatakan secara bercanda bahwa memang orang-orang Amerika itu ramah, apalagi gadis-gadisnya. "I saw you smiling to me, like some one knows me very well", jelasku kemudian.
Saya kemudian berbasa basi menanyakan nama dan asalnya. "Oh, I am Jolie. Actually I am from here, New York, but my parents are in Arizona," katanya.
Saya kemudian menanyakan latar belakang kedatangannya pagi itu.
Dengan senyum yang ramah, Jolie menjelaskan bahwa dia sekarang ini kerja sebagai Public Relations officer (Humas) di sebuah perusahaan besar di New York. Dulu ketika mahasiswi di salah satu universitas Arizona, Jolie pernah mengambil Liberal Studies, yang menurutnya, salah satunya tentang agama Islam.
"Beside the course, I really had good Muslim friends who always reminded me to always continue my inquiries about the religion," jelasnya cukup panjang.
"So what and how did you find Islam?" pancingku.
"Very interesting!" jawabnya singkat. "And why?' Tanyaku lagi.
Dia kemudian sedikit serius menjelaskan bahwa dia telah membaca banyak buku-buku mengenai agama-agama, termasuk agamnya sendiri, kristiani, Yahudi, dan bahkan buku-buku mengenai Budha. Tapi menurutnya, Islam itu jauh lebih rasional dan nampaknya bisa beriringan dengan kemajuan kehidupan manusia.
"Islam is so rational and goes along with human's advancement," katanya.
Sejenak Jolie diam. Saya kemudian mengambil alih kendali berbicara cukup panjang mengenai ilmu dan rasionalitas dalam Islam. Sejarah turunnya wahyu pertama dan perkembangan pemikiran dalam sejarah Islam. Bahkan dinamika pemikiran dan filsafat yang dikenal dengan ilmu kalam dalam Islam.
Tak lupa menjelaskan tentang kontribusi Islam dalam peradaban manusia, termasuk peradaban modern yang saat ini lebih banyak dinikmati oleh dunia Barat.
Sayang, saya katakan, pepohonan indah yang dibenihnya telah ditanamkan oleh umat Islam itu tidak terjaga secara baik. Sehingga umat Islam kehilangan kepemilikan atau kendali, sementara umat lain telah menyalah gunakan. Seharusnya pepohonan itu memberikan buah-buah segar dan menjadi pelindung dari teriknya matahari, dan menjadi penjaga alam, kini dijadikan alat kayu bakar semata.
Ilustrasi yang saya maksudkan itu adalah peradaban modern yang indah saat ini telah berubah menjadi alat kesengsaraan. Semakin maju peradaban manusia semakin banyak penderitaan yang dirasakan umat manusia.
Nampaknya penjelasan-penjelasan saya itu bukan sesuatu yang baru bagi Jolie. Dia dengan seksama mendengarkan semua itu, tapi tidak lebih dari sikap penghormatan seorang Amerika terhadap orang lain.
"I know that," lanjutnya.
"If you know it, so what else do you want me to say?," tanyaku.
Dia kemudian kembali bercerita bahwa dari sejak menjadi mahasiswi di Arizona, dia memang ada hubungan khusus dengan beberapa Muslim. Tapi biasanya, katanya lagi, walaupun mereka itu selalu berbicara tentang Islam kepada saya, saya jarang menemukan dari mereka yang betul-betul mempraktekkan Islam (practicing Muslim).
"Lately I found some one here in New York," lanjutnya.
Dia kemudian menjelaskan bahwa dia menemukan seorang Muslim yang kemudian tertarik dengannya. Tapi Muslim ini begitu taat sehingga selalu mengatakan bahwa seandainya nanti saya menemukan isteriku, tentu saya ingin seseorang yang berislam dengan baik.
"He is really practicing Muslim. He did not do any thing that is against the teaching, I think!" katanya lagi.
"And so, what do you have in mind?," tanyaku. Saya bertanya demikian untuk meyakinkan bahwa walaupun nantinya dia masuk Islam, bukan karena hanya ingin menikah dengan seorang Muslim.
"I am coming to see you, basically to direct me what to do," katanya.
Saya kemudian manfaatkan kesempatan itu dengan melemparkan pertanyaan: "What do you feel about Islam? Do you think Islam is the true religion to follow?".
Dia kemudian dengan serius mengatakan bahwa kalau seandainya ia tanyakan kepada hatinya sendiri, memang Islam-lah agama yang benar. Cuma selama ini, ia sepertinya belum menemukan jalannya. "I feel I know that this is the truth, but did not know how to pursue it," katanya.
"Jolie, with that, I can assure you that you are a Muslim. What is required from you is to formalize you Islam by accepting the 'syahadah'". (Jolie, dengan itu, saya bisa memberi jaminan kepada Anda bahwa Anda adalah seorang Muslim. Yang Anda diperlukan sekarang adalah mewujudkan keislaman dengan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat )
Jolie kemudian diam sejenak. Lalu tiba-tiba sedikit berlinang air mata dia mengangkat kepala dan tersenyum, seraya mengatakan: "I am ready!".
Saya segera memanggil dua saksi ke ruangan pertemuan itu. Dan disaksikan oleh dua saksi, Jolie mengikuti saya menyaksikan:
"Ash-hadu al Laa ilaaha illa Allah. Wa ash-hadu anna Muhammadan Rasul Allah". Diikuti pekikan takbir oleh dua saksi pagi itu.
Sebelum meninggalkan ruangan, Jolie rupanya telah memilih nama barunya, yaitu Noor. Menurutnya, dia mengambil nama itu setelah dia menyaksikan wawancara Ratu Yordania, Queens Noor, di sebuah stasion TV Amerika.
Selamat Noor, semoga menjadi "cahaya Ilahi" di kemudian hari!
New York, Maret 2008
Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.
1 comment:
Mohon maaf, tulisan kalimat syahadat yg tertulis di tulisan tersebut hrs diperbaiki
dari:
Ash-hadu al Laa ilaaha illa Allah. Wa ash-hadu anna Muhammadan Rasul Allah
Menjadi:
Asy-hadu al Laa ilaaha illa Allah. Wa asy-hadu anna Muhammadan Rasul Allah
Harusnya bukan sh tapi sy, karna artinya akan berbeda dan jauh dari sebuah kalimat syahadat yg benar jika tdk diperbaiki.
Post a Comment